48. Drop

2.1K 405 142
                                    

Pagi!!
.
.
.

“Kecapekan ini mah Jer.” Saga tengah memasangkan infus ke lengan sahabatnya yang beberapa menit lalu mendadak pingsan. Kini Jerry sudah siuman, hanya saja badannya masih terasa lemas dan kepalanya sangat pusing. “Untung lo gak pingsan di ruang operasi tadi.”

“Sebenernya gue udah pusing dari tadi, cuma gue tahan.”

“Lagian lo maksain banget ke Eropa pas lagi hectic kerja sama ngurus pernikahan.”

“Gak maksain, emang udah direncanain dari lama.”

“Terus lo pulang dari Eropa kemarin ke mana? Si Kalya nelepon gue, nanyain di mana lo, ya mana gue tau, lo aja gak ada ngomong apa-apa.”

Jerry meringis sambil memijat pelipisnya.

“Udah kemarin gak ada kabar, si brengsek ini malah masih nyimpen lukisan Tari. Kalya pasti pergi gara-gara marah besar sama lo. Kenapa gak lo keluarin lukisan itu dari lama sih? Gue udah sering ngingetin padahal.” Saga jadi kesal sendiri pada Jerry. Dia tahu selama Jerry berhubungan dengan Kalya, sahabatnya itu masih memajang lukisan Tari di ruang kerja, Saga sudah berulang kali mengingatkan Jerry, sahabatnya itu hanya iya-iya saja ketika diberitahu untuk segera menyingkirkan lukisan Tari, dan yang Saga takutkan benar terjadi. “Bodo amat Jer, gue gak mau bantuin lo bujuk Kalya. Lo bujuk cewek lo sendiri, lo sujud kalau perlu biar Kalya maafin lo.”

Jerry bangun, dia melepaskan infus di tangannya.

“Eh mau ke mana lo? Belum habis ini. Muka lo aja masih pucet kayak mayat gitu.”

“Lo sendiri yang nyuruh gue bujuk Kalya.”

“Woi setan! Nanti lo pingsan di jalan gimana?!” Teriakan Saga tak digubris Jerry yang terus berjalan menjauh.

Dengan kondisi tubuh yang masih lemas, Jerry berusaha menemui Kalya. Di mobil, lelaki itu mencoba menelepon Kalya, tapi panggilannya ditolak berulang kali. Jerry menghela napas berat. Otaknya berpikir, mencari jawaban ke mana Kalya pergi. Pulang ke rumah tidak mungkin, apalagi ada orang tua Kalya di sana, wanita itu bukan tipe orang yang ingin diketahui keluarganya apabila sedang ada masalah, pergi ke mal sudah jelas bukan jawabannya, Kalya lebih menyukai tempat yang sepi, seperti apartemen misalnya, dan Jerry menemukan kemungkinan jawabannya, apartemen Clara. Orang yang besar kemungkinan di datangi Kalya jika ada masalah selain Jerry adalah sahabat wanita itu. Jerry menancapkan gas mobilnya menuju apartemen Clara.

Langkah kaki Jerry terhuyung menyusuri koridor apartemen, kepalanya terasa makin berat. Benar kata Saga, tubuhnya sudah sangat kelelahan, dia tak punya banyak waktu istirahat selama beberapa bulan belakangan. Jerry hampir terjatuh jika seseorang tak cepat menahan tubuhnya. Hanya melihat tangan yang menahan tubuhnya karena cincin yang digunakan, Jerry tahu siapa penolongnya. “Kalya.”

Tanpa banyak bicara, Kalya membopong tubuh Jerry masuk ke apartemen Clara dan mendudukkan kekasihnya di sofa. Tidak ada si pemilik apartemen di sana, Clara sedang bekerja, tapi Kalya tahu akses masuk apartemen sahabatnya dan memang tempat itu yang dia datangi tiap kali ada masalah, ada ataupun tidak ada si pemilik apartemen. “Ngapain kamu ke sini? Mas Saga bilang kamu pingsan di RS tadi.” Beberapa menit lalu Kalya mendapat pesan dari Saga, lelaki itu kurang lebih mengabari jika Jerry sedang mencarinya dalam kondisi sakit.

“Aku mau minta maaf.”

“Aku lagi gak mau denger kamu bahas ini. Sekarang kamu pulang, biar aku panggil supir pengganti.”

“Kal, aku mau ngelurusin masalah kita.”

“Gak Mas, aku bilang aku lagi gak mau denger.”

“Tapi kalau gak sekarang, kapan lagi? Aku gak mau kita salah paham terlalu lama.” Jerry tiba-tiba terbatuk-batuk, Kalya spontan bergerak mengambilkan air hangat, mengusap punggung lelakinya dan membantu Jerry meminum airnya. “Makasih,” ucap Jerry setelah minum.

“Pulang, kamu harus pulang atau berobat.”

“Enggak sebelum kamu maafin aku.”

“Iya, oke, aku maafin. Sekarang kamu pulang, kamu perlu istirahat Mas.”

“Aku tau maaf kamu terpaksa supaya aku cepet pergi dari sini.”

“Terus kamu mau aku gimana? Dengerin penjelasan kamu soal Tari yang bikin aku makin sakit? Gak usah kamu jelasin, lukisan tadi udah jelas nunjukkin kamu belum bisa lupain dia.”

“Lukisannya mau aku singkirin Kal.”

I know, aku pun liat sendiri lukisan itu udah di lantai. Tapi gimana sama yang kemarin-kemarin? Baru hari ini mau kamu singkirin lukisan itu, sementara kita udah lama berhubungan.” Jerry ingin membalas ucapan Kalya, tapi kepalanya semakin berat saja. Pandangannya mulai mengabur. Jerry menggelengkan kepala pelan, berusaha fokus. Tapi Kalya sadar, kekasihnya sedang tidak baik-baik saja. Berulang kali dirinya melihat Jerry meringis seperti menahan sakit. “Mas? Are you okay?

“Ya ya, aku gak apa-apa.”

Kalya menghela napasnya. “Gak, kamu lagi gak baik-baik aja. Gak usah egois, kamu sakit dan butuh pertolongan.” Kalya membopong tubuh Jerry lagi, membawanya ke mobil dan Kalya yang menyetir menuju rumah sakit.

“Kamu juga lagi sakit, Sayang.” Jerry meraih satu tangan Kalya yang sedang menyetir.

Kalya hanya diam, tak menggubris Jerry.

“Aku bener-bener minta maaf sama kamu.”

“Aku bosen dengernya.” Kalya menyahut tanpa menatap Jerry. “Aku mencoba mewajarkan kamu yang masih simpan foto-foto ataupun lukisan Tari, dia wanita yang paling kamu cinta, dia wanita pertama yang kamu nikahin dan bikin kamu berubah jadi lebih baik, dia alesan kamu berhenti minum, dia ibu dari anak-anak kamu, sementara aku apa? Gak lebih dari orang baru.”

“Kamu calon istri aku, kamu masa depan aku, Kalya.”

“Percuma, buat apa jadi masa depan kalau kamu selalu noleh ke belakang?”

“Kal aku harus gimana biar kamu maafin aku?”

“Gak tau.”

“Kal...”

“Mas.” Kalya menoleh sejenak. “Kasih aku waktu buat nenangin diri. Kamu minta maaf, udah aku maafin. Tapi aku butuh waktu buat diri aku sendiri.”

Jerry terdiam pasrah mendengar permintaan tegas Kalya.

Mereka kembali ke rumah sakit, Jerry diperiksa secara menyeluruh untuk mengetahui kondisinya, dan lelaki itu dinyatakan terkena tipes. Awalnya Kalya ingin pergi, sedang tak ingin berada di dekat calon suaminya. Tapi mengetahui kondisi Jerry yang menurun, Kalya terpaksa mengurungkan niatnya. Kalya tidak setega itu meninggalkan Jerry yang sedang sakit sendirian.

“Kamu pulang aja gak apa-apa Kal.”

“Aku pulang, siapa yang jagain kamu? Anak-anak? Kasian mereka kalau harus nunggu di sini.”

“Kamu bilang butuh waktu sendiri, aku gak apa-apa sumpah. Kamu juga perlu istirahat, muka kamu masih pucet.”

Kalya meraih tasnya yang sempat dia sampirkan di kursi. “Yaudah aku pergi.”

“Bawa mobil aku aja.”

Kalya menggeleng. Tanpa berkata apa-apa lagi, wanita itu berlalu pergi, meninggalkan Jerry yang masih merasa bersalah.









Spoiler,

Spoiler,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BAD JERRY [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang