Petir dan Senja (3)

13 3 1
                                    

Petir itu garang-garang pemalu. Lalu, bagaimana jika ada orang yang bisa membaca pikirannya?

...

Petir dan senja adalah kombinasi yang unik. Bayangkan, langit berdarah dan tiba-tiba kilat membelah. Atau beduk ditabuh diiringi gemuruh. Begitu juga Boboiboy Petir dengan kuasa elemental dan Serene Senja dengan kemampuan telepati menjadi kombinasi yang menarik.

Dia akan menembak ke kiri, menghindarlah ke kanan!

Setelah membaca pikiran musuh, Eren bisa meneruskan informasi itu ke Petir dengan telepati. Begitulah Petir bisa lebih akurat dalam menghindar dan menyerang.

Arah jam delapan, ada satu alien yang bersembunyi.

"Keris Petir!"

Petir melemparkan kerisnya ke arah musuh yang bersembunyi di balik gunung pasir. Pahlawan galaksi itu menghindar, menyerang, dan menerjang dengan gesit. Selain terbantu dengan kuasa elementalnya yang memungkinkan Petir bergerak secepat kilat, ia juga sangat terbantu dengan komando Eren, partnernya. Menghindar, lari, serang, hampir semua musuh sudah tumbang, gosong dibabat keris petirnya. Tinggal satu, bos mereka. Jangan heran kepalanya kotak, artinya alien asal planet Ata Ta Tiga yang bersifat tamak.

Sebaiknya kita buat dia kelelahan dulu, kita kalahkan kalau dia sudah hilang fokus. Itu pikiran Petir yang ia yakin dipahami Eren dengan baik.

Oke! Eren sudah menyampaikan afirmasi. Begitulah ia mengomando pergerakan Petir. Kanan, kiri, atas, bawah. Petir selalu bisa menghindar dari rentetan tembakan musuh.

Eren masih menggunakan kemampuannya dengan maksimal ketika ia melihat fokus musuhnya berubah. Alien berkepala kotak itu tidak lagi menargetkan Petir sebagai buruannya, tetapi ... Eren. Benar, sang alien sudah kewalahan. Makanya ia mengubah sasaran. Perempuan berwajah bundar itu dilema. Ia paham akan bahaya. Namun, ini saat yang sempurna. Ketika alien itu berbalik arah, Petir akan menyerang dari belakang dengan kekuatan maksimal.

Eren? Petir menunggu komando.

Sebentar lagi. Alien itu sudah lengah. Serang sekarang!

Benar saja, begitu komando disampaikan, sang alien berbalik membelakangi Petir. Sesuai instruksi, Petir mempersiapkan serangan maksimal. Akan tetapi, musuhnya lebih cepat melepaskan tembakan beruntun. Petir terkejut saat menyadari arah tembakan itu. Matanya melebar, sementara pupilnya mengecil. Waktu seolah melambat ketika pasir tempat Eren berpijak berhamburan.

Tubuh Petir sekarang dialiri listrik.

Orang mengira, Halilintar lahir dari kemarahan. Itu tidak benar. Karena Halilintar bangkit dari rasa takut. Seperti ketika Adu Du dan Probe meletuskan balon yang menjadi fobianya. Seperti ketika teman-temannya dalam bahaya. Kali ini ia kembali merasakan ketakutan. Ketakutan yang hebat. Ketakutan yang menimbulkan kemarahan. Dan kemarahan akibat ketakutan adalah emosi paling mengerikan yang dimiliki manusia.

"Pedang Halilintar!"

Sepasang pedang kembar berwarna darah menyertai Boboiboy Petir yang bertransformasi menjadi tahap keduanya, Boboiboy Halilintar. Pakaiannya serba hitam dan merah menyala. Topinya masih menghadap ke depan, hanya berubah warna. Namun, sorot wajahnya menjadi lebih dingin, tatapannya menusuk tajam, seakan tanpa ampun. Lalu, ketika pedang itu ditebaskan ke arah musuh, tak ada yang tersisa selain alien hijau yang tumbang dengan badan menghitam.

Untungnya, Halilintar tidak menjadi pelupa. Ia masih ingat apa yang membuatnya takut dan marah. Adalah Serene Senja, teman mengembara yang sudah ia anggap adik sendiri. Dengan wajah panik, Halilintar memandang sekitar. Debu dan pasir berhamburan menghalangi pandang. Ketika badai pasir mulai reda, barulah ia melihat sosok mungil yang terduduk di atas pasir.

"Eren!"

Serene Senja anak yang pintar. Tentu saja ia segera menghindar saat tahu tembakan dilancarkan ke arahnya. Ia tidak selemah itu meski selama ini berada dalam proteksi Ayah, Ibu, dan sekarang, Kak Petir-nya. Memang ia sempat terjatuh, bergulung-gulung, dan tertimbun pasir. Namun, pasir yang lembut itu jugalah yang melindunginya dari ledakan peluru. Tak ada masalah berarti selain matanya yang kelilipan.

"Aku enggak apa-apa, Kak," sahut Eren.

Setelah tensinya menurun, Halilintar kembali ke mode Petir.

"Benar kau tak apa? Tembakannya tak ada yang kena? Kau sakit? Atau luka? Kenapa tak beri tahu aku kalau alien itu mengincarmu? Harusnya kau bisa baca pikirannya 'kan?" Masih dengan wajah panik, Petir melempar pertanyaan bertubi-tubi.

Alih-alih menjawab, Eren malah tertawa. Kendati tawanya lebih tampak seperti senyuman. "Baru pertama kali aku lihat Kak Petir panik dan bicara panjang begini," akunya.

Petir tertegun. Padahal ia khawatir. Namun, melihat Eren tertawa, artinya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Ya, ini juga kali pertama ia melihat anak berwajah rembulan itu tertawa manis begini.

"Aku bisa baca pikiran, lho, Kak."

"Ugh!" Bisa-bisanya Petir lupa. Sekarang ia harus menutupi wajahnya yang merona.

7 Students in GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang