Aku sedang meringkuk di sudut kamar, menangisi kepergiannya yang tanpa penjelasan. Dia pergi tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya, baik untuk memutuskan hubungan atau berpamitan. Hilang. Tanpa jejak. Tak bisa dilacak.
Hatiku ngilu, setelah sekian lama bersama tanpa ada masalah, dia meninggalkanku begitu saja. Rasanya seperti dipecundangi tanpa basa-basi.
"Makan, Te." Suara Sky membuyarkan lamunanku. Aku menghela napas, tersadar dari kelebatan bayangan masa lalu yang masih menghantuiku.
"Apa masa lalumu?" Aku mengunyah makananku dengan enggan.
"Maksudmu?"
"Trauma masa lalumu, ketakutanmu, atau hal yang membahagiakanmu, mungkin?"
"Aku pernah ditinggalkan oleh seseorang yang sangat kucintai. Dan pada akhirnya itu selesai begitu saja. Menjadi Lukaku yang paling dalam." Sky menatap sawah di depan kami dengan pandangan kosong.
"Bagaimana caramu sembuh?"
"Bertemu denganmu." Aku menoleh, dan dia mengangguk sambil mengunyah makanannya.
"Apa maksudmu dengan bertemu denganku?"
"Sejak mengenalmu, aku bisa melupakannya. Bisa menepis bayangannya dari pikiranku." Dia menatapku dengan serius.
Kupalingkan wajahku. Menghindari matanya, agar tak lagi pingsan atau pun sesak.
"Apa yang membuatmu seperti ini?" kejarku.
"Kamu yang biasa saja, kamu yang apa adanya, kamu yang selalu mengatakan apa pun tanpa berpikir panjang." Tapi, kali ini aku berpikir panjang, Sky, untuk mengatakan alasanku tidak bisa menerimamu. "Lalu, apa yang membuatmu tidak bisa menerimaku?"
"Kamu."
Sky menepuk kepalaku dengan keras, "Sakit!"
"Jawab yang bener." Aku menoleh, mencari penguatan dari matanya, namun sialnya, mata itu malah membuatku gugup.
"Karena kamu yang seperti ini. Aku tak bisa menerima limpahan hal yang menurutku berlebihan. Kamu yang terang-terangan, kamu yang memberi perhatian, intinya, kamu." Masih ada yang kusembunyikan, untuk melindungi diriku sendiri dari reaksi yang mungkin timbul.
"Te, tatap mataku?" Dia meminta hal yang sangat kuhindari. Entah sejak kapan, aku tak bisa lagi menatap matanya dengan biasa saja. Aku menggeleng dan mengelak dari permintaannya.
Lalu, dia menangkup wajahku dengan kedua tangannya, membuatku memejamkan mata agarmata kami tak bertemu. Aku tidak ingin pingsan di sini. "Te, buka matamu." Aku menggeleng dan tak menuruti permintaanya. "Baiklah, kamu membuatku melakukan ini," desisnya membuatku was-was.
Dan duniaku kembali menjadi gelap saat aku merasakan bibirnya di bibirku. Sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
I COFFEE YOU
RomanceAku terlanjur mencari tahu tentangmu, semua hal. Dan aku terlanjur suka padamu, sampai saat ini. Dan ini caraku untuk mengatakan I Love You. Ganti kover untuk dicetak. Naskah akan direvisi dengan POV berbeda.