Ghibah

7 0 0
                                    


Aku merenung sebentar, dan berpikir aku tidak seharusnya santai menghadapi Caera.

"yang penting sih, kita saling tutor sebaya aja ama dia, biar kita pinter bareng. Katalu dia jenius kan?"

"kalo itu keknya susah den"

"otaklo pendek kali, jadi apa apa gangerti mulu. Latihan retorika sana"

"bukan ituannya, itumah gampang. Tapi, dia itu gapernah ngobrol sama orang, jadi ntu ilmu mendem aja di dia sendiri."

"lho, kenapa tuh?"

"gatau, sombong emang kali ya. Mungkin dianggepnya ni sekolah cuma alat ama dia hahaha"

"iya sih gue liatin hawa nya gelap sendiri. Tapi masa gapernah ah, mustahil"

"ih sumpeh, gue dari kelas 7 kan sekelas mulu ama ni anak. Gapernah kedengeran suaranya bos. Paling kalo diajak ngobrol duluan"

Pernyataan lam sangatlah kontradiktif terhadap apa yang kusaksikan kemarin. Aku belum menemukan titik temu, namun ini menarik.

"tapi den, gue tau orang yang dah kaya gerbang menuju isi otak caera. Kek bestie nya gitu dah"

"pinter pinter mainannya sirkel ternyata"

"eits tapi bukan sirkel, cuma satu orang"

"huh? Siapa emang?"

"yang mulia Julia"

"pantes semangat ngasih tau, julia ternyata"

"dia satu satunya orang yang ngobrol mulu ama Caera. Mungkin bestie nya gitu"

Julia. Tentu saja aku tidak berteman dengannya, tetapi aku butuh perantara.

Iya juga, kalau tidak salah kami sekelas dengan Julia tahun ini. Sungguh beruntung, namun aku tidak memiliki rencana berkenalan dengannya. Mungkin lam lebih berkenan untuk melakukannya.

"eh, dari tadi ngomongin dia kedengeran gak ya"

Aku melepas pandanganku dari lam dan segera mengecek bangku sebelahku. Caera tidak ada disana.

Secara tak sadar aku melupakan hawa keberadaannya. Kulihat ke sekeliling kelas, tidak ku temukan.

Rupanya ia tengah berdiri persis dibelakangku.

Ia melihatku dengan tatapan kosong. Aku bertanya tanya apa yang sedang ia lakukan sejak tadi, apakah dia mendengar pembicaraanku dengan lam? Apakah saat ini dia sedang marah kepadaku?

Lam melihat ke arah ku lagi dan menunjukkan ekspresi terkejut kaku setelah melihat caera berada dibelakangku. Caera membalas tatapan lam.

Caera melambaikan tangan kepadaku dan lam dengan senyuman halus. Aku membalas lambaian tangannya dengan melambaikan balik kepadanya. Aku tidak bisa mengabaikan senyuman tulus itu. Mood ku membaik, namun segalanya terjadi cukup absurd dalam waktu singkat.

Guru pelajaran bahasa inggris masuk ke kelas, pelajaran akan dimulai dalam sesaat, dan caera kembali ke tempat duduknya. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari dirinya hingga ia duduk.

Di lain sisi, raut muka lam terlihat tegang membatu, nafasnya sedikit tersumpal dan terbentuk ekspresi panik dari badannya. Ia ketakutan akan apa yang baru saja terjadi. Baginya, caera yang mendadak senyum kepadanya dan melambaikan tangan berarti tidak lain 'ancaman setelah membicarakanku'

"anu den anu, wali kelas kita siapa,,,"

"panik mas? Bu Endang, tuh gurunya didepan"

Lam mulai beradaptasi dengan kelas ini.

Hatsukoi | Lovey Dovey FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang