Pesta di ballroom megah milik istana Grazelweith telah usai. Beberapa saat lalu, beragam tarian serta pertunjukkan sudah dilaksanakan untuk memeriahkan ulang tahun si kembar Grazelweith. Pesta dansa pun tak terlewatkan, bahkan Jaden dengan lincahnya mengajak beberapa gadis untuk dijadikannya sebagai pasangan. Jun hanya mengajak Putri Elinor sebagai pasangannya, sedangkan Ethan yang tidak pandai berdansa lebih memilih menikmati pemandangan itu bersama Ratu Calanthe.
Kini semua tamu telah masuk pada ruang penjamuan. Setelah ini, pesta makan besar bagi para tamu yang hadir akan segera diadakan. Dibagi menjadi dua meja besar, meja khusus para tuan putri dan meja khusus para pangeran. Di atas kedua meja tersebut pun tentu sudah tersaji berbagai macam hidangan mewah.
Putri Elinor akan bertugas memimpin meja para tuan putri, sedangkan Pangeran Jielio bertugas memimpin di meja sebrang. Seperti pada umumnya perempuan, para tuan putri akan saling mengobrol satu sama lain. Ada pula yang berbisik saat merasa tertarik dengan seorang pangeran. Tak ketinggalan pula untuk mereka membicarakan tentang sosok yang paling menonjol di antara para pengeran lain dengan rambut merahnya yang berkilau di bawah pancaran sinar lampu, siapa lagi kalau bukan Pangeran Jaden.
"Putri Vanez, bagaimana rasanya saat tanganmu digenggam oleh Pangeran Jaden untuk berdansa bersamanya?"
"Oh demi apapun hatiku berdebar tanpa henti. Yang ku tahu Pangeran Jaden suka berlayar dan berburu ikan di lautan lepas, bukan? Tapi sungguh, tangannya begitu lembut bagaikan sutra."
"Benar, aku pun sama merasakannya tadi."
"Ah... aku juga mau."
"Rugi bagi kalian yang tidak mendapatkan kesempatan berdansa dengannya."
Itu adalah sedikit perbincangan kecil antar tuan putri yang tengah berbunga-bunga oleh kelakuan Jaden beberapa saat lalu. Tawa kecil keluar dari mulut mereka sembari menyantap makanan masing-masing, sedang Putri Elinor yang duduk ditengah-tengah hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum sebagai bentuk reaksi.
"Tapi dari kalian semua yang sudah merasakan berdansa dengan pangeran Jaden, aku lebih iri dengan Putri Rowena. Dia yang terlama berdansa dengan Pangeran Jaden tadi."
Seorang tuan putri membuka kembali pembicaraan yang lebih mengarahkannya kepada sosok Putri Rowena, satu-satunya tuan putri dari Kerajaan musim gugur, Veraohera.
"Kenapa harus iri denganku? Kalian juga tidak akan tahan jika berada di posisiku tadi. Si pangeran berjengger merah itu hanya membicarakan hal-hal membosankan, lebih banyak membicarakan tentang lautan dan makhluk-makhluk airnya yang seperti apa wujudnya pun aku tak tau." Putri Rowena menjawab dengan kesal saat kembali mengingat kejadian di ballroom beberapa saat lalu.
Ia memang yang terlama berdansa dengan Jaden, namun semua hal yang dibicarakan oleh laki-laki itu selama berdansa selalu saja mengandung lautan. Jaden bahkan tidak ragu untuk mengajaknya berlayar hanya untuk melihat paus, juga gurita langka bernama dumbo. Putri Rowena benar-benar muak selama pembicaraan itu berlangsung, tapi bagaimanapun ia harus tetap menjaga etikanya sebagai seorang tuan putri.
Di seberang sana, netra coklat Jaden tak sengaja bersitatap dengan netra hijau milik sang putri. Jaden lantas mengerling sembari tersenyum padanya yang tengah bersandar pada kepala kursi. Sang putri hanya memutar bola mata dengan malas.
Di lain sisi, tepatnya pada meja khusus para pangeran, suasana terbilang cukup tenang dari pada meja para tuan putri. Jajaran anak-anak raja dari belahan kota dan negeri itu terlihat menikmati hidangan dengan khidmat. Sesekali juga akan berbincang ringan antar sesamanya.
Ethan hanya membisu. Ia tidak mengenal siapapun di sini, kecuali kedua saudaranya juga Pangeran Jielio yang baru ia temui beberapa saat lalu. Dan terkait kesan pertama dari sang pangeran negeri berjuta bunga itu, sejujurnya sedikit membekas di hati Ethan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Heroes: A Kingdom [ENHYPEN X TREASURE]
Fantasi6 tahun lamanya, Ethan tidak pernah sedikitpun merasakan bagaimana hidup dalam lingkup kerajaan. Namun kini, hidupnya berubah, dipenuhi oleh tata aturan yang mengikat lekat dalam bersikap maupun dalam untaian kalimat. Bersama sang ibunda, tanah Hell...