8. Patah Hati Bersama

20 14 3
                                    

Vote komen guyssss jangan lupaa, karena dukungan kalian sangat berarti huhuhu! 😆💛

Selamat membaca!

***

Saat jam istirahat, Rea dan Eca hanya diam seribu bahasa, tidak ada yang mau mulai membuka topik, hanya fokus pada bekal mereka masing-masing.
Sampai akhirnya ketika sudah selesai makan, Eca yang membuka suara menyinggung Rea.

"Gimana Re, udah pindah haluan sekarang!" sindir Eca sinis.

"Maksudnya?" jawab Rea terkejut.

"Kayaknya makin dekat aja sama kak Dheo. Kak Dheo jadi pindah haluan ke lo!" ketus Eca.

Rea berusaha tenang, "M-maaf Ca, gue nggak maksud apa-apa. Kak Dheo yang dekatin gue."

"Tapi, bisa kan lo ngindar?" bentak Eca.

"Enggak bisa, gue nyaman dekat kak Dheo." batin Rea menenangkan diri.

"Kenapa diam, hmm?" tanya Eca melihat Rea yang tidak meresponnya. "Udah, gue cabut dulu."

Eca pergi meninggalkan Rea di tempat istirahat. Rea dengan cepat mengejar Eca, memanggil Eca dan meraih tangan Eca. Namun, Eca melepaskan genggaman tangan Rea dengan kasar.

"Nggak usah dekatin gue dulu. Gue mau sendiri!" gertak Eca, lalu berjalan menjauhi Rea.

"Tapi...Ca," lirih Rea.

Rea hanya berdiri terdiam, sedikit kecewa melihat kelakuan Eca. "Gue tau lo pasti marah sama gue, tapi bisa kan kita selesaikan dulu? Jangan bentak gue gini. Gue tau gue salah Ca. Tapi, gue juga nggak bisa bohongin perasaan gue sama kak Dheo. Gue juga mulai suka sama kak Dheo." gumam Rea, air matanya keluar.

***

Halaman belakang PT. Sriwijaya, terbentang dengan luas rumput dan pepohonan yang tertata sangat indah. Suasananya sunyi dan tenang, hanya ada kicauan burung terdengar. Sangat cocok untuk merenung sendirian, seperti yang dilakukan Eca sekarang. Eca terduduk lemas di bawah pohon rindang ditiup angin sepoi-sepoi, sambil menangis sejadi-jadinya.

"Gue benci... gue benci ini semua!!!" teriak Eca dengan sangat keras.

"K-kenapa, kenapa, gue jatuh cinta sama dia? Kenapa gue berharap sama dia? Padahal dari awal gue nggak mau terlalu berharap sama dia, dan akhirnya dia nggak menginginkan gue. Sahabat gue sendiri juga kenapa nyakitin gue, Kenapa... sakit..." air mata Eca keluar begitu deras.

Sesak, itulah yang dirasakan Eca. Mencintai orang yang ternyata lebih bahagia bersama sahabatnya sendiri.

Eca melempar batu ke sembarangan tempat. "Aaa..."

"Aduh," suara itu terdengar ditelinga Eca.

"Siapa?" tanya Eca hati-hati, sembari menghapus air matanya.

Seorang pria keluar dari balik dedaunan, lalu berjalan ke arah Eca.

Refleks Eca menyebut orang itu, "Kak, Enal?"

"Hai, Eca!" sapanya basa-basi.

"Ngapain disana kak? Tadi kena lemparan batu Eca ya?" tanya Eca berusaha baik-baik saja.

"Tadi lagi duduk aja disitu, terus pas berdiri ehh kena batu." jawab Enal, lalu duduk di samping Eca.

"Maaf ya kak,"

"Iya, enggak apa-apa."

"Eca, ngapain disini?"

"Lagi merenung aja."

"Eca habis nangis ya?"

Eca terdiam menunduk.

"Nggak usah bohong. Kakak dari tadi kan disini juga, kakak dengar loh Eca nangis. Gara-gara Dheo dan Rea?"

Eca berdehem, "Emmm..."

"Tenang Ca, Eca nggak sendirian. Disini kakak juga sakit hati!" ungkap Enal tertunduk lesu.

"Maksudnya kak?"

Enal menceritakan kepada Eca, bahwa ia memiliki perasaan suka sama Rea. Beberapa hari berlalu, Rea dan Dheo semakin dekat, membuat Enal selalu cemburu ketika melihat Dheo dan Rea. Enal bukan cowok seperti Dheo yang berani dekat cewek dengan mudah, tetapi hanya bisa mengagumi Rea dari jauh. Enal juga sakit hati seperti Eca, dan sadar bahwa Dheo dan Rea seperti memiliki perasaan lebih walau mereka tidak ada hubungan.

Kini Enal dan Eca bertukar cerita, mereka sekarang sama-sama sakit hati, saling menguatkan satu sama lain. Enal menasehati Eca, untuk tidak membenci Rea, karena mereka sahabatan. Dan jangan membentak sahabat sendiri.

"Eca harus kuat, kalau memang Dheo dan Rea sama-sama suka, kita belajar ikhlas bisa?" ujar Enal dengan lembut.

Setelah nasihat yang diberikan Enal, Eca kembali tenang.

"Iya kak, Eca bakal belajar ikhlas," jawab Eca tersenyum. "Dan juga, Eca nggak bakal benci Rea, Eca bakal dukung Rea, kalau memang itu jalannya."

"Bagus. Sekarang, Eca perbaiki hubungan sama Rea. Rea juga pasti lagi sedih, karena Eca tadi bentak dia. Oke?"

"Oke, kak. Makasih, ya kak," Eca menatap Enal."Kakak juga yang kuat."

"Iya, Ca. Siappp." Enal hanyut dalam tatapan Eca.

***

Setelah jam istirahat, mereka semua kembali bekerja. Eca belum mendekati Rea. Tapi, Rea duluan yang mendekati Eca, berniat untuk memperbaiki persahabatan mereka.

"Ca..." panggil Rea dengan pelan.

Eca menoleh kearah Rea dan langsung memeluk tubuh gadis yang mungil itu. Lalu, menangis dipelukan Rea. Sontak Rea membalas pelukan sahabatnya.

"Gue minta maaf Re, maaf udah bentak dan marah-marah sama lo tadi!" ungkap Eca penuh penyesalan.

"Iya Ca. Gue juga minta maaf udah sakitin perasaan lo!"

Eca melepas pelukannya, kemudian memegang tangan Rea. "Lo nggak usah merasa bersalah. Kalau memang lo sama kak Dheo ada perasaan lebih, gue nggak apa-apa, gue bakal dukung kalian sebagai sahabat."

"Enggak Ca, gue nggak bakal rebut kak Dheo dari lo! Gue nggak enak." tolak Rea.

"Rea... jangan nggak enakan sama gue. Gue nggak apa-apa. Beneran deh!" kata Eca penuh keyakinan. "Dari kedekatan kalian berdua udah kelihatan kalian bahagia. Jadi, gue bakal ikhlas, dan gue mau sahabat gue bahagia. Oke!"

"Hmm, makasih, Ca."

"Iya, sama-sama." ucap Eca tersenyum, lalu mereka berdua kembali berpelukan dengan erat.



See you next part!

My Love At The Factory (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang