10.

116 19 2
                                    


Jovan tidak bodoh, dia paham kalau Anya saat ini kesal padanya. Sepanjang perjalanan pulang hanya keheningan yang menyelimuti kedua anak itu. Ketika sampai di rumah pun Anya langsung masuk tanpa basa-basi apapun, padahal Jovan sudah bersiap untuk menjelaskan segalanya. Tetapi Jovan tidak akan memaksa lagi, dia akan memberi waktu Anya supaya emosi nya redam dahulu.

Jovan kembali menyalakan mesin motor nya kemudian berlalu pergi meninggalkan pekarangan rumah itu. Sedangkan dari dalam rumah, Anya sengaja mengintip Si kapten dari jendela. Hanya membuka gorden sedikit, takut ketahuan jika dia memperhatikan Jovan sampai orang itu pergi.

Anya sengaja tidak berbicara apapun. Sepanjang hari ini di kelas dia terus berfikir dan telah ia simpulkan bahwa dirinya harus benar-benar menghindari Jovanka. Sebab jika tidak, mungkin saja kedepannya dia akan mengalami kesulitan dan tidak mendapat ketenangan. Anya hanya ingin belajar dengan tenang.

•••

Motor milik Jovanka berhenti di bascam Senopati. Padahal hari sudah menunjukkan pukul 9 malam tetapi remaja itu masih enggan pulang ke rumah.

Disana sudah ramai anggota Senopati lain nya. Terlihat Bima selaku pimpinan teratas Senopati duduk ditengah, serta di samping nya ada Deka selaku Ketua yang kedudukan nya sama seperti Jovan. Mereka semua berkumpul di meja rapat.

"Van, duduk." Perintah Bima menepuk kursi di samping nya. Jovan menurut bergegas menduduki kursi tersebut.

"Ada apa. Tumben kumpul semua" tanya Jovanka binggung, karena sebelum nya memang tidak ada info apapun.

"Ini dadakan sih, sengaja gue kumpulin semua anggota hari ini" jawab Bima.

"Kenapa lo nggak bilang gue dulu bim? Untung gue kesini sekarang"

Bima tersenyum. "Gue udah yakin lo pasti bakal kesini. Mana bisa lo sama Deka nggak kesini sehari aja" ujar Bima menepuk pundak Jovan.

"Jadi apa yang mau lo bicarain bim?" tanya Deka, dia juga tidak tahu apapun.

"Pertama-tama gue pengen bilang makasih banyak untuk kalian yang udah sempetin kumpul disini malam ini"

"Kedua gue juga mau minta maaf kalau selama gue mimpin kalian. Banyak hal salah yang gue lakuin"

"Udah hampir 4 tahun gue di Senopati, dan banyak hal yang udah dilalui bareng-bareng. Gue ngerasa disini lah rumah gue, tapi itu dulu." Ucapan Bima membuat Jovan dan Deka menoleh pada si pimpinan teratas itu.

"Bentar. Gue kayak tau arah pembicaraan lo"

"Iya. Bener ka. Gue mau lepas jabatan gue"

Seluruh anggota terkejut dengan keputusan Bima itu. Mereka saling melempar tatapan penuh tanya pada si pimpinan. Pasalnya, selama ini Bimo adalah orang yang paling peduli pada Senopati. Setiap kali anggota nya terkena masalah, dia akan selalu menjadi orang nomor satu yang akan menyelesaikan masalah tersebut. Dedikasi nya sangat tinggi terhadap geng yang sudah hampir 8tahun terbentuk itu.

"Senopati dan seluruh isinya itu keluarga gue. Semua yang ada disini selalu bikin gue bahagia."

"Terus apa alasan lo pengen lepas sekarang, Bim?"

"Senopati masih butuh lo" tegas Deka lagi.

"Ya. Gue tau."

