Bab 2

489 35 3
                                    

Mentari pagi bersinar memasuki celah jendala.

Dari dinding kaca besar itu terdengar burung berkicauan di pohon halaman belakang samping dapur rumah.

Yoongi tengah menata sarapan di kitchen bar, roti gandum isi telur mata sapi dan keju serta taburan parsley yang dipanggang dalam oven. Yoongi melirik Jimin yang menuruni tangga dalam balutan baju tidur bebeknya dengan mata setengah terbuka dan semangat yang minus.

"Jimina, perhatikan langkahmu." Teriak Yoongi khawatir.

"Hm"

Yoongi segera melepas apron teddy bearnya dan menghidangkan sarapan di meja.

Jimin menarik kursi bar tepat di depan hasil karya Yoongi dan duduk manis menunggu Hyungnya menuangkan susu.

Yoongi kemudian duduk di depan Jimin menikmati sarapannya beserta segelas kopi hitam dari biji kopi arabika kualitas impor terbaik.

"Hari ini Guru Baek akan datang di pukul sembilan pagi. Kau segera bersiaplah di ruang belajar."

Jimin menurunkan pundaknya seraya menatap kakaknya dengan memelas, "Hyungie aku lelah."

"Mwo? Kau bahkan baru bangun tidur Jimina, apa yang membuatmu lelah?"

Jimin menghela nafas sembari memasukkan potongan roti yang diiris sesuai kapasitas mulutnya.

"Beban hidup, hungie."

"Apa aku tidak salah dengar? Kau bahkan bisa makan dengan sendok emas, Jimina. Diluar sana banyak manusia yang harus peras keringat demi satu won."

"Ah hyung tidak akan mengerti sekalipun aku jelaskan!" Jimin meletakkan garpunya kasar menimbulkan dentingan keras.

"Baiklah, apa mau mu?" Yoongi menghela nafas pasrah sambil merapalkan mantra agar tidak terpancing emosi di pagi yang cerah ini.

"Janji untuk menepatinya, hyung?"

Jimin memajukan tubuhnya hingga menempel dengan meja. Mengacungkan jari kelingkingnya untuk pinky promise dengan sang kakak.

"Kekanakkan" ucap Yoongi acuh.

"Yaakk, hyung! Berjanji dulu!"

"Tidak."

"ish!"

Jimin menggembungkan pipinya dan melipat tangannya di depan dada. Kesal.

"Malu sama umur." Kata Yoongi mengompori.

Jimin hanya memberikan lirikan maut masih tetap teguh dengan rajukannya.

"Ah, baiklah. Apa yang kau inginkan?"

***

Sore itu Yoongi segera berlari meninggalkan rapat penting di kantornya setelah mendapat kabar dari sang sekretaris bahwa adiknya dilarikan ke rumah sakit.

Banyak umpatan dari pengendara lain melihat Yoongi yang mengendarai mobil seperti orang kesetanan serta beberapa kali menerobos lampu merah. Pemuda itu tidak peduli dengan surat tilang yang akan mampir di meja kerjanya besok pagi.

Dipenghujung hari dengan semburat orange merajai ufuk barat, Yoongi merasakan debar jantungnya bekerja ekstra. Rasa pening menghantam kepalanya memikirkan berbagai spekulasi yang terjadi dalam otak kecilnya.

Apakah Jimin selamat? Apa yang sebenernya terjadi? Bagaimana orang-orang yang ia bayar mahal itu bekerja?

Begitulah pertanyaan besar dipikirannya.

Saat di perjalanan, Yoongi menyempatkan waktu menghubungi Jung Ahjumma. Ia mendengarkan penjelasan singkat wanita paruh baya kepercayaan dari wireless stereonya.

Gloomy Oktober : Little Brother Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang