*
*
*Bandara Alberta Kanada.
Sonia menangis memeluk Sandy, karena Sandy dan Lukky akan pergi ke Los Angeles untuk perjalanan bisnis, sekaligus mengunjungi kediaman Almarhum Ibu Lukky yang tidak berpenghuni lagi. Bahkan rumah itu hampir roboh diterpa angin topan yang selalu muncul tak terduga. Rencana Sandy ingin pulang untuk memperbaiki rumah itu, dan membersihkan kuburan Ibu—Lukky yang terletak dekat dengan rumah yang perna ditempati Puspa.
Sandy tidak beritahukan keluarga calon besannya, kalau tujuan dia pulang untuk menikahi Puspa juga, hanya keluarga Lukky saja yang tahu mengenai itu. Ada saatnya Sandy akan perkenalkan Ibu tiri Lukky pada Sonia dan keluarganya.
Sengaja Sandy rahasiakan itu, agar keluarga Sonia tidak menentang pernikahannya, tentu saja mereka menolak Puspa yang bukanlah dari keluarga konglomerat, bahkan nama baik Puspa sudah hancur.
Sandy mengelus sayang rambut Sonia. "Jangan menangis Nak, Paman akan sering menelponmu."
Sonia mengusap air matanya yang berderai. "Tapi Paman, kapan kau pulang? Tolong jangan biarkan Lukky lama-lama disana. Aku pasti akan merindukan tunanganku ini." Sonia beralih memeluk tengkuk leher Lukky.
Aurora yang menemaninya di sana, hanya memutar matanya malas menonton drama yang menurutnya terlalu lebay sekali. Sampai-sampai semua orang yang berlalu lalang menjadikan mereka pusat tontonan. Sungguh memalukan sekali Sonia ini pikir—Sonia.
Lukky melepaskan pelukan Sonia padanya. "Sonia, jam terbang kami sebentar lagi. Kami harus segera masuk ke ruang tunggu."
Sonia mengambil tangan Lukky untuk mengusap pipinya. "Tidak bisakah aku ikut saja bersama kalian?" mohon-nya, tidak rela karena Sonia merasa Lukky akan berubah sikap padanya suatu saat nanti.
Anak buah Sandy datang menghampiri. "Tuan, cepatlah masuk sebelum gate ditutup."
Sandy dan Lukky melambaikan tangan perpisahan pada Sonia, membuat Sonia tak berhenti menangis di sandaran bahu Arora.
Lukky menarik kopernya, merasa legah menjauhi Sonia yang terus saja lengket padanya. Katakan saja Lukky merdeka sekarang, kalau bisa ia tidak mau kembali lagi di Kanada, persetan dengan semua kekayaan yang dia pegang sekarang. Ingin rasanya ia teriak dan mengatakan; Hore! Aku bebas. Hahaha ...
*
*
*Kediaman Puspa.
"Yah ampun Riana! Kau masih belum ganti bajumu. Riana, kita semua akan menjemput Paman Sandy di Bandara. Apa kau tidak mau bertemu dengan Paman Sandy?" Puspa menceramahi Riana yang masih duduk melamun di meja belajar. "Riana, kau pikirkan apa sih?! Setiap hari Ibu perhatikan kau melamun terus di sini."
Riana menghela nafas memalingkan wajah menatap Ibunya yang tengah berbahagia. "Bu, kalau kau senang akan segera menikah, tolong jangan bawa-bawa aku untuk ikut senang bersamamu."
Ibunya spontan atas perkataan anaknya yang bisa berkata pedas seperti itu. "Kau ini kenapa sih?! Ibu merasa semenjak kau putus hubungan dengan pacarmu itu, kau semakin lama makin dingin dan tidak bersahabat sama Ibu. Ada apa Nak? Apa kau tidak bahagia kalau Ibu menikah lagi?"
Riana merasa muak dengan semua pertanyaan Ibunya yang gampang sensian. "Bu, tolong jangan ganggu aku. Kalau kau senang menikah, maka menikahlah. Aku baik-baik saja, dan semua ini tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu," bohongnya terpaksa, agar Ibunya bahagia. Riana harus berkorban agar Ibunya bahagia dan tidak ditindas. Dan ia sendiri berharap cepat move on dari Lukky yang akan menjadi saudara tirinya.
Puspa memaklumi Putrinya, mungkin Putrinya masih patah hati, makanya mau apa-apa saja tidak mood. "Yah sudah, Ibu dan kakakmu akan menjemput Pamanmu. Kau dirumah saja dengan Sasa. Ingat Riana, kau harus bersihkan rumah untuk menyambut Pamanmu..."
Seketika Riana sakit kepala memijat dahinya yang sudah berapa hari ini nyut-nyutan berpikir keras mengenai dirinya dan Lukky.
Entah apakah Lukky yang marah itu padanya akan muncul di hadapannya nanti. Oh, jujur kenapa ia juga yang harus mengurus rumah ini, kemana semua pelayan dan penjaga lainnya. Kenapa mereka mengundurkan diri di waktu bersamaan Lukky pergi?
Tok!
Tok!
Riana berbalik badan, melihat Sasa membawa alat penyedot debu.
"Ayo Tuan Putri, jangan malas..." canda Sasa mengejek, sampai Riana melemparinya dengan buku. Namun Sasa dapat menghindar. "Hahaha! Kau makin cantik kalau marah Riana," gombalnya sebelum turun ke bawah.
Riana menghela nafas sebelum beranjak dari kursi belajar. Mereka berdua membersihkan rumah, Sasa yang punya banyak tugas harus membuat cake, dan masak sup daging babi. Karena Riana sendiri tidak tahu memasak selain membersihkan rumah, tapi itu ia hanya bersihkan asal-asalan saja.
*
*
*Markas baru terletak di pinggir kota yang tidak diketahui Vano. Disana ada Dilan sedang menghitung hasil pendapatan palak uang atau pemerasan dari sektor-sektor seperti: Lahan, perdagangan, pengancaman perusahaan, dan setoran dari tempat mucikari, termasuk Club, bar dan tempat perjudian kasino.
Sudah berapa bulan ini Dilan disibukkan dengan banyaknya uang menumpuk dalam karung yang harus dikirim ke Bank setiap harinya. Biasanya ia mengandalkan Vano membantunya, tapi sekarang dia tidak butuh Vano lagi, karena Pavlo-lah menyuruhnya untuk berhenti berinteraksi dengan Vano, agar Vano tetap menjaga identitasnya seperti dulu, demi rasa curiga semua orang pada Vano berhenti.
Makanya Vano sekarang harus bisa cari uang sendiri demi menyambung hidup. Yah, setidaknya Pavlo yang baik itu berikan Apartemen pada Vano, ketimbang Vano kembali tinggal bersama Puspa pikirnya.
Bahkan Pavlo memblokir kartu Black-card milik Vano dan Riana, dan melarang asistennya lagi untuk kirim uang pada Puspa. Entah apa yang membuat Pavlo berubah seperti itu, apakah karena Riana, atau ada sesuatu di baliknya? Mau bertanya lebih jauh saja percuma karena Pavlo tidak akan katakan apa yang akan dia rencanakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration Agent's Daughter (Season 2)
ActionCerita Bab 1-400 Tayang Di Hinovel. Setelah mengalami banyak penderitaan di dunia kuno, kini aku terlahir kembali di dunia modern. Namun aku tidak tahu kalau jiwaku yang terlahir kembali sering berpindah dan terulang lagi. Hahaha.... seakan-akan tak...