01: Namamu Siapa?

581 104 1
                                    

Seyogianya seorang gadis remaja yang baru saja menemui bahagia, manik indah itu tak pernah luput memberi binar-binar suka cita.

"Namamu siapa?"

Terkejut sedikit, ia akhirnya mengalihkan pandangannya yang tadi menatap pada ramainya umat manusia di bawah sana, kini kembali menatap pada gadis yang berada di depannya.

"Aku Mala..."

"Oh Mala, aku Hasya."

"Dan ini, Khana," lanjutnya kembali.

Gadis yang bernama Khana itu kemudian kembali menggerakkan tangannya, menyusun sebuah kalimat yang mengambang di udara.

"Khana bilang dia senang bisa kenal kamu,"

Perlahan dahi yang tadinya mengkerut kini kembali lagi seperti sedia kala, "aah, aku juga senang bisa kenal kamu."

Maka, tanpa pikir panjang Hasya pun turut mengartikan kata-kata Mala dalam bahasa isyarat. Lalu bibir Khana terbuka untuk tertawa, detik berikutnya Khana mengacungkan jempolnya ke hadapan Mala.

Meski tak mengerti, namun Mala tahu bahwasanya Khana pasti lah gadis yang baik, dan seperti kata-kata yang terucap dari sudut bibirnya, ia senang bisa berkenalan dengannya, lebih tepatnya pada keduanya.

Udara dingin mulai menyapa permukaan kulit ia yang hanya bertutupkan sebuah cardigan jarang rajutannya itu, Mala menggosok-gosokkan antara satu tangannya dengan tangan yang lain.

Hasya tak buta, semua yang terpampang nyata di depannya itu ia mengerti. Kemudian setelah habis masanya menaiki wahana yang sangat didamba oleh Mala, ketiganya turun dengan baik.

Khana menengadahkan tangannya,

Satu tetes

Dua tetes

Tiga tetes

"Hasya, ini hujan."

Hasya mengangguk, "ayo berteduh sebelum makin lebat."

Bukannya apa-apa, tapi melihat interaksi antara keduanya, Mala seperti tengah menonton film asing tanpa subtitle.

"Mala, ayo cari tempat berteduh,"

Ada kalanya, Mala akan menjadi orang terplanga-plongo yang pernah ada. Sama halnya dengan saat ini, apabila Hasya tak berkata, maka mungkin saja Mala sudah basah kuyup saat ini juga.

"Kamu kedinginan?"

"Iya Sya, ini dingin."

Cardigan siapa pula yang tiba-tiba berada di atas pundaknya, jika bukan milik gadis pemilik toko roti itu.

"Bilang pada Khana, pakai saja daripada dia menggigil kedinginan."

Hasya mengangguk, "Mala bilang, pakai saja ya?"

"Lalu bagaimana dengan dia?"

"Sudah pakai saja, kami masih bisa mengatasi dingin ini."

Seulas senyuman teduh nan candu Hasya berikan pada Mala, "makasih mbak,"

"Panggil saja Mala," tuturnya dengan rasa tak enaknya.

"Ah iya Mala, makasih banyak ya, padahal aku tahu kamu juga pasti kedinginan."

Mala menggeleng cepat, "enggak kok, aku biasa saja."

"Lagipula dingin tuh enak," sambungnya kembali.

Hasya tersenyum simpul, Mala memang memiliki pesona yang luar biasanya agaknya.

Selepas hujan mereda, Mala kembali menoleh pada eksistensi Hasya dan Khana. Ia tersenyum kecil kala menyadari kelopak mata keduanya sedari tadi tertutup perlahan, kemudian terbuka lagi dengan cepat, begitu terus sampai tawa Mala pecah, membuat kesadaran keduanya kembali datang.

Untuk Hasya | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang