11. unexpected meeting

291 22 0
                                    

Phuwin benci kedinginan, apalagi fakta kalau ia baru saja menghabiskan gelas es teh keduanya sehabis makan barusan. Maklum, pikirannya tersugesti sebuah omongan kalau sedang di ruangan ber-AC harus banyak-banyak minum sebab jika tidak, tenggorokan akan terasa kering.

Namun, yang dimaksud minum di sini bukanlah minuman manis nan dingin luar biasa, tetapi air putih biasa. Jadi kesimpulannya adalah, Phuwin membuat kesalahan besar. Wajahnya sudah seperti menggunakan make up, terutama blush on alami nampak memperlihatkan diri samar-samar di bagian hidungnya.

Tu yang menyadari ini juga sebenarnya sudah mengingatkan, tetapi lama-lama membiarkan. Toh juga sudah berusaha, kalaupun sarannya tak diterima, perempuan itu tak masalah.

Hanya saja, lama-lama ia mulai terganggu dan merasa ada yang tak beres dengan sahabat dekat yang duduk di sebelahnya itu. Beberapa kali mengusapkan kedua telapak tangan di kain celananya, dan terlihat pula kedua kaki tak bisa diam. Wajah Phuwin pun terlihat menimang-nimang sesuatu di dalam pikiran, hendak membuat keputusan, namun ragu untuk melakukan.

Akhirnya, jawaban pun terkuak dengan sendirinya. Rupanya, lelaki itu hanya ingin buang air kecil.

Astaga... Tu saja sampai berkedip-kedip tak percaya, dikira sahabatnya itu sedang mengidap penyakit yang tak diketahui olehnya. Langsung bertanya, kenapa tak segera pergi ke toilet saja, dan pertanyaan itu terjawab dengan lirikan mata Phuwin yang mengarah ke seluruh tamu dalam ruangan. Lelaki itu sungkan, sebab sebentar lagi technical meeting akan segera dimulai tapi ia malah pergi ke toilet.

Tu reflek saja mencubit pinggang Phuwin yang segera ditepis sebelum tangan itu menyentuh bagian samping tubuhnya, memohon untuk tak melakukan sebab jika iya, dirinya sudah tak tahan lagi dan berada di ujung tanduk. Perempuan itu membulatkan mata, dan dengan tatapan tajam bagai laser Superman miliknya, Phuwin pun tak lagi ragu beranjak dari tempatnya terduduk lantas keluar dari ruangan, seperti kabur dari jebakan yang menjelma kulkas super dingin dengan dua pintu di depannya.

. . . . .

Helaan nafas dihembuskan begitu nikmat. Lega sekali rasanya, menghempaskan segala efek kedinginan yang sedari tadi ditahan-tahan. Phuwin mencuci tangannya, lantas tak segera kembali ke ruangan. Berbeda sekali dengan kondisinya beberapa waktu yang lalu, malah mengkhawatirkan sesuatu yang sebenarnya masih bisa ditoleransi.

Hati kecilnya pun berkata pula, sepertinya tak masalah kalau ia tinggal sejenak di toilet ini. Setidaknya sampai suhu tubuh kembali menghangat, dan tak lagi menggigil kedinginan. Dewi keberuntungan pun juga seakan mendukung sebab tak ada orang lain selain dirinya di lingkup sempit nan privasi ini. Hanya suara deburan ombak di luar sana yang menemani Phuwin dari kesunyian sesaat saja.

Ya, benar. Sesaat saja. Sebab setelah ini, tak diketahui oleh siapapun pula, sebuah biang kerok kericuhan dalam kehidupan Phuwin akan muncul tanpa diundang.

Sudut mata lelaki itu menangkap sesosok bayangan sedang menunduk di ambang pintu toilet. Tapi tenang, makhluk itu benar-benar manusia, sebab nampak sekali kedua kakinya menapak, sedangkan salah satu tangannya berfokus pada ponsel yang diketik begitu cepat.

Phuwin sempat terkecoh dengan pemandangan itu, jarang sekali menemukan seseorang bisa mengetik dengan sebelah tangan tapi kecepatannya seperti melakukan dengan kesepuluh jari. Pandangannya pun semakin naik, seiring dengan rasa penasarannya pula. Dan ternyata, ia mendapati wajah sang pemuda tertutup oleh rambut tebal di bagian depan wajahnya.

Phuwin memicingkan mata, seakan dengan begitu bisa menembus helai-helai rambut yang menghambat dirinya memandang. Namun sayang, usaha itu sia-sia. Sebab lelaki itu juga nampaknya tak akan bergerak dari tempatnya berdiri selama beberapa menit kemudian.

Khawatir pemuda itu akan menghalangi orang lain yang hendak masuk, Phuwin pun akhirnya bersuara. Sekedar memanggil sang lelaki tak dikenal supaya kesadarannya bisa kembali ke dunia nyata, dan tak kepada dunia di dalam ponselnya.

Pernyataan kembali menemukan jawaban, bersamaan dengan waktu yang bisa dibilang semakin melambat pula. Sosok itu perlahan menengadah, dengan seluruh rambutnya disibak natural oleh angin lautan yang berhembus menuju daratan di belakangnya.

NARA?!

Tetapi untung saja, suara panggilan itu tercekat di tenggorokannya. Tak mampu melepaskan hasrat untuk menyerukan nama yang dipandang sebab sudah terlampau kaget.

Phuwin sama sekali tak menyangka akan bertemu sosok pemuda yang begitu dihindarinya seharian ini. Tubuhnya membujur kaku seperti manekin yang enggan bergerak sesuai keinginannya. Pikiran kepala cerdasnya seakan ikut berhenti menghasilkan rencana apa yang harus dilakukan. Mendadak berubah dungu padahal ketika lulus S1, ia mendapatkan gelar cumlaude yang sungguh terhormat.

Hanya satu tindakan yang segera dilakukan Phuwin, yakni menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tak berani memandang kedua mata yang saat ini justru bertemu sepucuk rambut milik yang tergugup.

Phuwin tak tahu lagi harus melakukan apa, sudah kehabisan ide dan cara agar eksistensi teman seperjalanan di pesawatnya itu bisa mendadak lenyap dari bumi saat itu juga. Tetapi secara bersamaan pula, ia juga ingin sekali tiba-tiba menghilang dari toilet lalu muncul secara ajaib di ruangan dinner keluarga Tu tanpa ketahuan oleh Nara.

Lantas dengan tekad yang kuat bersama setitik keberanian terakhir yang muncul dalam dada, lelaki itu pun kemudian bersuara. "Excuse me, Sir."

Dan tak disadari, suara itu bergetar tanpa diminta. Bergetar dalam artian yang sesungguhnya, alias gugup sampai menjalar hingga ucapannya menjelma gumam yang minim suara.

Sosok di hadapan Phuwin sampai memiringkan kepala, sebab pria yang menunduk ini juga tak bergerak sama sekali. Seluruh tubuhnya sangat bertolak belakang dengan apa yang barusan terucap. Sebab toh kalau memang mau beranjak dari tempat, seharusnya tubuh manusia memberikan sinyal berupa gelagat tubuh yang mau bergerak melewati seseorang atau sesuatu.

Seakan tahu apa yang dibingungkan oleh dia sang pelaku kegugupan, Phuwin tak mau kalah dan masih bersikeras melawan rasa malunya sebab ia merasa harus menang dalam peperangan antara pikiran dan hati yang berkecamuk. Lalu dengan sekuat tenaga, bahkan terkesan tergesa-gesa, sebelah kaki Phuwin melangkah ke kanan, berniat melewati tubuh tinggi besar yang seperti portal jalan perumahan (setidaknya begitu baginya).

Namun sial, yang terjadi setelahnya sungguh di luar dugaan. Di tengah rasa panik yang perlahan memenuhi jiwa, dan mulai merasuki setiap jengkal dari tubuh Phuwin, pandangannya kembali bertemu dengan Nara yang juga menyamakan posisi dengan pria yang saat ini kembali menundukkan kepala.

Pemandangan aneh itu terjadi sekitar tiga kali, sampai-sampai Phuwin merasa resah dan amarahnya menumpuk tinggi. Berdecak keras dengan bibirnya, kemudian ia mendongak dan berani menatap kedua mata yang rupanya juga ikut memandang balik dengan begitu lamat.

"Loh, Phuwin?"

Yang dipanggil pun menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Ketika pria di hadapannya masih meresapi kenyataan yang ada, Phuwin sudah telanjur kabur dengan kecepatan lebih cepat dari orang kelaparan yang dipanggil nama pesanannya. Hilang dari pandangan, meninggalkan Nara dalam keheningan yang kemudian dipahami sebagai suatu kebetulan.

Lantas setelah benar-benar kembali ke dunia nyata, langkah bertubuh tinggi itu ikut mengejar. Tak jadi pergi ke dalam bilik untuk menumpahkan segala rasa yang telah membendung di balik perutnya. Karena pertemuan dengan penumpang yang sempat tertidur di pundaknya ini memang harus diselesaikan secara baik-baik dan secara tarik-menarik sekali pun.

.

.

.

To be continued . . .

EXPECT THE UNEXPECTED • pondphuwin ft. dewtu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang