Minho pergi ke rumah ibunya bukan sekadar menenangkan diri, tapi juga memutuskan salah satu keputusan terbesar dalam hidupnya. Keputusan yang akan mengubah ke mana hidupnya akan melangkah.
Dan dia memutuskan untuk pisah dari Chan adalah jalan terbaik. Dia sudah salah langkah tiga belas tahun lalu, jadi kalau bisa, kali ini tidak lagi.
"Sunghoon," panggilnya pada balita yang sibuk dengan ponsel miliknya.
"Beyum siap, mi," dia sembunyikan ponsel mimo di balik punggung.
"Terlalu lama main ponsel bisa buat mata kamu sakit nanti," jelas Minho memberi pengertian.
Namun Sunghoon tidak peduli. Dia kembali memainkan ponsel milik mimo. Ini salah Minho karena membiarkan anak itu mengambil alih ponselnya lima belas menit lalu. Kalau sudah pegang ponsel susah dilepas.
"Ponsel ternyata lebih berharga daripada mimo," Minho berdiri dan hendak pergi merapikan barang mereka. Setelah dua hari dia akan pulang ke rumah Chan. Ya, rumah Chan. Rumah besar seperti istana itu tidak akan lagi menjadi tempatnya pulang. Dia akan serahkan gugatan cerainya secepat mungkin.
Sunghoon perhatikan mimonya, sepertinya ngambek. Jadi, dia simpan ponsel mimo dalam tas, lalu dekati ibunya itu.
"Mau mana, miii?" Tanyanya manis.
"Siapa ya?"
Balita dua tahun itu tertawa geli. Dia peluk kaki mimo, lalu kembali bertanya mau ke mana.
"Pulang ke tempat papa."
"Dangan, Suhoon mau sini aja."
"Kenapa?"
"Papa malah di lumah."
Bibir Minho refleks tertutup mendengar itu. Dia usap rambut halus anaknya. "Nggak, papa nggak marah."
"Belatem kata Uchan."
"Kakak," koreksi Minho. Tas Sunghoon sudah rapi. Dia berbalik memeriksa sekitar kamar. Mana tahu ada barang tertinggal. Dan benar saja, botol susu Sunghoon masih di atas nakas.
"Sayang, tolong ambil botol susu kamu itu, nanti ketinggalan."
"Mana?"
"Itu di sana," Minho tunjuk nakas di sebelah tempat tidur.
"Haduh mimo, Suhoon capek lho."
Ya ampun, anak ini. Capek apa dia sampai sebegininya. Kerjanya hanya makan, minum susu, tidur, dan main ponsel.
"Jadi nggak bisa mimo minta tolong nih?" Tanya Minho main-main. Nada bicaranya sedih sekali.
Sunghoon majukan bibir bawahnya, ikut cara mimo bersedih hati. Dengan malas dia berjalan ke arah nakas. Dia bahkan mendengus untuk menunjukkan rasa tidak senangnya disuruh mimo.
"Terima kasih, Sunghoon," ujar Minho begitu si anak memberikan botol susunya tanpa lihat dia.
"Hm."
Minho menggeleng tak kuasa. Anak yang satu ini meski wajah mirip dirinya, tapi kelakuan jelas turunan papanya. Kalau sudah tidak senang sukanya playing victim, tapi Minho pikir itu karena dia masih kecil. Semoga saja tidak berlanjut hingga dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDERCOVER | BNH
FanfictionMenjadi orang tua bukan perkara mudah, apalagi kalau anak sudah lebih dari satu. Dan hal itu semakin diperparah dengan kesalahan paling kelam yang pernah Minho lakukan bertahun-tahun lalu. Andai waktu bisa diulang, dia tidak akan pernah mencoba-cob...