"KENN"
"Mama kangen banget sama kamu nak. Mama nggak mau kehilangan kamu lagi" Maya masih belum mengurai pelukannya. Dan yang didekap hanya bisa diam saja, ia disini tidak punya siapa-siapa selain orang-orang yang ia anggap keluarga di Panti ini. Ia merasakan kenyamanan saat dipeluk dengan wanita yang sama sekali tidak ia kenali.
Anak balita tadi pun membalas pelukan Maya.
"A-aku bukan Ken"
Deg!
Maya tersentak kaget, lalu cepat-cepat ia melepas pelukannya dengan bocah itu. Dan benar saja, 'dia' bukan Ken-nya. Tapi kenapa rasanya nyaman sekali memeluk anak itu, layaknya aku memeluk putraku sendiri. Batin Maya dalam hati.
David dan Santi segera menghampiri. "Ma, dia nggak akan kembali lagi. Ikhlas ma"
"Pa.. " Air mata Maya menetes. Dia sangat merindukan anaknya.
David yang tahu kondisi ini pun segera menenangkan istrinya. "Sssttt.. Udah yaa"
"Maaf nak, saya kira kamu tadi anak tante" Maya segera menghapus air matanya menggunakan jari jemari lentiknya. Meninggalkan mata yang merah dan sembab.
"Ndak apa apa tante" Maya tersenyum kemudian tangannya bergerak naik mengelus rambut hitam anak yang berada di depannya. Lalu ia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan tinggi bocah itu.
"Apa tante boleh meluk kamu sebentar?" Bocah itu pun mengangguk, dengan perasaan yang senang dan tengah menahan segala kerinduannya dengan almarhum Ken, Maya segera memeluk erat tubuh bocah itu.
"Nama kamu siapa?"
"Yudha tante" Maya menanggapinya dengan ber-oh. "Kalau nama tante, Maya" Bocah itu manggut-manggut.
Maya melepas pelukannya dengan Yudha. "Yudha, mau kesana nggak?" Yudha mengikuti arah tunjuk Maya, Maya mengajaknya duduk di taman yang disetujui oleh Yudha.
Santi izin masuk ke dalam panti kepada David, karena dia tidak mau menganggu waktu Maya dengan Yudha, David meng-iyakan, setelah itu David menyusul istrinya serta Yudha.
Dari kejauhan, ia bisa melihat tawa sang istri untuk pertama kalinya sesudah kepulangan putranya kepada sang pencipta. Tawa yang sangat ia rindukan setelah beberapa lama menghilang, akhirnya ia bisa melihat tawa itu kembali walaupun bukan dia yang menghibur Maya, David tidak mempermasalahkannya asalkan Maya bisa tersenyum lagi, itu sudah lebih dari cukup baginya.
Entah sedang membicarakan apa, tapi mereka berdua terlihat sudah saling akrab padahal baru saja berkenalan beberapa menit yang lalu.
Kaki-kaki jenjangnya melangkah menghampiri dua orang yang sedari tadi ia perhatikan. Kemudian ia mendudukkan dirinya di kursi kosong. Sekarang posisinya Maya-Yudha-David. Sungguh, momen seperti ini membuat kedua orang dewasa itu deja vu. Walaupun tidak mengungkapkan nya secara langsung, tetapi mereka berdua memiliki ikatan batin yang kuat, lewat telepati.
Mencoba mengikhlaskan seseorang yang sangat kita sayangi yang telah pergi untuk selamanya bukanlah hal yang mudah. Butuh proses yang panjang, dia tidak mau mengulangi keegoisannya untuk kedua kalinya, Ken sudah bahagia dan tenang di tempat barunya yang tentunya tidak dapat dijangkau oleh siapapun. Hanya doa yang bisa mereka panjatkan disini. Dia tidak mau menghalangi jalan Ken menuju tempat barunya. Cuman masalah menunggu waktu, semua makhluk pasti akan meninggal dan itu sudah menjadi takdir Tuhan, mati adalah sesuatu yang pasti dan hanya tinggal menunggu giliran.
Terimakasih nak Yudha, berkat kamu, istri saya bisa tertawa kembali. Batin David
~|~
~|~
~|~
"Kei.. sayang jangan lari lari nak. Awas jatuh" Rani kuwalahan sendiri melihat tingkah Kei yang super hiperaktif.
Brug!
Baru saja mamanya selesai bicara. Kei kecil jatuh dengan posisi tengkurap. Ia tidak menangis, lalu langsung bangkit dan menampilkan cengirannya pada sang mama.
Rani geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya. Kei menghampiri Rani dengan mimik mukanya yang terlihat tenang dan polos.
"Kann, udah mama bilangin juga jangan lari lari. Jatuh juga kan"
"Bwahahahaha" Kei cekikikan sendiri.
Bocah aneh. Batin Rani
"Cuman lecet dikit, mama obatin sini"
"Oke ma"
Sambil menunggu sang ibu mengambil kotak p3k, ia duduk dikursi taman, iseng memetik bunga milik Rani, bunga lavender. Bunga itu adalah bunga kesukaan ibunya.
Banyak bunga lavender yang sudah jatuh berserakan di rumput karena ulahnya. Ia malah menyengir sambil tertawa tanpa dosa.
"Kei, ayo mama oba--" Belum sempat Rani menyelesaikan omongannya, ia kaget melihat Kei yang dengan santainya memetik bunga favoritnya lalu menoleh ke belakang mendapati wajah Rani yang terlihat frustasi berat. Itu adalah bunga lavender yang ia beli di Spanyol saat liburan. Sudah lama ia mengidam-idamkan bunga itu.
"Astaghfirullah Kei sayang. Bunganya jangan dipetik, kasihan loh nanti bunganya nangis"
"Hehehe. Maaf ma"
"Lain kali nggak boleh gitu lagi yaa. Itu kan bunga kesukaannya mama" Kei manggut-manggut. "Sini, mama obatin lukanya Kei" Dengan telaten Rani membersihkan lecet dilutut putri kecilnya lalu memberinya betadine. "Shh, aww" Kei meringis karena obat merah itu mengenai lukanya, tapi dia tidak menangis kok, kan Kei anak yang hebat dan kuat.
"Aduhh, maaf sayang. Pasti perih yaa, maafin mama ya nak" Lalu ia meniup luka lecet Kei. "Kei ndak apa apa ma, kan Kei anak hebat" Rani tersenyum menanggapi "Anak pintarnya mama"
~•~
~•~
~•~
hola! sudah lama nggak update, semoga sukaa! ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Ternyata Kembaranku Sendiri
Teen FictionApakah yang akan terjadi jika mempunyai pacar yang ternyata adalah kembaranku sendiri? Gue adalah Keira Wijaya. Yang gue tahu adalah gue anak tunggal dari keluarga Wijaya. Tapi nyatanya, gue punya saudara kembar yang dirahasiakan ortu gue. Sekiranya...