Lentera temaram di sepanjang jalanan kota Cianstreet itu satu persatu dimatikan. Matahari masih malu-malu menampakkan binar hangatnya dari ufuk timur. Lembayung suara angin dan embun yang saling menetes pun seakan menjadi saksi nuansa berbanding terbaliknya lalu lalang rakyat Hellaconia pada setiap harinya.
Para pelayan istana tampak berbondong-bondong mengangkat beberapa barang keperluan para pangeran tertua Hellaconia menuju pelabuhan. Ya, hari ini adalah keberangkatan mereka ke Grazelweith setelah titah sang raja diumumkan seminggu yang lalu. Ethan sedang menatap pantulan dirinya di cermin. Mengenakan pakaian khas bangsawan berwarna biru muda dengan pin lambang Kerajaan Hellaconia di dada kiri, ia tampak tersenyum kikuk melihat dirinya sendiri.
Ini bukan kali pertama dia melihat dirinya memakai seragam ala bangsawan pada benda pemantul mudah pecah tersebut, tetapi rasanya masih saja aneh. Ethan jadi teringat akan dirinya terdahulu, yang mana ia hanya akan mengenakan pakaian lusuh di kesehariannya. Anak-anak desa lain pun begitu.
Ethan dan mereka biasanya akan menunggu ketika malam pergantian bentuk bulan tiba. Pada saat malam itu terjadi, para bangsawan pasti akan mengirim beberapa kereta kuda ke desa-desa terpencil untuk mendermakan sebagian pakaian layak pakai kepada masyarakat miskin sebagai bentuk rasa syukur atas kebahagiaan serta kekayaan yang telah mereka dapatkan.
"KAK ETHAN!!!! APA KAKAK SUDAH SIAP?!!!"
Suara ketukan pintu beserta teriakan itu membuat lamunan Ethan buyar seketika. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si pirang adiknya, Pangeran William super hiperaktif Krueger de Hellaconia dengan di sampingnya berdiri seorang anak laki-laki berwajah datar yang menatapnya tajam, Liam Neorothschild de Hellaconia.
"Kau tidak perlu berteriak, Will. Kak Ethan masih mempunyai dua pasang telinga yang bisa mendengar." Ucapnya tatkala William kembali mengetuk keras pintu kamar Ethan.
Ethan lantas membuka pintu tersebut, melihat kedua pangeran kecil itu sudah rapi memakai seragam akademi Seith yang akan mereka tuju untuk belajar. Untuk satu minggu ke depan, Ethan, Jun, dan Jaden sudah diberi izin resmi oleh kepala akademi untuk mengikuti perayaan-perayaan.
Agak berlebihan sebenarnya, namun raja berkata bahwa mereka juga harus belajar mengenai budaya Grazelweith, serta menjadi lebih akrab lagi dengan para putra-putri kerajaan lain selama berada disana. Hal itu seakan mengundang tatapan sebal Jaden karena harus terus berada dalam radius mata ratu negeri berjuta bunga-sahabat ibunda ratunya. Namun bagi Jun dan Ethan, sepertinya itu akan terasa menyenangkan, mungkin.
"Wah... Kak Ethan sangat tampan." Ujar Willy dengan binar mata ambernya.
Semenjak dia datang ke istana, William lah yang pertama kali akrab dengan dirinya. Perangai pangeran keempat Hellaconia yang ramah juga ceria itulah yang membuat Ethan merasa cukup nyaman untuk bercengkrama. Berbeda dengan Liam, meskipun mereka selalu bersama, Ethan masih merasa canggung bila dibiarkan berdua dengan Liam seorang diri.
Ethan lantas menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Benarkah? Terimakasih."
"Sayang sekali aku tidak bisa ikut ke pesta, padahal aku sangat ingin pergi juga." Keluh William dengan bibir mengerucut lucu.
"Ingat, kau ada ujian hari ini!" Sarkas Liam dengan aura dinginnya.
"Apakah seorang pangeran besar Hellaconia tidak bisa mangkir dari ujiannya??"
Liam merotasikan bola mata. "Dasar bodoh. Itu sudah tanggungjawabmu. Jika kau tidak ikut ujian, maka sudah dipastikan kau tidak akan naik tingkat." Nadanya begitu santai, namun bagi orang lain yang tidak mengenal sosok Liam tentu akan terdengar seperti sebuah penghinaan besar.
William berdecak sebal. Ethan yang melihat pertikaian itu pun segera melerai, mengajak mereka berdua pergi ke kereta kuda menuju pelabuhan.
Sesampainya di sana, Ratu Grace dan Selir Alice sudah tampak berdiri dengan anggun di sebuah jembatan dermaga. Keduanya akan mengantarkan anak-anak mereka menuju kapal hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Heroes: A Kingdom [ENHYPEN X TREASURE]
Fantasy6 tahun lamanya, Ethan tidak pernah sedikitpun merasakan bagaimana hidup dalam lingkup kerajaan. Namun kini, hidupnya berubah, dipenuhi oleh tata aturan yang mengikat lekat dalam bersikap maupun dalam untaian kalimat. Bersama sang ibunda, tanah Hell...