Chapter 15

1K 157 32
                                    

Suara obrolan dan tawa yang sesekali mengisi makan malam mereka tidak buat Chan bisa beralih dari kekhawatirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara obrolan dan tawa yang sesekali mengisi makan malam mereka tidak buat Chan bisa beralih dari kekhawatirannya. Dia perhatikan Junhan yang makan dengan pelan. Anak itu nampak sehat meski badannya kurus.

"Mas?"

"Hm?"

Panggilan Minho menyentaknya dalam keterkejutan. Itu jelas menimbulkan tanya bagi Minho. Namun dia tahan sejenak.

"Kamu mau tambah lauknya?"

Meski sudah merasa kenyang nyatanya Chan tidak bisa menolak tawaran itu. Dengan senyum tipis dia bilang, "boleh."

Pikiran Chan tidak bisa tenang kalau masalah di sekitarnya belum selesai. Dia terus terpikirkan. Setiap yang terjadi terus-menerus buat dia pusing dan cemas. Dan kecemasannya itu bisa Minho rasakan.

Namun belum sempat Minho bicara Chan sudah lebih dulu buka suara. "Sungchan," panggilnya.

"Ya?" Sungchan yang masih bercanda dengan adik bungsunya menoleh dengan cepat. "Kenapa, pa?" Tanyanya bingung.

"Kamu kenapa akhir-akhir ini pulangnya nggak pernah sama supir dan selalu terlambat?"

Minho bisa lihat anak sulungnya tertegun ditodong tanya macam itu. Sungchan melirik sekitar. Suasana yang mendadak sunyi buat mereka tidak nyaman. Satu-satunya yang masih bisa ceria jelas hanya Sunghoon seorang.

Sadar ini tidak akan berakhir baik Minho menengahi dengan suara yang menenangkan. "Selesaikan dulu makannya, nanti kita bicarakan," tangannya mengusap lembut lengan suaminya, memberi isyarat agar membiarkan anak-anak mereka makan lebih dulu.

Saat anak mereka sudah kembali fokus ke makanan masing-masing Minho tatap suaminya yang juga sedang menatapnya. Dia menggeleng pelan. Chan kebiasaan, selalu membawa topik sensitif ke meja makan. Hal itu bisa buat selera makan orang lain hilang. Dan Minho tidak suka.

Sejujurnya sedikit percuma Minho menunda pembicaraan ini. Bagi Sungchan, sekarang atau pun nanti akan sama saja. Dan memang benar itu tidak ada bedanya. Selesai makan malam dia dituntut untuk terbuka pada orang tuanya.

Sungchan berdeham pelan. Kegugupannya tidak lagi bisa ditutupi. Mereka duduk di ruang keluarga melingkari meja bundar.

"Kamu punya pilihan untuk jujur atau tidak," mulai Chan. "Tapi jangan salahkan papa kalau papa cari tau sendiri."

Pasti akan jadi masalah besar kalau papa sampai mencari tahu sendiri. Bukan hanya dia akan dimarah, tapi juga ada kemungkinan kesalahpahaman yang lebih besar. Namun Sungchan bukan tipe anak yang akan terintimidasi akan hal itu. Dia tidak akan merasa tertekan hanya karena orang lain mengintervensinya. Itulah kenapa dia bisa bicara dengan tenang meski sedang ketakutan.

"Aku bisa kasih tau semuanya, tapi cuma antara aku, papa, dan mimo saja."

Junhan yang fokus menatap satu titik di lantai menoleh pada kakaknya. Merasa tersinggung karena kakaknya tidak mau dia tahu masalahnya. Dia satu-satunya yang tidak boleh dengar, kan? Sunghoon tentu tidak akan paham meski dia dilibatkan.

UNDERCOVER | BNHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang