ke tak nyaman menghantui perasaan Genta sedari tadi. Memikirkan hal apa yang harus dia lakukan nanti, saat bertemu dengan orang yang telah membuangnya.
Iya, Genta memilih bertemu dengan orang tuanya atas arahan dari Gian kemarin. Mencoba beranikan diri, mendatangi langsung rumah megah di hadapannya. Tidak ada masalah ekonomi, Genta yakin itu. Lantas, mengapa dia dibuang begitu saja?
Tangan lelaki itu mulai memencet bel, masih di depan pagar rumah megah itu. Tidak lama kemudian, ada seorang satpam yang mendekat.
"Cari siapa, Mas?"
"Ini benar rumahnya pak Bahri? Saya Genta, tujuan ke sini mau ketemu dengan pak Bahri," jawab Genta.
"Pak Bahri mah jam segini di kantor, di rumah hanya ada istrinya."
'Bunda ...?' Genta bergumam.
"Apa, Mas?" Genta menggeleng cepat.
"Saya boleh bertemu? Tenang aja, saya bukan orang jahat kok."
Akhirnya, sang Satpam membukakan pagar megah itu. Genta masuk dan menatap sekeliling. Merasa takjup dengan keindahan dan kemegahan rumah orang tuanya. Ternyata dia anak orang kaya, tidak seperti yang dia bayangkan.
"Mari, Mas. Saya antar." Genta tersenyum dan mengangguk.
Begitu sampai di depan pintu utama, sang Satpam kembali ke tempatnya. Genta mengetuk perlahan dengan rasa gugup yang kentara. Namun, berusaha untuk ditahan.
"Assalamu'alaikum." Pintu terbuka setelah menunggu hampir lima menit.
"Wa'alaikumsalam. Siapa, ya?" tanya Mira. Iya, dia sendiri yang membukakan pintu untuk Genta.
Lelaki itu merasa lidahnya keluh, seakan tak bisa bersuara. Genta memilih menggigit bibirnya.
"Halo? Kamu siapa? Ada keperluan apa di sini?"
"Ibu nggak kenal saya?" tanya Genta. Untuk memastikan saja.
Jika sudah sempat datang ke pantinya, bukankah mereka sudah tahu wajah anak mereka? Mengapa respon tersebut yang dia dapat.
"Enggak, saya nggak kenal. Kamu siapa sih sebenernya?" tanya Mira mulai kesal.
"Aku Genta, Nda. Aku anak Bunda. Bukannya kemarin, kalian datang untuk menemuiku di panti?"
"Panti? Saya nggak ngerti maksudnya kamu ini apa, tapi yang jelas saya tidak kenal kamu. Lagi pula anak saya cuma satu, dan itu bukan kamu."
Hancur sudah pertahanan yang Genta tahan sejak memilih pergi ke sini. Mencoba memantapkan hati untuk bertemu kebahagiaannya, mungkin. Namun, dia salah. Bahkan, bundanya tidak menganggap dan mengenali dia.
"Kenapa kamu malah nangis?"
"Pak Bahri kemarin cariin aku, tapi nggak ketemu sama aku. Aku kira ibu tahu, karena kata pengurus panti yang datang ada dua orang. Pak Bahri suami ibu, kan?
Kembali dengan panggilan ibu, Genta merasa tak pantas memanggilnya dengan sebutan bunda.
"Iya, dia suami saya. Kamu pasti salah orang. Kalau tidak ada keperluan, silakan pergi."
Mira menutup pintu tanpa menunggu jawaban dari Genta, yang kini masih terdiam di tempat. Memandang pilu pintu bercat putih telah tertutup rapat.
'Apa memang gue nggak pantas lahir, ya?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Abhipraya | Na Jaemin ft NCT Dream
Fiksi PenggemarDia hanya ingin hidup lebih lama. Rasa takut akan meninggalkan orang-orang yang dicintainya menjadi bayang-bayang yang tak terpisahkan dalam kehidupannya. ❗CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN PENULIS. SEMOGA KALIAN SUKA DENGAN CERITA NYA copyright © 202...