Pukul tiga sore hari, adalah waktu karyawan packing pulang kerja. Keluar dari pabrik, Rea dan Eca berjalan santai di bawah terik matahari yang tidak terlalu panas, sembari bernyanyi-nyanyi dan tertawa. Mereka berdua selalu bersama setiap saat, bahkan pergi dan pulang kerja pun bersama. Rea dan Eca menuju parkiran motor PT. Sriwijaya untuk mengambil motor Rea.
"Ca, capek nggak?" tanya Rea ketika mereka sampai di parkiran.
"Capeklah Re. Kenapa?"
"Kita jalan-jalan dulu yok, Ca," ajak Rea.
"Boleh tuh, Yok," balas Eca.
"Oke."
"Ini kita capek bukannya istirahat, malah mau jalan-jalan."
"Hahaha, tapi lo suka kan?" kelakar Rea.
Eca ikut tertawa, "Hahaha, iya sih."
Sembari Rea dan Eca mengeluarkan motor, mereka tiba-tiba saling pandang, lalu tersenyum dan hanya seorang sahabat satu frekuensi yang tahu arti senyuman itu. Dan kembali tertawa puas. "Hahahaha."
"Apaan sih, nggak jelas Re," protes Eca.
"Nggak tau, lo yang ngajak ketawa," timpal Rea.
"Hihihi."
"Yaudah, yok lah." ajak Rea lalu naik motornya.
Kemudian, Eca segera naik motor juga di jok belakang, dibonceng oleh Rea, lalu motor Xeon itu melaju keluar dari lingkungan PT. Sriwijaya.
Mereka berdua membelah jalanan kota Prabumulih. Prabumulih, adalah kota yang ada di provinsi Sumatera Selatan. Dan kota ini dijuluki sebagai Kota Nanas.
Sembari menyusuri jalanan, Rea dan Eca melakukan kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan ketika diatas motor bersama. Yaitu, bernyanyi, bercerita, dan tertawa dengan suara lantang di tengah jalan, membuat siapapun yang berlalu lalang menoleh kearah Rea dan Eca. Mungkin sedikit memalukan, tapi asalkan bahagia semua tidak apa-apa.
"Eca, lo ada uang nggak, Ca?" tanya Rea sedikit teriak.
"Ada. Kenapa Re?" jawab Eca, mendekati telinga Rea.
"Kita jajan yok, beli apa gitu," tawar Rea.
"Boleh-boleh," jawab Eca antusias.
"Oke. Kita cari makanan di padat karya aja," ucap Rea diangguki Eca.
Rea melajukan motornya kearah padat karya. Padat karya, adalah nama jalan di salah satu kota Prabumulih. Dan disini menjadi tempat perbelanjaan orang-orang. Karena, mulai dari makanan, minuman, alat tulis, pakaian, kebutuhan pokok, semua terjual di sepanjang jalan ini. Tapi, yang paling mencolok adalah kulinernya.
Setelah membeli jajanan, Rea dan Eca sepakat untuk berhenti di taman kota. Suasana taman ketika sore hari, selalu ramai. Ada orang yang joging sore, berfoto, pacaran, main basket, main papan seluncur, nyanyi sambil main gitar, semua menikmati aktivitas mereka masing- masing. Sedangkan Rea dan Eca, menyantap siomay dan es boba di bawah pepohonan sembari di tiup angin sepoi-sepoi. Sederhana, tetapi indah jika bersama teman.
"Ca, gue mau ngomong sama lo," ucap Rea serius.
"Ngomong ya tinggal ngomong aja Re, serius amat!"
"Hehehe," kekeh Rea.
Eca mengubah posisi duduk nya menghadap ke arah Rea, "Mau ngomong apa?"
"Emmm, maaf ca," dehem Rea membuat Eca langsung bingung. "Maaf ya, tadi gue packing sama Dheo, gue juga nggak tau kenapa tiba-tiba dia mau packing hadapan sama gue."
"Lah? Kirain kenapa," balas Eca santai." Enggak apa-apa Re, lagian juga si Dheo bukan siapa-siapa gue."
"Tapi, tadi dia titip salam buat lo,"
"Masa?" balas Eca terkejut.
"Iya, sebenarnya sih tadi kak Adri yang bilang, katanya salam buat lo, dari Dheo," kata Rea.
Eca hanya berdehem, "Heem."
"Coba jujur deh Ca, jangan ditutup-tutupin lagi dari gue. Sebenarnya, lo tuh suka nggak sih sama Dheo?" tanya Rea begitu intens.
Eca terdiam mencerna ucapan Rea.
"G-gue," titah Eca gugup. "Iya, sebenarnya gue suka sama dia Re. Tapi, gue nggak mau terlalu berharap Re." ungkap Eca jujur.
"Hahaha," tawa Rea pecah. "Sudah kuduga, sejak kapan perasaan itu muncul?"
"Gue juga enggak tau Re," jawab Eca menyeruput es boba.
"Terus, kelanjutan yang lo inginkan bagaimana?" tanya Rea.
Eca menatap Rea mengucapkan kalimat dengan begitu tegas, "Intinya sih, jalanin aja dulu. Dan seperti yang gue bilang sama lo tadi pas jam istirahat. Gue nggak mau berharap lebih. Masalah lanjut atau nggak nya, itu biar urusan Dheo. Karena, yang pegang kendali suatu hubungan itu cowok. Tunggu aja gimana mau nya dia."
Rea mengangguk, "Heem. Iya, iya!"
"Perlahan, mungkin gue mau buka hati walau tidak sepenuhnya," Eca tersenyum kepada Rea.
"Lo, tenang aja. Gue bakal bantuin, tapi maaf kalau nggak bisa bantu banyak hehe." cengir Rea menepuk bahu Eca.
"Iya, makasih Rea Chalista Prisyilla." ucap Eca.
"Ha-ha, sama-sama. Eca Clarisa Destrana."
Pukul Empat lewat tiga puluh menit, hari semakin sore, Rea dan Eca segera bersiap untuk pulang kerumah, dan istirahat setelah lelahnya melewati hari ini.
***
Hallo bestie-bestie
Jangan lupa vote dan komennya yaaa, karena votmen kalian sangat berarti buat Dinda.💙😆
Dibutuhkan kritik dan saran yang membangun.
See you next part readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love At The Factory (SUDAH TERBIT)
RomantizmFOLLOW SEBELUM BACA!!! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN KARENA DUKUNGAN KALIAN SANGAT BERARTI ♡ Cerita ini diikutkan dalam event Solo Hollo Writing Corp. Versi sudah direvisi & lebih lengkap ada di Novel! Blurb : Bagaimana perasaanmu jika berada diposisi...