Bab 5 : Ada Dia

425 65 4
                                    

Arissa meminta adiknya turun dari mobil untuk membukakan gerbang. Mereka sampai di rumah hampir tengah malam, beruntung malam ini Azizah meminjamkan mobil kepada mereka berdua, membuat Arissa tak perlu khawatir masuk angin karena terpaksa mengendarai motor.

Ya, di rumah ini yang memiliki mobil hanya mamanya, Arissa dan Zahiirah memiliki motor. Mobil itu sudah lama menemani keluarga mereka, saat empat tahun lalu ayah mereka meninggal dunia, Azizah lebih sering mengendarai mobil itu dibanding motor.

Bisa dibilang itu adalah cara Azizah mengobati rindunya. Hal itu pula yang membuat Azizah jarang mengizinkan anak-anaknya mengendarai mobil tersebut, takut hal buruk terjadi pada mobil penuh kenangan itu.

Arissa memarkirkan mobil ke garasi, kemudian mengambil belanjaannya dan sang adik di jok belakang. Malam ini ia benar-benar melupakan kejadian tadi pagi, bahkan merasa tak terjadi apa-apa di hidupnya.

Ekor mata Arissa tak sengaja menangkap motor yang terparkir di depan rumah, tadi ia sempat melihat, tetapi tak menggubris. Sekarang baru diingatnya bahwa tadi pagi ada masalah di rumah tangganya.

Ia segera masuk ke dalam rumah melalui pintu garasi yang terhubung ke ruang tengah, kaki menuju ruang tamu, mendapati Julian dan mamanya berada di sana, tengah mengobrol, di hadapan mereka terdapat dua cangkir kopi dan sepiring martabak.

Arissa tersenyum miring, kelakuan suaminya seperti bujang yang tengah mendatangi rumah pacarnya. Ia berdecak, kemudian mendekati mereka berdua.

"Mau ngapain di sini?" tanyanya pada Julian.

Suaminya itu menatap dari atas kepala sampai kaki, kemudian mata itu tertumpu di enam paper bag yang ada di kedua tangan Arissa.

"Kamu pulang belanja?" Julian malah balik bertanya.

"Iya, mau ngapain lagi, selain habisin duit?" Arissa menjawab dengan sedikit jumawa.

Ia hanya ingin pamer kepada Julian bahwa dirinya pun bisa menikmati hidup meskipun mendapatkan masalah. Walau sebenarnya tadi Arissa beberapa kali protes kepada adiknya karena terus mencomot pakaian yang dirasa pas ketika Arissa mencobanya.

"Kalau nggak ada kepentingan, mending pulang sekarang, takutnya Tante kesayangan kamu nyari," ujarnya, kemudian berbalik untuk menuju kamar.

"Rissa," panggil Azizah, "duduk dulu, yuk, selesaikan masalah."

Arissa memutar bola mata. "Nggak bakal selesai, Ma, dia dengan pendapatnya, dan aku dengan pendapatku. Jadi, ini nggak bakal selesai."

Ia kembali menatap sang suami. "Nyuruh aku yang mengalah? Nggak akan."

Kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang tamu. Melihat Julian yang diam saja, membuat Arissa merasa menang. Ya, Julian pasti tak bisa membantah karena ini adalah rumah Arissa, daerah kekuasaan. Jika terjadi pertengkaran, maka semua orang akan membelanya.

"Kenapa, Kak?" Zahiirah ternyata masih menunggu di anak tangga.

"Nggak apa-apa," Arissa menggeleng. "Besok ada rapat lagi?"

Zahiirah menggeleng, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa sangat antusias dengan apa yang akan dilakukan besok.

"Tunggu aja, besok adalah hari besar!"

**

Hari besar yang dikatakan Zahiirah akhirnya berlalu, adiknya itu membangunkannya yang masih tidur di jam lima pagi, kemudian menyuruh mandi, dandan, dan membaca skrip.

Arissa kaget bukan main saat menerima enam lembar kertas yang harus dibacanya. Seketika ia merasa menjadi seorang artis, kini Zahiirah benar-benar menanamkan konsep di setiap kontennya, bukan sekadar gambar, edit, dan jadi.

Setelah mendapatkan tiga konten video untuk short di youtube dan satu video berdurasi belasan menit, Arissa akhirnya bisa beristirahat. Ternyata konsep yang direncanakan adiknya memakan waktu berjam-jam, bahkan Arissa tidak dibiarkan untuk makan siang.

"Tinggal edit," Zahiirah tersenyum puas setelah memotret hasil lukisan Arissa, "makan, gih, kayaknya Mama tadi minta Mbak Neneng buat nganterin ayam geprek."

Arissa seketika bangkit dari tidurnya. Warung milik Mamanya menyediakan bakso dan mi ayam, sementara itu ayam geprek menjadi menu terbaru yang mulai dijual hari ini.

Mereka berdua sudah pernah mencobanya sebagai tester, setelah merasa layak untuk dijual, Arissa dan Zahiirah mengacungkan jempol kepada Azizah, dengan harapan hari ini banyak yang memesan ayam geprek tersebut.

Arissa bangkit dari berbaringnya, segera melesat ke pintu keluar karena perut sudah sangat ingin diisi. Hari ini Zahiirah benar-benar berubah menjadi sutradara yang kejam.

"Tunggu, boleh gue nanya?" Arissa yang belum mencapai pintu, kembali menoleh pada adiknya, "kenapa lo seantusias itu bangkitin channel kita?"

Zahiirah yang masih sibuk dengan kamera, mengalihkan pandangan pada kakaknya itu, lalu tersenyum penuh maksud.

"Biar gue pas lulus kuliah, nggak perlu cari kerja," jawabnya dengan sangat santai, "Kakak gue, kan, bisa gaji gue, ada asuransi pula."

Memang Arissa membayar asuransi kesehatan adik dan mamanya setiap bulan, tetapi bukan berarti adiknya menjadikan itu alasan agar tidak harus mencari pekerjaan.

"Ini nggak bisa selamanya dilakuin, Rah."

"Kenapa? Asalkan Kakak nggak malas, pasti bakalan ada yang datang buat nonton."

Arissa berekspresi datar, membuat adiknya itu terkekeh pelan. Ia sudah biasa dengan kenaifan adiknya, maka akan dilakukan selama tidak merugikan.

Dering ponsel di atas kasur membuat mereka berdua menoleh, Arissa memutar bola mata karena tahu siapa yang meneleponnya saat ini.

"Bukan Kak Julian," ujar Zahiirah yang berada di dekat ponsel tersebut, "Kak Rania?"

Ah, apakah Julian bercerita ke kakak-kakaknya bahwa mereka sedang bertengkar?

Arissa berdecak kesal, meskipun begitu telepon dari Rania diterimanya dan siap mendapatkan ceramah dari Kakak kedua Julian yang lebih banyak diam, tetapi sekali bicara sukanya pamer segala yang dipunya. Ya, itu karena Rania mendapatkan suami kaya sampai tujuh turunan, kehidupan wanita itu tak kurang apapun.

"Halo, Kak?" sapanya.

"Sa, kamu di mana?"

Arissa duduk di kasurnya. "Di rumah Mamaku, kenapa, Kak?"

Terdengar Rania menghela napas kasar. "Sebenarnya Julian nggak mau Kakak kasih tahu kamu, tapi ini harus."

"Dia... nyembunyiin sesuatu dari aku?" Arissa mengerutkan kening, "apa itu, Kak?"

"Kamu tahu, suamimu pinjam uang dua puluh juta ke Kakak."

Pupil mata Arissa melebar sempurna. "Hah? Kapan, Kak?" tanyanya, seketika berdiri karena panik.

"Dua bulan lalu, katanya mau nebus BPKB mobil mama kamu yang digadaikan."

Arissa menggeleng, meskipun tahu bahwa Rania tak bisa melihatnya. "BPKB mamaku aman-aman aja, Kak, nggak kami gadaikan. Lagian, kami buat apa minjem duit sebanyak itu?"

Ya, menurut Arissa uang sebanyak itu belum diperlukan, karena Arissa lebih baik menabung daripada berhutang, apalagi sampai menggadaikan harta benda yang masih dipakai setiap hari.

"Julian bilangnya kayak gitu, Sa, makanya Kakak pinjami karena yakin kalau Mama kamu bisa lunasin, tapi udah dua bulan berlalu nggak ada kejelasan."

"Nggak, nggak mungkin." Arissa meraih kunci motor miliknya, ia akan menanyakan langsung pada sang Mama. "Aku pergi dulu nanya ke Mama, Kak. Nanti aku telepon lagi kalau udah nemu jawabannya."

"Kalau bisa jangan sampai berantem, Sa. Kakak kasih tahu kamu karena Julian udah nggak mau angkat telepon Kakak."

Arissa menggigit bibir bawahnya, rasa lapar kini menghilang seketika karena masalah tersebut. Sementara itu Zahiirah dibuat bingung dengan tingkah kakaknya yang terburu-buru keluar kamar.

**
Vote dan Komeeen

Kupilih Berpisah (On-Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang