Aku terbangun karena sebuah teriakan, dengan rasa pening di kepalaku. Bahu kananku sangat pegal. Aku mendapati daguku diperban, yang kemudian aku tahu daguku mendapat enam jahitan. Teriakan yang membangunkanku, adalah teriakan yang sudah aku rindukan. Teriakan yang selama seminggu ini tidak aku dengar.
“ Ibu! Susunya sudah belum?”, teriakan Mas Bintang aku duga.
“ Ibu lagi repot Bintang! Telurnya nanti gosong. Ina! Tolong buatin susu!”.
“ Iya Bu”.
Aku melangkahkan kakiku dengan tertatih menuju ke ruang makan, berusaha secepat mungkin, namun pening yang sangat hebat meyerangku. Entah butuh waktu berapa lama, dan akhirnya aku sampai di pintu ruang makan, dan mendapati si kembar sedang berlomba menghabiskan susu. Di sisi meja yang lain, Mbak Ina menyadari kedantanganku dan dengan senyumnya yang manis, melihatku, dan berkata, “ Lhoh, jingga sudah bangun”. Melihat senyum yang begitu menawan itu, aku hanya tersenyum.
Keluargaku sudah kembali. Kesedihan atas kematian ayah sudah dapat kami lupakan. Kini kami memandang hidup yang akan lalui di depan. Memandang pada sebuah kehidupan berat yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya.
***
Wao. saya tidak percaya terduduk selama tujuh jam di kursi , dan mendapati bahwa saya telah menyelesaikan bab III. Sebuah bab yang sangat panjang. Namun saya berharap bukan sebuah bab yang membosankan :D
Sampai di sini, saya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Dan sampai saat ini pula, saya masih belajar untuk menjadi lebih baik. Untuk itu, saya akan sangat senang apabila ada kritik dan saran yang membangun.
Terimakasih kepada kalian yang mau membaca tulisan saya ini. Bab empat nanti merupakan bab pembuka dari cerita inti. Jadi, tetaplah membaca ya :D
-Mpns-
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA JINGGA MIMPI
Science Fiction"Karena hidup harus berputar, biarlah berputar" Mencoba memahami hidup, Jingga menjalani tiap detik waktu , mewarnainya menuju puncak yang diimpikanya : Jingga. Sebuah kisah tentang hidup, mimpi, dan motivasi.