"Tapi sekarang gue udah bukan anak SMA lagi. Sekarang gue udah lebih dewasa. Banyak tanggung jawab gue diluaran sana. Gue takut Senopati nggak akan keurus kalau masih gue pemimpinnya"

Tangan Jovan bergerak menepuk punda Bima. Berusaha meyakinkan laki-laki itu. "Ada gue sama Deka. Ada anak-anak lain juga. Lo nggak akan urus semua sendiri."

"Ya. Gue paham itu. Tapi rasa nya nggak akan sama lagi van. Kita ambil contoh kejadian kemarin. Pas ada anak rajawali yang jadi korban, gue cuma bisa perintah lo sama Deka. Itu karna gue sibuk."

"Gue percaya kalian berdua bisa ambil alih. Gue juga percaya sama lo semua." Tangan Bima bergerak menunjuk para anggota nya.

"Lo semua harus solid. Nggak boleh luntur."

"Bantu temen kalian kalo ada masalah. Jangan ada penghianat. Jangan jadi pecundang. Karna itu nggak ada sejarahnya di Senopati."

"Era gue udah habis. Tapi gue masih disini. Kalo lo semua butuh bantuan apapun. Kalian masih bisa dateng ke gue. Sebisanya pasti gue bantu. Dan gue juga pasti akan sering main kesini."

Deka dan Jovan saling memandang. Mereka berdua berusaha saling meyakinkan. Mencerna apa yang Bima maksud.

Seluruh anggota bergerak untuk memeluk si Pemimpin satu persatu. Suasana haru menyelimuti ruangan itu. Setelah ini akan ada pesta pelepasan seperti yang biasa mereka lakukan saat ada pimpinan yang memutuskan untuk lengser.

Bagi anggota nya, Senopati bukan hanya sekedar geng motor biasa. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama. Disini rumah kedua untuk para anggota nya. Meskipun image geng motor di masyarakat masih saja jelek sampai sekarang, mereka tidak peduli. Selama mereka tidak mengusik masyarakat diluar sana. Semua akan terus berjalan seperti ini.


•••


Jovan pulang ke pada tengah malam. Selesai membersihkan diri dan berganti baju biasa, kaos putih dan celana pendek rumahan. Ia bergerak menuruni tangga untuk mengambil air minum.

Rumah besar itu terlihat sepi. Seperti biasanya. Jovanka membuka kulkas sambil melihat isinya beberapa detik. Lalu dia dikejutkan dengan tangan yang tiba-tiba berada di pundaknya. Jovan menoleh cepat.

"Lagi ngapain?"

"Siapa lo?" Reflek Jovan melontarkan pertanyaan itu.

"Ini tante Jovan"

Ternyata itu adalah si jalang. Maya mengunakan masker wajah hingga membuat Jovan tak mengenalinya.

"Ngapain lo malem-malem gini pake masker" ketus Jovan sambil kembali fokus pada air putih dingin di kulkas itu. Ia bergerak menuang sedikit pada gelas kecil di tangan nya.

"Tante nggak bisa tidur. Sambil nunggu papa mu pulang. Jadi tante maskeran aja."

"Kamu takut ya van sama tante." Maya mengikuti langkah Jovan yang duduk di kursi depan bar mini dapur rumah itu. Lalu ikut duduk di samping Jovan.

"Udah sana. Lo ngapain masih disini." Usir Jovan tidak suka pada tante girang di samping nya itu.

"Tante itu mau lebih deket sama kamu van." Tangan Maya bergerak memegang punggung tangan kiri  Jovan yang berada di atas meja. Mengelus tangan tersebut. Terkejut akan perlakuan itu, Jovan reflek menepis nya. Ia memandang Maya tajam. Alisnya mengerut binggung.

"Sinting lo ya. Jangan harap gue bisa terima lo disini. Apalagi deket. Nggak sudi gue." umpatan itu keluar dari mulut Jovan. Gadis itu pergi meninggalkan Maya yang masih duduk di kursi nya tadi.

Jujur saja, Jovan sedikit merinding terhadap si tante girang tadi. Maya adalah alasan Jovan sangat tidak betah berada di rumah.
















To Be Continue...

Sweet Naughty || JinjooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang