~Dia Sudah Tiada (15)

23 3 0
                                    

Assalamu'alaikum temen-temen..

Gimana nih kabarnya?

Huhuu.. Udah lumayan lama aku gak update cerita ini😕 mikir alurnya sampe beberapa hari dan sebagai balasannya, ayoo vote and koment ini cerita. 🤗😍

Happy reading semuaaa...

• ..... |

• ..... |

Sepi? Sedih? Kangen? Pasti. Orang tua mana yang gak sedih kalau anaknya sudah meninggalkan nya untuk selama-lamanya.

Melamun.

Ini adalah gambaran seorang wanita yang saat ini sedang duduk termenung dengan pandangan kosong menghadap balkon kamar yang langsung tertuju di jalanan kota New York itu. Sudah lama ia seperti itu. Mengurung diri di kamar menjadi kebiasaannya sejak sang putra tiada.

Hal ini membuat David bingung sendiri. Segala cara sudah ia coba untuk membujuk sang istri. Maya juga sama sekali tidak mau makan. Cara apalagi Ya Tuhan, agar Maya mau menuruti perkataan nya? Tanya nya dalam hati. Untung saja David masuk ke jajaran suami yang sabar. 🥰

"Sayangg" David masuk ke kamarnya. Memanggil Maya tetapi sama sekali tidak mendapat jawaban. Kini jaraknya dengan Maya hanya tinggal beberapa meter saja. David melihat Maya dari belakang, prihatin, sambil menghela napas lalu memijit pangkal hidungnya.

"Sayangg.. Makan dulu yuk. Mau makan apa? Biar aku beliin. Nasi padang? Atau cumi balado? Kesukaan kamu. Nanti kita balik ke Indo atau kita turun ke bawah atau terserah aja deh mau makan dimana aja aku turutin" David mencoba menghibur Maya.

Ia merubah posisinya menjadi jongkok di depan Maya. "Asal jangan kayak gini terus. Aku kasihan sama kamu. Tubuh kamu juga butuh asupan biar ada energi. Aku takut kalau kamu sampai sakit. Aku gak mau itu terjadi. Emang kamu gak kasihan sama badan kamu? Kamu sekarang jadi kurus gini loh"

Satu gelengan pelan. David mencoba bersabar lagi dan lagi.
"Kenn.. Aku pengen ketemu Ken" Maya akhirnya bersuara.

"Aku kangen sama Ken. Mas, tolong bawa Ken kesini, aku, kangen dia"

David menggelengkan kepalanya. Terbesit rasa sedih, prihatin kepada istrinya. Ia sudah cukup kuat untuk menguatkan Maya. Kalau Maya sudah mengangkat tangan seolah sudah tidak kuat lagi, maka ia lah yang pertama kali dicari. Pasti. Maka, ia juga harus menjadi tameng saat istrinya sedang tidak baik-baik saja.

"Ma, dia sudah tiada. Berhenti berpikir kalau dia masih ada di sisi kita. Oke, kita akan tetap anggap Ken masih ada disini, dengan kita. Tapi enggak sama raganya yang sudah melebur dengan tanah. Belajar mengikhlaskan, aku yakin kamu bisa. Kalau kamu kayak gini terus, yang ada Ken bakalan sedih di atas sana" lalu David meraih tubuh Maya yang bergetar hebat dengan isak tangisnya. David merasakan bahunya basah karena air mata Maya.

"Ssttt.. Mama Maya nggak boleh sedih terus" David menirukan gaya bicara Ken.

"Kamu bener mas, kamu bener. Aku nggak boleh kayak gini terus. Aku harus bangkit, aku harus kuat demi Ken di atas sana. Dasar, Maya lemah! Ibu macam apa aku ini. Bersikap seperti anak kecil" ucap Maya lalu menghapus jejak cairan bening itu. Matanya sembab, dan masih dengan isak tangis yang ia coba tahan.

David tersenyum ke arah Maya. Lalu jarinya membentuk 'jempol sip👍' dengan cepat, ia mencium kening Maya.

"Nah, gini dong. Kita berdua harus kuat. Kamu nggak boleh sedih lagi. Nanti Ken di sana juga sedih kalau lihat kamu kayak gini"

"Iya, aku mesti kuat. Nggak boleh melow melow terus gini"

"Yaudah kita makan dulu, kamu pasti laper" setelah itu mereka berdua pun turun ke bawah untuk makan.

***

Disisi lain..

"Anak mapa laper gak?" tanya Rani kepada anak kecil yang saat ini duduk di pangkuannya.

{mapa: mama papa. Panggilan baru lagee}

"Kei laper ma. Mau maem"

"Kalau.. Makannya di rumah, terus masaknya bareng bareng mau gak?" tawar Rani.

"Maksud kamu, kita masak bareng?" tanya Dimas, dan Rani mengangguk.

"Yeeee.. Asiikkk. Masak, masak"

"Oke, kalau gitu. Bahan bahan ada di kulkas semua kan?" tanya Dimas

"Ada kok"

Lalu, keluarga kecil itu berkutat di dapur. Perdana, masak makanan banyak bareng suami, kata Rani.

"Kei sayang, jangan main tepung yaa. Nanti aja mainnya sayang" ucap Rani yang melihat wajah putrinya cemong cemong karena tepung, lalu mengambil alih tepung itu. Untung kesabarannya setebal dompetnya.

Rani kesal sendiri, karena dari tadi hanya ia yang memasak. Dimas? Ia malah menganggu Rani dan bermain dengan Kei.

Beneran deh, nggak enak banget kalau masak dingangguin. '__'

Setelah lama berada di dapur, akhirnya matang semua hidangannya.

"Woahh akhirnya mateng jugaa. Masakan Dimas" ujarnya berbangga sambil menepuk dadanya. Padahal dari tadi yang memaksa kan Rani.

"Ekhemm. Perasaan dari tadi aku deh yang masak, kamu kan cuma main main sama Kei sama gangguin aku"

Hadeeuhh

Dimas malah menyengir tanpa dosa. Untung Dimas ini suaminya.

"Mama.. Kei laper"

Rani menepuk jidatnya. Lupa, kalau anaknya sudah kelaparan dari tadi.

"Aduhh maaf sayang, mama lupa, yaudah makan yuk" ajak Rani

Sudah ada berbagai macam makanan yang tersaji di meja makan.

Dimas geleng-geleng kepala melihat jenis jenis makanan itu sambil melihat lihat.

Rani pun mengambilkan makan untuk suaminya, anaknya, dan untuk dirinya sendiri pastinya. Kei sudah bisa makan sendiri walaupun nanti bakal cemang cemong. Dimas juga sudah mengajarkan Kei untuk mandiri sejak usia dini.

Tidak ada suara kecuali suara dentungan sendok dan garpu yang menyatu.

"Coba kalau Kei punya kakak. Pasti tambah seru" nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Kei mengucap seperti itu.

Padahal tadi nggak ada yang bicara.

Uhuukk.. Uhuukk

Gimana part kali ini? Janlup vote and koment, boleh juga direkomendasiin ke teman"nyaa..

Pacarku Ternyata Kembaranku SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang