Bab 409 - Trap Base

4 0 0
                                    

Ponsel berdering menghentikan adegan ciuman sensual mereka.

"Maafkan aku Riana, harusnya aku tidak lancang seperti ini padamu." Lukky menatapnya pilu sambil menggenggam ponselnya yang terus berdering dari Tunangan-nya. Pelan-pelan Lukky mundur lalu pergi, ia merasa bersalah malah jatuh cinta pada adiknya sendiri. Seharusnya dia bisa kontrol diri karena dia sudah punya tunangan. Yang ia tahu saat ini Sonia pasti menunggu kabar kepulangannya.

Riana berbalik badan lalu tertawa gila menatap cermin dan menjambak rambutnya sampai berantakan, itu karena perasaannya masih belum terima kenyataan pahit. Katakan saja ia masih mencintai Lukky, tapi di hatinya juga seperti ada keraguan kalau Lukky yang sekarang bukanlah Lukky yang dulu.

"Aku kira Lukky datang memakimu," ucap Sasa duduk di atas tempat tidur.

Riana memejamkan mata llalu menenangkan hatinya, 'Ayo Riana, kau harus kuat. Kau saja bisa lupakan masa kelammu dulu, tapi kenapa kau sulit lupakan Lukky itu. Kau adalah wanita independen, mahal dan berkelas tinggi, laki-laki mana saja begitu ingin mendapatkan dirimu.'

"Hay! Kau pikirkan apa sih?!" Sasa mengejutkan dirinya

"Hmm, tidak," jawabku sambil menyalakan sepuntung rokok. "Sasa, sekarang aku ingin kau berkata jujur padaku?"

Sasa heran padanya, baru kali ini Riana menyuruhnya jujur entah tentang apa.

Riana melanjutkan, "Kenapa kau harus bohong tentang perampokan itu?"

'Gawat, apakah dia sudah sadar?' Sasa menelan ludahnya. "Tentang apa, bukankah aku sudah jelaskan semua itu pada Polisi?"

"Aku hanya ingin kau jujur padaku saja. Yah ... aku sudah selidiki kejadian itu, dan mustahil semua kekuranganmu itu, bahkan ada banyak yang mengganjal keteranganmu sampai membuat Detektif kebingungan."

Seketika wajah Sasa pucat mengingat aksi pembunuhan brutal itu. Sungguh betapa sadisnya Riana menembak perampok waktu itu. "Siapa kau? Maksudku, dari mana kau belajar menembak seperti itu?" Sasa menunduk menggeleng kepala tidak menyangka. "Aku tidak tahu apakah kau kesurupan atau ini memang sifat kejam yang kau sembunyikan di dunia ini." Sasa berjalan meremas jemari tangan sahabatnya. "Riana, kau sendiri yang menyuruhku untuk tidak melaporkan perbuatan kejimu ini. Aku hanya melindungimu saja sebagai sahabat loyal..."

Mata Riana terbelalak mencari kebohongan di wajah Sasa, namun tidak ada kobongan yang ditunjukkan Sasa. "Sasa, sungguh, aku benar tidak tahu itu."

Sasa menunjuk ke arah dadanya. "Tapi di sini ada monster yang kendalikan amarahmu."

Seketika Riana merinding dan penglihatannya berubah gelap masuk ke dalam ilusinya, dan lagi-lagi ia melihat ada seorang jatuh dari tebing bebatuan. "Aaahh!" pekiknya sampai terjatuh duduk ketakutan, perasaannya begitu ngilu melihat 2 sosok orang bunuh diri dan darahnya mengalir di atas bebatuan.

"Riana!" panik Sasa membantunya berdiri.

"Ada apa teriak?!" tanya Sandy bersama Puspa mereka khawatir.

Danya dan Lukky ikut masuk kedalam kamar juga untuk melihat ada apa sampai Riana teriak ketakutan.

Puspa mengusap keringat dingin Putrinya. "Nak, kau demam tinggi! Ayo ke tempat tidurmu!"

Sasa yang berdiri diam kebingungan kenapa Riana tiba-tiba teriak ketakutan barusan. Padahal ia lihat wajah Riana baik-baik saja tadi.

"Sudah dulu yah!" kata Lukky pada Sonia di telpon.

'Halo-halo! Siapa disana Lukky? kenapa di sana begitu berisik-'

Lukky malah memutuskan teleponnya.

"Suami, tolong telepon Dokter!" suruh Puspa sambil mengompres dahi Putrinya.

Begitu juga dengan Riana tiba-tiba hatinya begitu sakit usai melihat Delusi-nya. Dan dia tak berhenti meneteskan air mata, seolah-olah kejadian itu seperti menimpa dirinya sendiri.

Lukky merangkul bahu adiknya, mungkin dia bisa menenangkan adiknya. "Riana, perasaan ... kau baik-baik saja berapa menit yang lalu." Lukky berkata seperti itu karena mereka baru saja berciuman dan betapa ganasnya Riana membalas ciumannya.

Riana diam tidak menghiraukan.

"Nyonya, dia hanya kelelahan usai berolahraga," kata Dokter menuliskan resep obat.

"Oh Tuhan, aku tidak mengerti kenapa Putriku ini sering dapat musibah," ujar Sandy begitu pusing atas sifat Riana yang keras kepala tidak mau dengarkan orang tuanya.

Danya ikut memaki, "Lagian buat apa kau olahraga malam sih?! Badanmu itu sudah bagus! Kau terus olahraga bukan badanmu yang terbentuk lagi, tapi berbagai macam penyakit yang akan bersarang di badanmu itu!" katanya menggertak.

Puspa berdiri disana membiarkan semua orang memaki anaknya. Lagian percuma dia bicara kalau anaknya itu tidak mau dengarkan.

*
*
*

Markas FBI Negara Liverpool

"Tuan, kami sudah kirim semua barang sitaan itu ke Amerika untuk diperiksa."

"Bagus, besok pagi kalian harus melaporkan ini pada Perdana Menteri kerajaan. Kalian boleh istirahat," ucap Simsom menutup layar laptopnya.

Duar!

Duar!

Door!

Door!

Tetetette!

Suara tempur senjata api masuk menyerang markas.

"Tuan, sebaiknya anda melarikan diri! Kita diserang, dan pasukan bawaan kita hanya sedikit!" kata Ajudan baru saja sampai untuk melapor.

"Apa!" Simsom buru-buru mengambil pistol dan magazine yang sudah diisi penuh peluru kaliber 10.

Ajudannya membuka pintu rahasia. "Sebaiknya kita lewat lubang bawah tanah untuk melarikan diri."

Simsom dan beberapa bawahannya cepat-cepat berlari sampai tidak diketahui dimana ujung goa itu membawa mereka dengan senter seadanya.

Semua penjahat Dirgantara berhasil membunuh bawahan Simsom, mereka berhasil masuk ke dalam markas yang berada di hutan pinggir kota.

"Ayo cepat geledah! Dan ingat target kita hanya Simsom!" kata Revano begitu ambis.

"Tuan muda, disini ada jalan!"

Yustine dan Daniel buru-buru masuk dan lompat, mereka tidak melewati tangga. Padahal ketinggian tangga itu 4 meter menyentuh tanah.

"Cepat menyalakan senter, dan isi senapan kalian," perintah Revano memimpin mereka.

"Hati-hati melangkah, aku yakin disini pasti banyak jebakan." Yustine bisa baca keadaan, karena mereka tidak melihat jejak sepatu. Goa itu memiliki banyak lorong dari segala arah yang tidak diketahui apakah mereka dapat keluar.

"Simsom ini pintar sekali buat markas sekaligus tempat jebakan seperti ini rupanya," ujar Daniel.

"Disini tidak ada koneksi."-Revano menyenter dinding goa, berharap mereka mendapatkan petunjuk jalan.

Transmigration Agent's Daughter (Season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang