-10-

1.1K 91 15
                                    

Warning!!! 18+ Cerita ini hanya fiksi belaka.
Jika ada kesamaan nama, tokoh, alur, tempat, itu ketidaksengajaan. Cerita ini murni imajinasi.
TYPO CORRECT!!

-
-
-

Sudah seminggu sejak berita pembunuhan itu terjadi, Naya menjadi parno sendiri saat akan pulang sore ataupun malam. Darah dan beberapa anggota tubuh yang tak lengkap selalu terbayang di pikirannya. Takut, sangat takut, walaupun Naya di jaga oleh beberapa bodyguard dari jauh ia masih saja takut.

Naya terlonjak kaget saat sebuah tangan menepuk pundaknya, Naya pun memutar tubuhnya dan memandang sosok Sadewa yang tengah menatap Naya dengan khawatir.

"Kenapa?"

Naya menggeleng ragu, ia tak nyaman jika harus mengungkapkan ketakutannya pada Sadewa. "Tak apa, hanya sedikit masalah yang mengganggu."

Sadewa mengangguk namun dengan tangan yang terkepal erat. Siapa yang beraninya membuat Naya berpikir keras tentang masalah itu, batin Sadewa.

"Apakah ingin ke kantin?" tanya Sadewa.

Naya yang sedari tadi memikirkan hal ketakutannya sedang berada di perpustakaan. Naya pikir dengan berada di perpustakaan akan membuat pikirannya segar namun, kebalikannya membuat otaknya terus mengulang hal mengerikan itu.

"Nay?" panggil Sadewa.

Sadewa khawatir dengan keadaan Naya yang terus saja melamun. Apakah masalah itu tidak kecil? pikirnya kembali.

"Ha? Oh, ya ayo kita pergi," ajak Naya.

Sadewa pun mengikuti Naya dari belakang. Ia khawatir dengan Naya.

'Nay.'

-
-
-

Suasana kantin yang lumayan ramai membuat beberapa orang melirik ke arah Sadewa dan Naya yang tengah berjalan beriringan.

Beberapa orang yang berbisik melihat kedekatan keduanya. Dari arah belakang keduanya terdapat sepasang mata yang menatapnya dingin dan datar. Dengan langkah cukup lebar, orang itu langsung saja menarik lengan Naya cukup kuat, membuat Naya sedikit meringis sakit.

Sadewa kaget dan langsung menatap pelaku yang membuat Naya kesakitan.

"Kau membuatnya kesakitan Xione," ucapnya datar.

Xione menatap tangannya yang mencengkram lengan Naya dan langsung melonggarkannya. Menatap Naya dengan rasa bersalah.

"M-maaf Nay," lirihnya.

Sungguh Xione sangat menyesal dengan sikapnya, tapi melihat Naya yang berjalan berduaan dengan Sadewa membuat hatinya bergemuruh dan panas. Walaupun hanya berjalan beriringan tanpa berpegangan tangan. Oke, itu sangat berlebihan.

Naya mengelus lengannya yang sakit. Kesal dan marah, perasaannya sungguh berantakan.

"Ya," setelahnya Naya melenggang pergi meninggalkan Sadewa dengan Xione yang air mukanya sendu melihat kepergian Naya.

Sadewa pun ikut meninggalkan Xione yang masih diam di tempat.

"Sial."

-
-
-

Naya terus mengumpat di setiap langkahnya. Ketakutan yang dari semalam menghinggapinya hilang seketika saat kejadian di kantin tadi. Akibat tak fokus dengan sekitar, Naya menabrak seseorang, membuat keduanya terjatuh.

"Shh, sialan!" umpatnya pelan.

"Kamu baik-baik saja Nay?" tanya seorang pria yang tengah membersihkan bagian bokongnya.

Naya pun ikut berdiri dan membersihkan pakaiannya yang kotor. "Ya, aku tak apa Ren."

Jaren Darena yang tak sengaja bertabrakan dengan Naya.

"Kamu mau kemana?" tanya Jaren.

"Gak tahu juga sih, tadinya mau ke kantin tapi, gak jadi soalnya gak mood juga," jawab Naya.

Jaren mengangguk, "gimana kalau ke kantin belakang? Di sana juga gak kalah enak kok makanannya, gimana? mau?"

Naya memikirkannya sebentar, sepertinya ia butuh asupan pedas untuk menghilangkan emosinya. Naya pun menyetujuinya, "ayok!"

-
-
-

"Ini enak banget sumpah, bumbu kacangnya beda dari yang lain," Naya mengomentari siomay yang ada di kantin belakang.

Sebenarnya bukan kantin cuma pedagang yang pakai motor atau mobil, karena di belakang gedung univ lahan kosong yang bebas di gunakan.

"Gimana gak beda jauh ama yang di kantin depan kan?" tanya Jaren.

Naya mengangguk, mulutnya penuh dengan siomay, membuat pipinya mengembung layaknya tupai.

Jaren sesekali melirik Naya, tingkahnya membuat tangan Jaren mengepal erat, gemas dan imut. Sungguh godaan yang berat.

"Akhirnya perutku kenyang." Naya mengelus perutnya yang sudah kenyang, dari tadi ia terus memesan makanan yang berbeda, walau makanan murah tetap saja rasanya tidak jauh berbeda dengan yang mahal.

"Jaren kamu tanggung jawab gak!"

Jaren terkejut dengan pernyataan Naya, "tanggung jawab apa Nay?"

Naya mulai cengengesan, "hehe, aku jadi gak bisa gerak ini karena kekenyangan, boleh gendong gak?"

Jaren menghela nafas, sungguh dirinya tadi was was jika Naya kenapa-napa ternyata hanya minta di gendong.

"Oke, ayo naik!"

-
-
-

Mata itu menghunus tajam pada kedua orang yang tengah makan sampai di gendong. Tangannya meremas kuat. Emosinya memuncak.

"Naya hanya milikku!"

-
-
-

Pojok Sun : hai hai hai👋 apa kabar semua, setelah hiatus selama 1 tahun, baru bisa lanjut lagi, maaf ya😗✌️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang