#10 Risa dan Nasya

4 0 0
                                    

"Selamat karena udah terpilih menjadi pengurus inti OSIS untuk periode ini, semoga kita semua bisa bertanggung jawab terhadap posisi kita saat ini," ucap Ethan menutup rapat pertama pengurus inti OSIS periode baru. Sesaat setelah rapat ditutup, Risa memutuskan untuk mengajak Nasya bicara. Ia tau ada yang janggal dari sikap Nasya kepadanya, dan ngga mungkin dia menutup mata soal ini, mereka akan bekerja sama selama kurang lebih 1 tahun, bakal ngga nyaman kalo mereka canggung satu sama lain karena ada kesalah pahaman, pikir Risa.

"Sya, gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Risa menghentikan Nasya yang saat ini sudah selesai membereskan alat tulisnya dan hendak pergi keluar ruangan OSIS.

"Ngomong apa?"

Risa menoleh ke sekeliling sebelum akhirnya berkata, "Disini masih ada yang lain, di lorong aja gimana?" ucap Risa. Nasya hanya mengangguk lalu berjalan ke luar ruangan diikuti oleh Risa di belakangnya.

"Kenapa?" tanya Nasya datar.

"Gue ada salah ya sama lo? Kalo ada bilang aja ngga papa. Gue pikir gue aja yang sensi waktu interview lo kayak ketusin gue gitu. Tapi sekarang juga gue ngerasa lo kelihatan ngga nyaman di deket gue. Gue ada salah ya?"

"Ngga kok, biasa aja. Perasaan lo doang kali,"

"Lo yakin? sikap lo aneh kalo lagi bareng gue, gue perhatiin lo waktu bareng Alea biasa aja,"

"Gue emang kayak gini kok orangnya. Lagian emangnya kalo jadi pengurus OSIS harus deket sama lo gitu ya? atau gimana maksud lo?" pertanyaan menohok Nasya bikin Risa terdiam bingung.

"Bukan harus deket sama gue juga sih, maksud gue... gue cuma mikir seenggaknya kalo lo ada masalah sama gue bilang aja..."

"Gue ngga ada masalah sama lo, gue cuma... ngerasa ngga nyaman aja deket lo,"

Risa menelan ludah, baru kali ini ada yang terang-terangan bilang di depannya kalau ia tidak nyaman dengan Risa, "Tapi kenapa? kenapa lo ngga nyaman deket gue?"

"Ya ngga tau, aura lo kali. Emang kayak gitu butuh alasan ya?" tanya Nasya terdengar sangat sinis. Risa memandang Nasya dengan mata berkaca-kaca, "Wah lo sampe sekarang ngga berubah ya. Tetep suka bikin orang sakit hati sama ucapan lo," Sebuah suara memotong percakapan Risa dan Nasya, membuat mereka spontan menoleh, mendapati Steven sedang menatap Nasya dengan tajam.

"Ayo pergi, kita harus bimbingan astronomi" kata Steven sambil menarik tangan Risa menjauhi Nasya.

"Lo juga ngga berubah. Lo sengaja mesra mesraan sama Risa di depan gue kan? kenapa? mau bikin gue cemburu??"

Langkah Steven terhenti karena perkataan Nasya, ia menoleh lalu menatap Nasya dengan dingin, "Ngga usah ngelantur dan bikin orang lain salah paham. Urus aja urusan lo sendiri," ucap Steven lalu kembali menggandeng tangan Risa ke arah perpustakaan. Risa ingin menyingkirkan tangan Steven dan bertanya apa maksud semua ini tapi Steven terlihat sedang tidak bisa dibantah, jadi Risa hanya diam dan membiarkan Steven menggandeng tangannya sampai perpustakaan.

Sekarang, Risa dan Steven sudah duduk berhadapan di sebuah meja penuh dengan buku astronomi. Tapi perhatian Risa tidak tertuju kepada buku-buku itu, ia diam-diam melirik Steven yang sedang membaca salah satu buku dengan tenang, seakan tidak terjadi apapun tadi.

"Kalo lo disini cuma ngeliatin gue mending lo pulang," ucap Steven tanpa sekalipun menoleh ke arah Risa.

"Lo berhutang penjelasan sama gue" ucap Risa. Steven menghela nafas, ia lalu meletakkan bukunya dan menatap mata Risa.

"Soal yang Nasya bilang tadi jangan dipikirin. Gue ngga pernah ada pikiran untuk manfaatin lo atau apapun itu yang dia bilang,"

Risa menatap mata Steven. Tidak terlihat ada kebohongan di dalamnya, membuat Risa memutuskan untuk percaya. "Lo sama Nasya ada hubungan apa?" tanyanya.

"Dia mantan gue," ucapan Steven membuat Risa tidak dapat menahan raut wajah terkejutnya.

"Kita putus waktu kelas 10," sambungnya. 

"Oh... oke," hanya itu respon yang bisa Risa berikan sekarang, Ia masih bingung bagaimana mencerna semua ini.

"Steven,"

"Apa?"

"Lo masih sayang sama dia?" tanya Risa sambil memperhatikan raut wajah Steven yang sempat berubah walau hanya beberapa detik.

"Ngga lah, kalo masih sayang ngapain gue putus sama dia?"

"Tapi dia kayaknya masih sayang sama lo,"

"Ngga mungkin,"

"Buktinya dia cemburu lo sekelompok sama gue,"

"Kata siapa dia cemburu?"

"Kata gue. Sikap dia ke gue aneh padahal gue ngga pernah ngerasa ada salah sama dia. Itu gara-gara cemburu ngga sih?"

Steven tersenyum getir, "Dia ngga bakal cemburu sama gue. Ngga tau deh, ngga usah bahas Nasya lagi, sekarang waktunya belajar," ucap Steven berusaha menghentikan topik obrolan mereka saat ini.

"Iya iyaaa," ucap Risa lalu mulai membuka-buka buku astronominya. Tapi baru 5 menit belajar, ia kembali membuka suara.

"Eh tapi gue penasaran deh,"

"Apaan?? Lo itu ngga bisa fokus ya. Baru 5 menit belajar dan lo udah ngajak gue ngomong lagi," jawab Steven. 

"Hehe, sorryyy, ini pertanyaan terakhir deh,"

"Apa?"

"Kalo misal Nasya ternyata masih sayang sama lo, lo bakal balikan sama dia?"

"Ngga bakal," jawab Steven pendek.

"Kenapa?"

"Karena dia ngga bakal sayang sama gue,"

Risa mengernyitkan dahinya bingung, "Maksudnya?"

"Tadi lo bilang itu pertanyaan terakhir," ucap Steven mulai habis kesabaran.

"Oke oke maaf gue ngga bakal nanya lagi," ucap Risa lalu akhirnya membuka kembali buku astronominya dan mencoba fokus.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Given-TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang