Dengan masker yang menutupi hampir seluruh wajahnya, Sohyun berjalan menuju halte bus yang kebetulan tidak terlalu ramai. Tadinya dia ingin pulang dengan taxi, tapi melihat bus yang lewat di depan matanya membuat gadis itu penasaran dan ingin mencoba bagaimana rasanya naik kendaraan umum.
Seumur hidupnya, dia belum pernah naik kendaraan umum. Karena orang tuanya selalu menyediakan sopir pribadi untuk mengantar dan menjemput dirinya saat masih sekolah dulu, lalu setelah dewasa dia sudah bisa menyetir mobil sendiri. Jadi tidak ada kesempatan baginya untuk menaiki kendaraan umum.
Sebuah bus berhenti di depannya tepat saat dia tiba di halte. Beberapa orang mulai naik dan Sohyun juga ikut naik.
"Hei nona! Kau belum menempelkan kartumu."
Sohyun menoleh ke samping dan melihat pria setengah baya yang duduk di kursi kemudi. "Kartu ?"
"Iya, kartu transfortasi."
"Aku.. tidak memilikinya." Balas Sohyun dan membuat beberapa orang di sana keheranan. Jarang sekali ada orang yang tidak memiliki kartu bus kecuali seorang selebriti atau anak konglomerat.
"Kalau begitu bayar dengan cash, nona."
"Aku juga tidak punya uang cash. Apa disini ada EDC?" Electronic Data Capture atau EDC adalah sebuah alat penerima pembayaran yang dapat menghubungkan antar rekening bank. Pada umumnya, bentuk mesin EDC adalah seperti telepon genggam model lama dengan layar yang kecil.
Pria yang duduk di kursi kemudi itu menatap Sohyun dari bawah sampai atas dengan tatapan penasaran. Apa wanita ini wisatawan ? Pikirnya.
Suara mesin sensor kartu berbunyi dua kali di susul dengan suara seorang pria, "Biarkan dia masuk. Aku sudah membayar untuk nona ini."
Sohyun melihat pria itu berjalan mendahuluinya dan duduk di kursi kedua dari belakang. Karena kursi yang lain sudah terisi, wanita itu memilih untuk duduk di sebelah pria baik tadi.
"Em, terimakasih untuk bantuanmu. Boleh beritahu aku nomor rekeningmu?"
Pria dengan hoodie hitam itu menatap Sohyun bingung.
"Aku akan kembalikan uangmu." Lanjut Sohyun. Walaupun dia terlahir dari keluarga yang kaya, tapi Sohyun selalu di ajari cara menghormati dan berterima kasih pada orang lain.
"Ti-tidak perlu. Aku senang bisa membantumu."
"Tapi aku tidak suka berhutang pada orang lain."
Pria itu nampak berpikir, lalu menatap Sohyun dengan sedikit ragu. "Em.. kalau begitu.. beri aku tanda tanganmu saja." Bisiknya pelan karena takut orang lain mendengar.
"Huh?" Sohyun membulatkan kedua matanya.
"Ka-kau.. Kim Sohyun kan ? A-aku..., Sebenarnya aku adalah penggemarmu."
"Bagaimana kau bisa tahu?" Tanya Sohyun penasaran, pasalnya dia sudah hampir menutupi semua bagian wajahnya kecuali mata.
"Dari matamu. Hanya kau yang memiliki mata indah seperti itu."
Sohyun tersenyum di balik maskernya, dia sangat menghormati dan menyayangi penggemarnya, karena hanya mereka yang mendukung pekerjaannya sebagai seorang model.
"Baiklah."
Pria itu tersenyum dengan mata yang berbinar lalu memberikan sebuah spidol warna ungu dan ponselnya.
"Kau ingin aku tanda tangan di ponselmu?" Tanya Sohyun tidak percaya.
Pria itu mengangguk antusias, "Ya, tolong."
"Baiklah, siapa namamu ?"
"Jungkook. Namaku Jeon Jungkook."
"Ini, Jungkook-ssi. Dan.. terimakasih karena telah menyukaiku." Ucap Sohyun tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paenitet
FanfictionTerlahir dari keluarga yang terpandang tidak membuat Sohyun mendapatkan apa yang dia impian. Demi mendapatkan kebebasan, dia memutuskan untuk menikah dengan pewaris dari Vante Group, pria dengan kepribadian yang dingin dan memiliki tatapan setajam e...