07: Jatuh Suka

345 77 8
                                    

Mala agaknya dicipta saat Tuhan tengah tersenyum. Lihatlah betapa indahnya gadis jangkung ini, semua yang ada pada dirinya itu luar biasa.

Semua kata di dunia tentang suka benar-benar tak cukup untuk mengatakan bagaimana Hasya menyukainya, semua kata tentang keindahan? itu juga tak cukup, karena ia lebih dari semuanya.

Dirinya tak tahu pasti kapan itu terjadi, namun perasaan aneh ini yang jelas telah mekar tanpa meminta izin pada empunya. Cukup lama ia perhatikan Mala yang tengah tertidur lelap, seakan-akan alam semesta hanya pada satu daksa ini saja.

Silau yang perlahan menelisik dari balik celah gorden, berhasil membuat pergerakan pada seonggok daging lainnya yang berada di sebelahnya.

"Udah lama bangunnya?" Tanyanya masih dengan sedikit terpejam.

Hasya beralih menatap langit-langit kamar, "belum terlalu sih."

Setelahnya hanya hening di sela hangatnya kemilau surya lah yang kini mendekap hangat sepasang daksa rapuh jiwa.

"Hari ini mau pamit sama Hima?" Tanyanya sedikit menoleh.

Hasya tampak berpikir sejenak, "bukannya kamu harus kerja ya? Aku juga harus kuliah entar."

Bunyi pergantian detik ke menit menjadi pengisi lain di tengah keheningan serasa di dalam jenggala.

Memang begitu Mala, bangun tidur pastilah enggan bicara.

"Setelah aku kerja, dan setelah kamu selesai kuliah," lanjutnya.

"3 tahun lagi dong," gurau Hasya yang tak disambut apa-apa oleh Mala.

Sesaat setelahnya, barulah ia tersadar, "oh becanda, aku agak gak nyambung gitu," tuturnya tak enak.

Namun Hasya bukanlah sosok yang mudah merasa tersinggung, ia pula menghargai Mala yang sedikit lama untuk memahami guyonnya.

Beberapa saat telah dilalui hanya untuk berbaring nikmat layaknya tak memiliki aktivitas lain saja, barulah kedua gadis ini tampak sibuk dengan aksi berbeda. Yang lebih tua telah lebih dahulu masuk ke dalam kamar mandi, sementara yang lebih muda masih asik memasak makanan.

• • •

Hasya tak punya siapa-siapa, teman pun tak ada yang sejatinya dekat. Lantas, dengan modal apa ia harus mencari tahu keberadaan sang ibu? Bahkan selembar foto usang pun tak ada.

Sore ini ia tercenung, tak menyangka selama ini nasib buruk mengiringinya hanya karena ia bukanlah anak kandung dari keluarga Pradipta.

Mega mendung di atas sana tak boleh mengalahkan hujan badai di atas kepalanya, isi pikiran yang kusut dalam kemelut, bibir merengut.

Tak butuh waktu lama untuknya menunggu sosok yang dinanti, dari kejauhan akhirnya terlihat sesosok yang tengah membawa payung.

"Ayo pulang, gerimis," ucap Mala mengusaikan lamunan nelangsa beriring rinai alam milik si gadis berponi.

Hasya pula berdiri, menggapai telapak tangan lain yang telah menanti untuk digenggam.

Pijakan menyatu dengan nada rintik sendu yang berjatuhan, sepanjang jalan banyak nampak pasangan insan lainnya yang juga tengah berbagi payung, sama seperti keduanya.

"Besok ada kuliah gak?"

"Ada, tapi agak siangan dikit," jawab yang lebih muda dengan manik yang masih asik menatap jalanan basah.

"Besok, pagi-pagi kita ke sekolahnya Hima ya?" Tanya Mala yang kemudian tergerak untuk lebih mendekatkan diri pada raga yang telah sedikit basah lengan baju sebelah kirinya.

Untuk Hasya | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang