2

607K 8.8K 213
                                    


Harapan Zora gugur. Arvin tidak membawanya ke hotel melainkan rumahnya. Setelah hari itu Zora tidak berhubungan atau bertemu kembali dengan dosennya itu.

Karena kejadian itu pun skripsi Zora pun terhambat. Arvin tidak menjawab pesannya dan tidak ada di kampus juga.

Tiba-tiba kericuhan di kelas menjadi hening saat seseorang membuka pintu. Zora menahan nafasnya sesaat saat Arvin yang memasuki kelasnya.

"Selamat pagi. Mata kuliah Statistika digantikan oleh saya, sebab Pak Doni sedang cuti menemani istrinya lahiran."

Jika sebelumnya kelas Pak Doni selalu diisi pleh gelak tawa karena dosen tersebut suka melawak, kali ini kelas seperti mencekam. Tidak ada yang berani mengobrol sekalipun.

Di bangku paling belakang, Zora sesak nafas saat melihat Arvin yang memakai balutan hitam-hitam. Kemeja yang pria itu pakai mencetak jelas dada bidang dan juga bisep tangannya.

Saat Arvin sudah memulai menjelaskan materinya, pria itu tidak hanya diam menjelaskan di depan sana. Arvin berjalan mengitari ruangan, sampai dimana pria itu berhenti di belakang kursi Zora.

Mahasiswa semuanya menatap ke layar monitor dan Arvin menjelaskannya dari belakang. Zora menelan ludahnha susah payah, ia hampir saja berteriak saat merasakan tangan Arvin berada di pundaknya, mengelusnya lembut.

Teman-teman Zora berada di depannya, gadis itu tadi telat datang. Jadi Zora hanya kebagian tempat duduk paling belakang. Karena itu Arvin juga berani menyentuhnya.

Lama kelamaan usapan Arvin naik ke lehernya, mengusapnya dengan jempol. Spontan Ozra merapatkan kedua kakinya, ia merasa sesuatu yang tidak enak di bawah sana.

Jantungnya berdegup cepat, Arvin terus saja mengusap lehernya. Sampai dimana ada salah satu mahasiswa bertanya dan Arvin baru menghentikan aksinya.

Zora menghela nafas lega saat Arvin melangkah kembali ke depan. Saat tatapannya bertemu dengan dosennya itu, tatapan Arvin menyelusuri tubuhnya. Apalagi saat Zora sedang memakai tanktop dibalutkan kemeja kotak-kotak yang mencetak dadanya.

Sesi kelas berakhir dan Wilona serta Amora pergi duluan ke kantin agar mendapatkan meja. Sedangkan Zora sibuk merapihkan barangnya, ia tidak sadar jika kelas sudah kosong. Hanya tersisa dirinya dan Arvin yang tengah menatapnya.

Dengan ragu Zora bertanya saat sudah berjalan medekati dosennya. "M-maaf pak, apakah berbuat salah?" Ia bingung mengapa Arvin terus menatapnya.

"Pakaianmu terlalu ketat," jawab Arvin seraya melihat dada Zora terang-terangan.

Tentu saja Zora kaget. Ia mencoba menutupi dadanya dengan kemejanya.

"Kenapa ditutup?" tanya Arvin santai.

Zora tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Maksud P-pak Arvin?"

Arvin mempersempit jarak keduanya hingga ia bisa merasakan deru nafas mahasiswanya. "Minggu kemarin kamu nantangin saya bukan? Saya menyetujui ajakan kamu. Pertolongan saya saat itu dibayar dengan kamu mengangkang di hadapan saya. Kamu setuju?"

Zora sesak nafas. Tidak bisa berkata apapun. Dirinya begitu kaget.

Arvin tersenyum remeh saat melihat ketakutan di mata Zora. Ia memajukan wajahnya hingga berada di kuping Zora lalu berbisik. "Fakta yang kemarin kamu katakan semua itu benar. Saya terangsang melihat dada kamu yang begitu sempurna. Dada kamu saja sudah indah apalagi milik kamu di bawah sana?"

Zora yang sedari tadi memejamkan mata, terpekik kaget saat Arvin menyentuh pinggangnya. "P-pak?!"

Arvin tersenyum miring. Dengan santainya ia menjauhkan tangannya dan melangkah mundur. Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana. Menatap tubuh Zora atas-bawah dengan pandangan nakal.

"Jika kamu mau bimbingan datang ke rumah saya," ucap Arvin setelah itu melangkah keluar.

Zora kaget dengan cepat berkata. "K-kenapa harus di rumah Pak Arvin?"

"Kamu mau di hotel?"

"Pak!" tegur Zora. "Pak Arvin saya mengaku bersalah akan ucapan saya saat itu. Saya mohon maaf, semua ucapan saya hanya bercanda, Pak!"

Arvin tidak menjawab sampai pria itu keluar dari ruang kelas meninggalkan Zora yang terkejut luar biasa akan tingkah dosennya itu.

***

Zora Mengigit jarinya ragu menatap rumah megah di depannya. Gadis itu kira Arvin tidak serius berkata untuk bimbingan di rumahnya. Namun, beberapa hari ini Zora dibuat pusing karena Arvin tetap berkata bimbingan dilaksanakan di rumah pria itu.

Mau tidak mau Zora mendatangi rumah dosennya. Ia mencoba menarik nafas dan mengumpulkan keberaniannya. Saat mobilnya maju hingga di depan pagar rumah tersebut seorang Security mendekati mobilnya, Zora pun membuka kaca mobil.

"Maaf, cari siapa?"

"Saya Zora, mahasiswa Pak Arvin, Pak."

Security itu mengangguk dan langsung membukakan pintu pagar. Zora menatap takjub rumah Arvin yang sangat megah. Ia pun melangkah masuk dan langsung bertemu dengan sosok Arvin yang tengah duduk dengan sebuah iPad di pangkuannya.

"Masuk," ucap Arvin saat melihat Zora di ambang pintu.

Arvin meletakan iPadnya saat Zora sudah duduk di hadapannya. "Duduk di sini," pintah Arvin, menunjuk dengan matanya.

"Gapapa, Pak. Saya di sini saja," jawab Zora dengan canggung.

Arvin diam dan lagi-lagi menatap Zora intens. Zora yang tidak ingin Arvin terus menatapnya seperti itu pun beranjak dan duduk di sebelah Arvin.

Pria itu tersenyum menang. Ia kembali meperkikis jarak keduanya hingga Zora bisa merasakan gesekan dari celana Arvin di pahanya yang terbuka.

Sial, Zora salah memakai pakaian. Gadis itu memakai rok pendek dipadukan crop top.

"Kamu datang ke sini untuk menggoda saya atau bimbingan?" Suara berat Arvin terdengar jelas di telinganya. Sebab jarak mereka yang terlalu dekat.

Zora mengigit bibirnya. "P-pak..."

Arvin terkekeh. "Kenapa? Kamu terangsang?"

Ucapan Arvin terdengar mengejeknya. Dengan kesal, Zora bangkit menjauhi Arvin.

"Kenapa kamu marah? Saat itu saya saja tidak marah dengan perkataan kamu, Zora."

Zora frustasi akan tingkah laku dosennya yang seperti mempermainkannya semenjak dirinya mengejek Arvin yang terangsang karenanya.

"Kamu yang memulainya dan kamu harus bertanggung jawab." Arvin tertawa. "Kemarin saya masih bisa menahannya, namun kini saya tidak bisa. Salah kamu selalu memakai pakaian yang terbuka saat bersama saya."

Sebenarnya Zora tidak berniat memakai pakaian seperti ini saat mengunjungi dosennya, namun sebelum ia ke rumah Arvin tadi Zora hangout bersama kedua temannya. Zora lupa jika dirinya tidak pantas berpakaian seperti ini jika bertemu dosennya.

Selanjutnya, Zora terpekik kaget saat Arvin menariknya lalu menciumnya. Kegat bercampur malu karena ada seorang ART yang tidak sengaja lewat dan melihat keduanya. Kedua tangan Zora mencoba mendorong dada Arvin. Namun tangan Arvin mengunci kedua tangannya, satu tangannya menekan di belakang leher agar Zora tidak menjauhkan wajahnya.

Selang beberapa menit melumat bibir Zora, Zora pun menyerah. Gadis itu mulai membalas pangutan bibir Arvin. Tangan Arvin mengarahkan kedua tangan Zora agar menglungkan di lehernya. Zora mendesah rendah saat Arvin meremas bokongnya, lalu berlanjut mengusap punggungnya sensual.

Arvin melepaskan tautan bibir mereka saat merasa Zora sudah kehabisan nafas. Dari jarak dekat pria itu menatap Zora dengan nafas memburu, begitupun dengan Zora dirinya sudah terangsang akibat tabgan Arvin saja.

"Kamar?" bisik Arvin dengan suara serak.

Entah apa yang merasuki Zora hingga menganggukan kepalanya menyetujui ajakan Arvin. Peresetanan dengan status mereka. Keduanya sudah diselimuti nafsu yang membara. Arvin sudah tidak tahan menahan hasratnya kepada Zora. Zora tidak bisa menolak sentuhan Abhi yang membuatnya melayang.

***

Hot LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang