4

601K 8.5K 120
                                    

Vote dan commentnya jangan lupa yaaa.

***

"Bagian metode kamu perbaiki lagi dan kesimpulan juga tidak menjawab tujuan penelitian."

Zora menangguk paham. Walau perhatiannya sedari tadi fokus pada Arvin yang bertelanjang dada di hadapannya. Zora masih di rumah Arvin, setelah permainan panas mereka tadi malam, paginya Zora langsung meminta dosen pembimbingnya itu untuk mengoreksi skripsinya.

Arvin yang hanya memakai celana pendek hitam, tidak memakai atasan serta rambut acak-acakan ditambah lagi menggunakan kacamata, membuat Zora menggila akan ketampanan Arvin.

Zora tidak penah melihat Arvin dalam penampilan berantakan seperti sekarang, apalagi dengan sesuatu bercak merah di leher pria itu akibat ulah Zora. Pikiran Zora melayang mengingat kejadian kemarin malam.

Arvin sungguh lihai di ranjang, pria itu gagah dan kuat. Sudah beberapa kali Zora keluar, bamun pria itu masih saja bertahan. Apalagi Zora ingat ucapan Arvin yang memanggilnya dengan sebutan sayang.

"Sudah puas melihat tubuh saya?"

Suara berat Arvin memecahkan lamuan Zora yang melihat ke arah tubuh Arvin. Wajah Zora memerah. Sial, ini karena pesona dosennya itu tidak bisa dianggurkan.

"Selebihnya tidak ada yang perlu direvisi. Perbaiki metode dan kesimpulan saja," ucap Arvin seraya menutup skripsi Zora.

Tangan Zora terulur mengambil lembaran skripsinya, saat ia membuka bagian metode. Matanya membulat, banyak coretan memenuhi kertasnya.

"Pak, kenapa harus dicoret segini besarnya?" Kesal sudah dirinya. Zora tadi tidak memperhatikan Arvin, ia hanya fokus pada tubuh Arvin yang menggoda di matanya.

"Memangnya kenapa?"

"Pak Arvin masih bertanya kenapa?!" Zora mendengus kesal. "Ngeprint itu mahal, Pak!"

Karena bukan sekali dua kali Arvin mencoret-corer skripsinya. Walau ada juga dosen seperti itu, namun setiap bimbingan skripsinya selalu dicoret padahal hanya kesalahan di front waktu itu.

Arvin menyenderkan badannya pada sofa, kedua kakinya dibuka lebar. "Nanti saya yang bayar," ujarnya santai.

Zora menatap kesal Arvin. "Serius?"

Arvin mengangguk. "Tapi ada syaratnya."

Zora memutar matanya kesal. Sejak kejadian tadi malam, pria yang tadinya dingin dan kaku kini menjadi pria mesum. Zora yakin sifat asli dari Arvin itu seperti saat ini yang memberi syarat tentunya mengarah pada hal-hal tidak jauh dari kemesuman.

"Apa? Jangan aneh-aneh ya, Pak!"

Arvin terkekeh saat Zora seperti sudah mengetahui syarat. "Come here." Pria itu menepuk pahanya.

Zora berdecak. "Tuh kan dugaan saya benar! Saya tidak mau, Pak!"

"Yakin? Skripsinya kamu mau lancar bukan?" sahut Arvin.

Inilah yang membuat Zora tidak bisa menolak semua perintah Arvin. Pria itu mengancamnya menggunakan skripis.

Dengan hati yang tidak rela, Zora pun melangkah mendekati Arvin dan duduk di pangkuan pria itu.

Satu tangan Arvin melingkar di pinggang Zora, satunya di paha wanita itu, mengelusnya di sana. Sebab Zora hanya memakai kaos putih milik Arvin dan tidak memakai celana.

"Kamu sengaja menggoda saya?" tanya Arvin.

Dahi Zora berkerurt bingung. "Hah?!"

Hot LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang