11. Sakit

13 9 7
                                    

Pagi hari, sinar matahari menembus jendela kamar Rea. Menyilaukan sang empu hingga sadar dari tidurnya. Namun, Rea tidak bisa bangun sepenuhnya, badan Rea saat ini terasa berat, kepalanya pusing, dan matanya sembab.

Akibat obrolan Rea dan Dheo terakhir di tempat kerja. Rea menangis semalaman, karena hati Rea begitu sakit, terus mengharapkan Dheo agar bisa menjadi miliknya.

Bukan hanya hatinya yang sakit, tapi fisiknya juga, membuat ia tidak semangat untuk masuk kerja hari ini.

Di depan rumah Rea, seperti biasa Eca datang pagi-pagi untuk pergi kerja bersama Rea. Eca sudah memanggil Rea beberapa kali, tetapi tak kunjung ada yang keluar.

"Ini, kenapa nggak ada yang nyaut sih gue panggil?" gumam Eca. "tapi, pintu rumah ke buka?

Eca langsung menyelonong masuk ke rumah Rea, ia tidak segan untuk masuk, karena sudah dianggapnya rumah sendiri.

Eca mencari orang rumah sampai ke dapur, hingga akhirnya bertemu mama Rea.

"Assalamualaikum, tante," ucap Eca, lalu salim Ria.

"Ehh, ada Eca. Waalaikumsalam," jawab Ria tersenyum ramah.

"Pantesan ehh, tante sibuk nyanyi, dari tadi Eca panggilin dari luar, nggak ada yang nyaut," oceh Eca.

"Hahaha, maaf Ca, udah fokus banget ini buat sarapan sambil nyanyi," tawa Ria.

Eca ikut tertawa, "Hahaha, iya deh tan. Oh ya tan, Rea mana? Biasanya udah manasin motor diluar,"

"Coba kamu cek di kamarnya Ca, udah bangun belum, soalnya tadi tante liat dia masih dalam selimut. Tante udah bangunin, tapi kebo tuh anak, " ucap Ria.

"Aish, dasar Rea, haha," kekeh Eca. "Yaudah tan, Eca ke kamar Rea dulu ya."

Ria mengangguk. Kemudian, dengan cepat Eca berjalan menuju kamar Rea. Sesampainya di depan pintu, Eca mengetuk pintu tetapi tak sautan. Eca memegang knop pintu, dan ternyata pintu itu tidak terkunci.

Eca langsung masuk dan melihat Rea yang masih terbaring di atas kasur.

"Rea..." panggil Eca dengan pelan.

"Ca..." lirih Rea melihat Eca.

"Yok lah, pergi kerja, nanti terlambat loh. Tumben banget lo masih tiduran Re!" ucap Eca masih berjalan mendekati kasur Rea.

"G-gue... hari ini nggak kerja ya, Ca!" suara Rea parau.

"Ha, kenapa?" tanya Eca. "Lo kenapa? Mata lo sembab gini kenapa Re?" kata Eca panik saat sudah tepat dihadapan Rea.

Rea berusaha bangkit sambil memegang kepalanya, terasa sakit, lalu di bantu Eca. Rea langsung memeluk Eca, dan Rea kembali menangis saat berada dipelukan sahabatnya.

"Kenapa Re... lo kenapa..." ujar Eca pelan mengelus pundak Rea.

"M-maafin gue ya Ca, maafin gue karena udah merebut kak Dheo dari lo, hiks!" ucap Rea sesenggukan menangis.

"Kenapa minta maaf? Lo nggak salah, lo nggak merebut Re. Dia juga bukan siapa-siapa gue," jelas Eca berusaha menenangkan Rea.

Rea masih menangis dalam pelukan Eca.

"Cerita, kenapa kondisi lo jadi gini? Dan kenapa tiba-tiba minta maaf soal kak Dheo, apa jangan-jangan ini semua karena kak Dheo, hmmm?" tanya Eca bertubi-tubi karena panik melihat kondisi Rea.

Rea menceritakan obrolannya disaat bersama Dheo. Sepulang kerja, Rea hanya berdiam diri di kamar sembari merenung. Hatinya sakit, karena sudah menyukai Dheo tetapi Dheo terlihat seperti tidak menginginkan Rea.

Rea berpikir ini adalah balasan karena ia merebut crush sahabatnya. Dan Rea hanya bisa menangis, untuk melampiaskan semua yang terjadi. Menyalahkan diri sendiri dan ingin membuang rasa suka ini terhadap Dheo.

Eca ikut sedih mendengar cerita Rea, ia hanya bisa memberi pelukan, mendengarkan Rea menangis sampai Rea tenang. "Re... udah ya, jangan nangis lagi,"

Setelah beberapa menit Rea menangis dipelukan Eca, kini Rea sudah lega, kondisinya membaik, ia melepas pelukannya dan berusaha untuk tersenyum.

"Lo yang kuat Re. Nggak usah nangisin kak Dheo lagi,"  tutur Eca tersenyum.

"Hmm iya, Ca,"

Eca memegang pundak Rea dan memberikan semangat untuk Rea, "Kalau memang dia takdir lo, dia akan kembali buat lo. Semangat Rea!"

Rea kembali tersenyum, terharu karena sahabatnya selalu ada, bahkan disaat ia sedang sedih seperti ini.

"Makasih ya, Ca," satu kata yang hanya bisa Rea ucapkan.

"Iya, sama-sama. Setelah ini, lo nggak boleh nangis lagi, oke?"  bujuk Eca.

"Iya, siap,"

Eca melihat jam yang melingkar ditangannya, "Bentar lagi jam tujuh Re, lo beneran nggak mau masuk kerja?"

"Gue hari ini izin aja Ca, gue mau nenangin diri gue dulu," lirih Rea.

"Yaudah kalo gitu. Gue kerja dulu ya, lo baik-baik di rumah. Nanti pulang kerja gue kesini lagi," ujar Eca.

"Iya, Ca. Hati-hati, semangat juga kerja nya," ucap Rea diangguki Eca.

"Eh iya," Eca menepuk dahinya. "Kalau mama lo nanya gue, lo kenapa nggak kerja, gimana?

"Bilangin aja gue lagi mau istirahat dulu, nanti gue bilang ke mama gue nggak apa-apa kok," jawab Rea.

"Aah iya, oke deh. Gue pergi dulu Re," pamit Eca.

Eca keluar dari kamar Rea, tak lupa ia melempar senyuman kepada Rea sebelum menutup pintu. Eca kembali ke dapur untuk pamit sama mama Rea, dan memberi tahu bahwa ia akan pergi kerja sendiri tanpa Rea.

Eca menjelaskan kepada mama Rea, bahwa Rea ingin libur hari ini karena Rea ingin istirahat, setelah lelahnya bekerja setiap hari.

Setelah berpamitan, kini Eca langsung pergi ke PT. Sriwijaya.

My Love At The Factory (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang