Pagii!!
.
.
.Jerry menatap Kalya yang terbaring tidak sadarkan diri di brankar. Wajah wanita itu pucat, bibirnya nampak kering. Ada banyak pertanyaan dalam benak Jerry. Tapi, lebih dari itu, Jerry sangat mengkhawatirkan kondisi Kalya. Beberapa jam yang lalu, wanita itu baru saja bertaruh antara hidup dan mati untuk melahirkan anak-anaknya. Tangan Jerry bergerak meraih tangan kanan Kalya, mengusap punggung tangan itu lembut dan berharap Kalya mendapat kehangatan sebab kata terakhir yang Jerry dengar sebelum Kalya hilang kesadaran karena dibius total adalah dingin. Jerry pernah membayangkan, di masa depan dirinya menemani Kalya dengan setia melahirkan anak-anak mereka, tapi tak pernah Jerry bayangkan dia menemani Kalya berjuang di ruang operasi untuk melahirkan anak-anak yang bukan miliknya, bukan anak-anak Jerry. Bahkan selama operasi tadi, Jerry masih ingat tiap prosesnya. Lelaki itu berdiri di sisi Kalya, melihat wanita yang sampai detik ini masih dicintanya mulai dibius, kemudian perut Kalya disayat, sampai kedua bayinya yang berhasil dikeluarkan. Bergetar tubuh Jerry melewati tiap prosesnya, air matanya tak bisa dia tahan, apalagi ketika tahu bahwa Kalya berhasil melahirkan bayi kembar yang keduanya berjenis kelamin laki-laki.
Sungguh, di saat itu juga Jerry teringat dengan rencananya dan Kalya tujuh tahun lalu.
Memiliki anak kembar laki-laki.
“Aku gak boleh nangis, 'kan Kal? Karena ini kebahagiaan kamu. You did it. Sekarang kamu beneran jadi Mama.” Air mata Jerry mengalir deras dengan ibu jari yang terus mengusap punggung tangan Kalya.
“Anak-anak kamu sehat. Kamu hebat bisa jaga mereka sampai mereka lahir ke dunia. Sekarang, giliran kamu yang harus bangun.” Tanpa ragu, Jerry mengecup punggung tangan Kalya lama. Air matanya sampai membasahi punggung tangan Kalya. Malik bilang, kondisi Kalya stabil, dia akan segera sadar. Tapi itu tak bisa mengurangi rasa khawatir Jerry. Dia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri Kalya bangun, baru Jerry bisa lega. Tapi belum sampai melihat Kalya sadarkan diri, keluarga Kalya, Ansha, dan satu wanita paruh baya yang asing bagi Jerry, datang ke ruang rawat Kalya. Melihat keberadaan Jerry dengan tangan lelaki itu yang masih menggenggam tangan Kalya, Raihan mendadak naik pitam. Dia nyaris mendorong Jerry jika Ansha tak menghalanginya lebih dulu.
“Jangan Mang, jangan apa-apain Papa.”
“Suruh Papa kamu pergi dari sini kalau gitu. Jangan temuin Kalya lagi.” Raihan berujar dingin. Dia menatap tajam Jerry. Katanya orang tak boleh menyimpan dendam, tapi Raihan, dia yang selalu teringat dengan keterpurukan kakaknya karena Jerry, tak bisa menghilangkan dendamnya pada duda tersebut.
“Han, gue cuma pingin liat Kalya sampai sadar. Setelah itu gue–”
“Pa.” Ansha bersuara. Dia menggeleng kecil, memberi isyarat agar Jerry tak memaksa. Apalagi ekspresi wajah Sadi dan Dewi sangat tak bersahabat pada Jerry.
“Maaf.” Kepala Jerry tertunduk. Tubuhnya dirangkul Ansha keluar dari ruangan Kalya. Di ambang pintu, Jerry menyempatkan diri melihat sejenak wajah Kalya sampai akhirnya wajah cantik itu terhalangi oleh punggung tegap Raihan.
Sepanjang jalan, pikiran Jerry melayang ke mana-mana. Sementara di sisinya, Ansha terus mengusap lengan Jerry seakan membagi kekuatan. “Maaf ya Pa, aku gak bilang. Ini sebenernya alesan aku tadi pagi pulang dalam kondisi nangis.” Jerry tak merespon apalagi terkejut seolah sudah tahu. Dia hanya terdiam mendengarkan permintaan maaf Ansha yang berulang kali. Sampai akhirnya langkah kaki Jerry terhenti di depan sebuah ruangan dengan jendela besar dan ada beberapa bayi yang baru lahir di dalamnya. Termasuk dua bayi kembar milik Kalya yang berada di dalam inkubator. Jerry mendekat, menatap bergantian kedua bayi laki-laki tersebut. Bayi-bayi Kalya ukurannya lebih kecil dibanding bayi disekitarnya. Satu dari bayi Kalya membuka matanya, sementara satu bayinya lagi terpejam. Kedua sudut bibir Jerry terangkat. Semakin dia tatap, semakin banyak persamaan yang Jerry temukan antara kedua bayi itu dengan Kalya. Bentuk hidung keduanya persis seperti Kalya. Mata bayi yang terbuka, mirip dengan mata indah Kalya, bahkan Jerry seakan ditatap Kalya ketika bayi itu melihat ke arahnya dan bayi yang terpejam, dia punya gaya tidur seperti Kalya. Astaga, benar-benar Kalya versi mini dan versi laki-laki. Tapi bentuk alis, telinga, dan sisanya tak mirip Kalya, mungkin saja mirip ayahnya.
Mendadak, Jerry merasa sesak dan sakit menyadari jika kedua bayi kembar itu bukan bayinya dan Kalya, tapi Kalya dan laki-laki lain.
Laki-laki lain.
Bukan Jerry.
Setelah sadar, sakitnya menjadi berkali-kali lipat. Saking sakitnya, air mata Jerry kembali turun. Kali ini tangisnya terdengar lebih menyakitkan. Tubuhnya sampai meluruh ke lantai. Tujuh tahun lamanya dia tak bertemu Kalya dan ketika dipertemukan kembali, Jerry melihat Kalya sedang hamil bahkan kini statusnya sudah resmi menjadi seorang ibu. Bukan lagi perasaan terkejut yang Jerry dapati ketika melihat Kalya setelah sekian tahun, bingung, sedih, senang, dan tentu saja sakit. Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar, wajar jika banyak yang berubah dalam kurun waktu tersebut dan Kalya, sebagai wanita yang pernah Jerry sakiti, Jerry pikir sudah sepantasnya Kalya mendapatkan kebahagiaannya dan Jerry pun mengharapkan itu. Tapi kenapa, kenapa masih ada perasaan berat menerima kenyataan jika Kalya bukan lagi miliknya, bukan lagi calon ibu dari anak-anaknya, tapi Kalya sudah milik orang lain dan ibu dari anak-anak Kalya sendiri.
Jerry memukuli pelan dadanya yang terasa sakit. Melihat papanya yang sangat-sangat hancur, air mata Ansha ikut mengalir. Lantas wanita itu berjongkok dan menarik Jerry ke pelukannya. “Sakit Sha...”
“Iya Pa, aku tau.”
“Sakit banget ya Gusti...”
Ansha melipat bibirnya, memendam tangisnya agar tidak lebih histeris dari sang papa karena Ansha tahu, tugasnya sekarang menguatkan Jerry. “Sabar Pa. Papa pingin Mama Kalya bahagia, 'kan? Mungkin ini kebahagiaan Mama Kalya. Kita harus belajar ikhlas.”
Ikhlas, Jerry pun ingin selapang dada itu menerima kenyataan Kalya bukan lagi miliknya. Tapi tidak mudah.
“Jerry.” Malik menghampiri Jerry.
“Lik...” Tatapan Jerry benar-benar penuh kesedihan.
Malik mengusap bahu sang sahabat. “Mau liat anak-anaknya Kalya lebih deket lagi?” Malik tahu, ajakannya akan lebih menyakiti Jerry, tapi Malik hanya ingin Jerry sadar dan benar-benar melepaskan Kalya bahwa Kalya bukan lagi Kalya yang dulu, Kalya yang single dan bisa Jerry harapkan untuk kembali bersama. Malik lantas mengulurkan tangannya yang Jerry terima dengan perasaan ragu. Keduanya masuk ke dalam ruangan dengan pakaian khusus. Kali ini, Jerry benar-benar bisa melihat secara jelas dan dekat kedua bayi laki-laki Kalya. Semakin lamat tatapan Jerry pada bayi-bayi tersebut, semakin besar rasa sakit dan sesalnya. Mengapa, mengapa kedua bayi itu bukan Jerry ayahnya. “Tadi gue sempet ngobrol sama orang tuanya Kalya.” Malik berbisik pelan, tak ingin mengganggu para bayi. “Ini anak pertama dan keduanya Kalya dengan suaminya.”
“Siapa papa mereka?”
“Bukan itu poinnya Jer. Tapi Kalya udah menikah. Dia bukan lagi Kalya yang terakhir kali lo temuin.”
Tangan Jerry meremat celananya sendiri.
“Sakit? Wajar. Gue tau lo mencintai Kalya. Tapi bro, liat. Kalya udah punya dua jagoan, mau sekeras apapun lo berharap dan berusaha lagi, Kalya gak akan bisa lo miliki.”
Pundak Jerry bergetar. Dia kembali terisak lalu berlari meninggalkan ruangan.
“Papa!” Panggilan Ansha tak dihiraukan Jerry. Lelaki itu terus berlari, menjauh dari keramaian.
“Biarin aja Sha.” Malik menghampiri Ansha.
“Tapi aku khawatir sama Papa, Om.”
“Papa kamu udah cukup bodoh dulu, Om yakin, dia gak akan bodoh untuk kesekian kali. Biarin aja, biar dia nenangin diri dulu.”
Siapa nabrut?? Nangis brutal??
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD JERRY [END✔]
Fiksi Penggemar[17+] Jerry, sepuluh tahun hidupnya hanya berfokus pada pekerjaan, kedua putrinya, dan teman-temannya. Istri? Jerry sudah menduda sejak sepuluh tahun lalu. Tapi tiba-tiba Kalya datang ke hidupnya, membangkitkan gairah Jerry untuk memiliki istri lagi.