6. TEATER KEHIDUPAN

202 22 1
                                    

Sorot cahaya kemerahan menyinari ketiga pemeran yang tengah beradu. Sang Pangeran mengacungkan pedangnya pada si Pembunuh yang berdiri di depannya sembari berderai air mata. Di pangkuannya, sesosok wanita dengan cadar yang menutupi kecantikannya kini terkulai lemah dengan mata yang tertutup, tubuhnya yang dingin mengeluarkan banyak darah karena telah ditusuk belati tepat di jantungnya. Pangeran dan Pembunuh saling menatap, menunjukkan kebencian yang nyata.

"Qhamar, tak kusangka jika kau yang selama ini kupercaya telah melakukan pengkhianatan besar. Kau telah menghancurkan Kerajaanku, kau membunuh Ayahku ... Dan sekarang kau bahkan merenggut Shivar dariku. Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku, sehingga kau menyiksaku seperti ini?!" tanya sang Pangeran menuntut jawaban dengan penuh amarah.

Sang Pembunuh berjubah hitam, Qhamar, berjalan ke arah Pangeran meski kilau bilah pedang bersiap untuk memenggal lehernya. Namun dia tak peduli, selama bisa menggapai tangan Pangeran yang telah memiliki hatinya. Dendam dan kebencian telah membuatnya menghancurkan Sang Pangeran, namun tak disangka jika dalam proses itu dia harus merasakan suatu perasaan tabu pada Pangeran Negeri tersebut.

Dengan suara yang dilembutkan Qhamar berkata, "Wahai Pangeran yang telah memberiku bejana berisi air penyegar di tengah teriknya gurun, pemilik hatiku, satu-satunya Tuanku, Zafran ... Aku melakukan semua ini atas apa yang diperbuat oleh Raja kepada kaumku. Kami memang hanya kaum budak yang tak ada artinya, namun Sang Raja telah merendahkan kami seperti seonggok kotoran yang harus dibersihkan dari jalannya. Maka aku yang melihat mereka dibantai tepat di depan mata ini harus membalas atas dasar kemanusiaan, karena darah harus dibalas dengan darah ...." Qhamar menjeda ucapannya sembari mengelus pipi Sang Pangeran dengan telunjuk yang dibasahi merahnya darah.

"... Untuk pembalasan itu, aku datang ke Negeri ini sebagai seorang pelayan rendahan. Perlahan tapi pasti, aku terus merangkak ke atas untuk mencapai tujuanku. Namun di tengah perjalanan penuh kebencian dan rasa dendam ini, aku merasakan sesuatu yang kukira telah hilang dari diriku ketika melihat pesonamu. Entah itu murni cinta atau hanya obsesi ditengah kebencian, kau datang dan membuatku bersumpah untuk setia di sampingmu. Sesaat aku melupakan dendamku, demi bisa terus hidup bersama denganmu. Namun wanita yang di pangkuanmu itu datang dan merebutmu dariku. Saat itulah, amarah kembali dan menyatukan niatku untuk segera melakukan pembalasan."

Pangeran itu, Zafran membulatkan matanya lantaran terkejut atas pernyataan Qhamar. Entah ekspresi apa yang harus ia tampilkan, namun yang jelas dia betul-betul merasa kecewa dan benci pada sosok di hadapannya. Air mata bercampur darah mengalir di wajahnya, tampak murka bercampur jijik sembari menghempas tangan yang barusan menyentuhnya. "Kamu orang gila yang menjijikkan, pergi dari hadapanku! Mendengar suaramu saja seakan membuat seluruh darahku membeku ...." Zafran tak tahu harus berkata apa, tangannya bergetar sambil terus mengarahkan pedang ke depan.

Mendengar itu, Qhamar tertawa dengan keras. Dia menatap Zafran dengan tajam sembari menyeringai, merebut paksa pedang yang mengarah padanya. Dia lalu membungkuk menghadap sang Pangeran yang mendekap erat wanita di pangkuannya, menatap Qhamar penuh hinaan. Di hati kedua orang itu, memang hanya kebencian yang tersisa. Entah kebencian karena masa lalu dan perasannya, ataupun kebencian yang terlahir dari balas dendam seseorang yang dulunya ia percayai. Namun Qhamar tak berhenti, dia menancapkan bilah tajam pedang ke tanah lalu memegang gagangnya seakan dia ingin mengucapkan suatu sumpah.

[HAIKAVEH] SERIBU SATU MIMPI DARI SYAHRAZADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang