CH : 10

196 17 0
                                    

Kesuksesan karir Jay sebagai tentara penembak jitu tangguh bukan hanya karena skill nya yang mumpuni saja, terlebih karena insting Jay yang setajam predator mencari mangsanya.

Ia selalu bisa mengendus rencana baik buruk akan apa yang dilakukannya. Lantas, mengapa selama ini Jay mengabdikan diri nya untuk membunuh orang orang?

Tidak. Tidak semua pembunuhan itu dikatakan jahat. Terkadang mereka memang pantas dibunuh karena suatu alasan.

Dan sebagian khalayak yang memakai jasa SE ent ini tidak serta merta membunuh orang orang tak bersalah. Misal, seorang mafia gembong narkoba ingin membunuh suatu kelompok yang menghalangi jalan bisnisnya.

Jay tidak merasa janggal. Sebab, tujuan pembunuhan ini untuk melancarkan bisnis si empunya usaha. Pundi pundi uang akan mengalir deras ke pangkuan mereka. Bukankah ini yang dinamakan tolong menolong sesama?

Berarti bisa dikatakan membunuh kelompok penghalang itu sebagai 'kebaikan' karena menyingkirkan halangan bisnis si mafia.

Tetapi, misinya ini, misi yang sengaja ia gagalkan untuk pertama kali, terasa lain. Seperti sesuatu yang besar akan terjadi, sesuatu yang benar benar menjanggal hatinya selama berhari hari.

Meski dunia Jay Park sudah terlanjur hitam, tak selamanya ia akan berkubang pada kelamnya dunia ini.

Dunia underground.

Pagi yang cerah tak diawalinya dengan sarapan makan. Ia sudah cukup kenyang oleh 'santapan' nya tadi.

Ia berujar kepada Jungwon agar tidak kemana mana, membekalinya dengan pistol Desert eagle untuk berjaga jaga jika pihak agensi menemukannya.

Jay ingin pergi ke suatu tempat. Menemui seseorang.

Hari ini Jay memakai setelan kemeja tipis dan celana santai. Tak lupa topi bertuliskan NYC dan kacamata hitam bertengger apik di hidungnya.

Langkahnya mantap, sekali kali ia melihat arloji di tangannya. Meniti titik hijau disana. Wajahnya menatap ke depan, melihat tempat yang ditujunya tak jauh lagi. Ia melihat jalanan menurun dan berkelok, ia menapakinya.

Penglihatannya menangkap sesuatu, seorang gelandangan kumuh tengah duduk tanpa alasan apapun. Membiarkan pakaiannya kotor karena becek.

Jay memberikan koin emas kepada gelandangan di depan toko buku antik. Pengemis itu berdiri, mengantarkan Jay pada suatu tempat. Menggiringnya memasuki toko buku, gelandangan itu mengambil beberapa buku yang tampak nya ia pilih secara matang.

Diserahkannya lah buku itu pada penjaga kasir. Seorang wanita berkulit hitam dengan rambut keriting yang eksotis. Wanita itu menurunkan kacamata nya sebentar, si pengemis memberikan gestur.

"would you like coffee or bread?"
Tanya wanita yang tampaknya sama sekali bukan orang Korea itu.

Pengemis itu membisikkan sesuatu pada Jay.

"Kau bayar pakai uang cash atau transfer saja? " Pengemis itu bertanya.

Ah, rupanya mereka memakai kode bicara.

"Cash" Jawab Jay.

"One bread please, madame"

"take it in the back pantry okay?"

" Okay"

Mereka pun berjalan menuju pantry yang dimaksud. Jay memberikan uang cash beberapa lembar sebagai yang muka. Pengemis itu mendorong toples berisi kacang ke belakang. Dan Yap! Pintu rahasia terbuka kecil.

Lorong horizontal yang mengharuskan Jay untuk tengkurap agar bisa memasukinya.

"Gomawo, Thank you" Ucap Jay kala lift sempit itu membawanya turun.



That Assassin Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang