2

2.1K 112 3
                                    

Pagi dimulai dengan rutinitas Apo yang menyeduh teh. Selama puluhan tahun ia tak pernah bosan ngeteh pagi sambil memandangi rerumputan hijau yang luas di balik jendela besar kamarnya. Mile yang mengetahui kebiasaan sang istri pun, langsung menghampiri dan memberi morning kiss-nya. Kebiasaan pagi mereka dihabiskan dengan duduk santai dan berbicara hal-hal yang ringan.

Jemari telunjuk Apo memutari tepian cangkir. "Apakah ada yang mengganggu pikiran mu?" Mile merasa dahi Apo terlalu banyak berkerut. Apo memang banyak berpikir ke depan. Terlalu banyak beban yang ia pikul selama mendampingi Mile. "Bagaimana pendapat mu tentang Krittanun?" Tangan Mile menggengam tangan Apo dan menepuk nya pelan. "Dia anak yang polos, cengeng, konyol, payah, manja, ceroboh dan suka seenaknya sendiri. Bagaimana bisa Meen mencintai orang seperti itu bahkan dari pandangan pertama?"

Apo mencubit perut Mile. "Kau ini. Apa tidak ada hal baik yang kau lihat darinya?" Mile mengendikkan bahu tak peduli. Ia seperti tak bisa menilai orang lebih baik dari Apo. Baginya Apo adalah standar sempurna. Ketika ia berhadapan dengan orang yang sifatnya berkebalikan, orang itu tak akan terlihat di matanya.

"Menjadi tugasku untuk melatih dirinya agar dia punya nilai tambah. Di hadapan mereka aku seperti mertua jahat. Tak tahu saja Meen, Daddy-nya bahkan mengolok-olok pasangan nya." Suasana hati Apo menjadi tidak baik. Bibirnya cemberut, serasa ingin dikecup. "Sayang, kau yakin dia cocok untuk Meen?" Mile sebenarnya memang tak terlalu peduli tentang pasangan anak-anaknya. Tapi jika itu mengganggu pikiran Apo, bisa dengan mudah ia hilangkan.

"Hm. Aku harus menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Jadi ketika aku pergi, anak-anak bisa memiliki pasangan yang mengurus mereka dengan benar." Mile tak suka bila Apo selalu overthinking hal yang tak perlu. "Kemana pun kau pergi aku ikut. Kita akan bersama selamanya, bahkan di kehidupan selanjutnya."

Pagi yang indah oleh pasangan yang telah berjanji setia selamanya. Setelah lama menghabiskan waktu bersama di kamar, Apo memutuskan untuk keluar. Langkah tegap Apo menuju ke kamar Krittanun Wongsavanischakorn yang akan segera berganti marga. Seorang maid mengatakan bahwa Ping tak bersedia turun untuk sarapan dan belum makan apa-apa sejak semalam.

"Hubungi Krittanun. Minta dia untuk menemui saya di area kolam renang." Maid terbuat mengangguk patuh dan segera menjalani perintahnya. Kurang dari lima menit, Ping datang menyusul. Matanya bengkak sembab pasti karena habis menangis semalaman. Entah apa yang harus ditangisi. Apa semalam ia keterlaluan, sepertinya tidak.

Apo menepuk tangan dua kali, lalu datang dua pengawal berperawakan tinggi tegap. "Mereka akan menjadi pengawal pribadi mu." Ping tampak jauh lebih pasrah sekarang. Ia tak menyela ataupun membantah. "Baik Nyonya. Saya akan mulai menerima keadaan mulai sekarang," Apo tersenyum lega. Ping mau menurutinya sekarang. "Panggil Papo saja kalau begitu. Sebenarnya kamu terlalu muda untuk menjadi menantu pertama keluarga ini. Usia mu bahkan lebih muda dari usia putra keempat kami, Panuwat Romsaithong. Jadi, jangan membuat kami menyesal memilihmu."

Ping berpikir sejenak. "Jika aku tidak pantas untuk Meen. Apa yang akan terjadi selanjutnya?" Apo menyeringai, "Kau akan kukembalikan pulang ke rumah mu secara terhormat seperti waktu aku menjemput mu." Tangan Ping mengepal, ia tak terima dipandang rendah. "Akan kubuktikan aku layak dan pantas di sini."

"Kita lihat saja," Apo benar-benar menunggu momen di mana Ping bisa menjadi tangguh dan membuka hati untuk Meen. Karena hanya dia yang bisa meluluhlantakkan hati anak pertamanya. Sejauh ini, Meen hanya fokus pada pekerjaannya, ia tak pernah memikirkan seseorang. Maka, ia berharap mereka bisa bersatu dalam kebahagiaan.

Berbeda dengan putra pertama. Jirawat Romsaithong, putra kedua Mile Apo tak begitu tertarik dengan bisnis. Ia lebih suka bekerja di bawah sorotan kamera. Memiliki lebih banyak waktu hang out bersama sahabat nya dibandingkan keluarga. Seperti hari ini, sehabis shooting pemotretan iklan. Dew bersama sahabat karibnya memesan sebuah private bar untuk menikmati waktu lebih privasi.

RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang