Prolog

202 63 37
                                    

"Hari ini, adalah hari aku akan memulai kehidupan baru."

Aku masuk kedalam kantor, menyapa dan bersalaman dengan guru-guru lain. Aku sangat senang karena ini adalah kesempatan yang tuhan beri padaku yang telah mengabdi 4 tahun dikampus.

"Delta, nanti sehabis bapak, 1 jam setelah istirahat kamu ke kelas 6B yah, mulai ngajar disana,"

Aku mengangguk sambil tersenyum. Untuk sementara, karena belum ada tugas aku menyusun dokumen yang ku bawa dari rumah. Aku rapikan meja kerjaku, aku susun buku-buku yang habis kubaca semalam, dan aku duduk didepan laptop yang menunjukkan jadwal harianku.

Perasaan senang ini, sudah lama tak aku rasakan. Kadang, aku khawatir jika aku tak bisa menjadi guru yang baik. Tapi, aku tak boleh memikirkan hal buruk itu lagi. Kini, aku adalah Delta yang baru.

Aku rasa, pekerjaan untuk merapikan mejaku sudah beres. Aku memutuskan untuk keluar kantor sebentar, melihat suasana sekolah yang sepi karena warganya telah masuk kedalam kelas untuk ajar mengajar. Ya, hanya aku sendiri didalam kantor, rasanya aneh karena aku tak terbiasa sendirian.

Saat sedang melamun, ada seorang laki-laki yang mengejutkanku. Dia tahu namaku, dia masih ingat tentang diriku.

"Eh, Delta, beneran ini kamu?" Tanya dia tak percaya ketika melihatku memakai seragam guru.

Aku tersenyum dan mengajak ia salaman, "Iya kak, beneran ini,"

Dia menyambut jabatan tanganku lalu menepuk bahuku pelan, "Wah, sudah sukses yah sekarang,"

Aku sumringah dan menggeleng, "Belum, doakan aja bisa jadi PNS sehabis ini."

Karena sepertinya dia sendirian sepertiku, aku ajak dia kedalam kantor untuk berbincang-bincang. "Ayo kak, masuk kedalam."

Dia duduk di sofa, dan aku bawakan dia secangkir kopi hangat. Sudah lama kami tidak bertemu karena kejadian itu. Syukurlah dia baik-baik saja dan tak berubah padaku.

"Kakak, kesini ngapain?" tanyaku penasaran karena hanya dia sendirian disekitar sekolah, padahal dia bukan siapa-siapa disini.

"Itu, nganterin anak kesekolah tadi." Lalu ia menyeruput kopi.

Iya, aku ingat dia sudah menikah dan kini anaknya memang sudah besar. Aku tak menyangka waktu akan berlalu secepat itu. Padahal baru saja aku menikmati masa mudaku kemarin.

"Jadi, sekarang masih lajang?" tanya dia lalu dia tertawa.

Aku sedikit terkejut saat dia menanyakan itu, tapi aku menyikapinya dengan ramah, "Mau fokus karir dulu," ucapku bohong. Padahal alasan sebenarnya bukan itu.

Dia terdiam sejenak, lalu menatapku sedih, "Masih belum lupa?"

Iya, sejujurnya bagaimana bisa aku melupakan kejadian itu? Bahkan untuk tetap tegar pun rasanya aku seperti berdosa, karena gagal menyelamatkan adiknya.

Aku mengangguk lalu menunduk. Aku hampir saja menangis. Rasanya dadaku mulia sesak karena rasa penyesalan itu.

Dia mengangguk, "Itukah alasanmu ngajar kesini?"

Aku langsung melihat kewajahnya, mengatakan 'iya' dengan suara yang pelan.

"Kak Hee Soo, tempat ini adalah tempat bersejarah bagi kami."

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru,"

Aku masuk kedalam kelas dengan gugup, sejujurnya aku agak takut bahkan berdiri didepan banyak orang itu membuatku merinding, tapi tak apa kali ini harus aku lawan.

"Perkenalkan, nama saya Julianti Fabella, biasa dipanggil Bella."

Ya, hanya kalimat dasar itu yang bisa ku ucapkan dari mulutku. Setelah itu suasana agak canggung. Bu Guru pun terpaksa langsung mengakhiri perkenalan singkat itu dengan tepuk tangan.

Setelah itu, aku disuruh duduk dikursi belakang, disamping laki-laki yang sama sekali tak melihat wajahku.

Aku tarik kursi dan duduk. Rasanya sangat malu dan sedikit takut. Kelihatannya dia cowok pintar, dan kalau dilihat lagi dia agak tampan.

Dengan keberanian sebesar biji jagung, aku tanya pertanyaan yg bahkan orang lain takkan menanyakan ini saat pertama kali bertemu.

"Hari ini tanggal berapa yah," Bisikku pada telinganya agak jauhan.

Dia langsung melihat kearah wajahku, tanpa senyuman, hanya muka serius yang ia tunjukkan.

"empat belas juli, dua ribu lima belas."

Aku mengangguk. Padahal sebenarnya aku sudah tahu, cuman hanya mengetes dia saja. Tapi sepertinya dia tak tertarik padaku.

Namun anehnya, setelah dia memberitahuku, dia kembali melihat buku tulisnya sambil tersenyum.

Pikirku dia aneh karena senyum-senyum sendiri. Ahh, sudahlah, lebih baik aku keluarkan buku-buku dari tas ku dan mulai belajar.

THE DAY I MET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang