Crimson Flame

16 2 2
                                    

Dikirim untuk menjalankan misi sendirian berpotensi membuat Boboiboy Api tertekan. Akan tetapi, belajar dari pengalaman, Api ingin meminimalisir kemungkinan tersebut dengan menganggap misi ini sebagai liburan. Lihatlah pohon-pohon besar yang bisa bergerak di sekelilingnya, bukankah mereka adalah teman bermain yang menyenangkan? Ia juga bertemu kucing hutan, comel, 'kan?

Terbangun tiba-tiba di tengah hutan bisa membuat anak manapun ketakutan. Itulah yang dirasakan Delima mendapati dirinya dikelilingi pepohonan besar, seram, dan bisa batangnya bergerak seperti hantu. Delima ingin berteriak, tetapi takut mengundang hantu sungguhan. Jadilah anak perempuan berpita merah itu memeluk dirinya sendiri dalam diam. Di tengah kemelut pertanyaan, ia melihat pemuda berpakaian mencolok.

"Weh, ada orang selain aku rupanya," pekik Api dengan senang. "Mari ikut main," tawarnya.

Pemuda yang memakai kaos tanpa lengan itu mengeluarkan cakram api dari tangannya. Dengan isyarat, ia meminta kucing hutan berwarna hitam itu melompati lingkaran. Ketika si hitam sukses melompat, Api bersorak bangga selayaknya pawang sirkus yang melakukan atraksi.

Alih-alih terhibur, ketakutan Delima makin menjadi. Kucing hitam dan orang aneh yang bisa mengeluarkan api? Itu mengerikan! Sebenarnya ini di mana?

"Kamu siapa?!" pekik Delima. Waspada.

"Kau tanya aku siapa?" Api tersenyum lebar. "Aku Boboiboy Api lah!" serunya dengan pose sok keren, disertai percikan api yang berasal dari kuasanya.

Melihat raut Delima yang tidak berubah, Api menghentikan pose sok kerennya dan bersikap lebih sopan. "Salam kenal. Kalau Adik ini siapa? Kenapa ada di sini?" tanyanya.

Tindakan Boboiboy Api ini sebenarnya normal. Ia sedang dalam misi, tetapi minim informasi. Jadi, ketika melihat orang yang bisa diajak berkomunikasi, yang pertama ia pikirkan adalah menjadikannya sekutu untuk membantu. Caranya memperkenalkan diri saja yang agak berlebihan, mungkin pengaruh innerchild Boboiboy yang selalu ingin bermain.

Sayangnya, respons Delima tak lain adalah, "Pergi! Jangan coba mendekat!" seraya memasang kuda-kuda, mundur perlahan dengan maksud menjauh.

Sikap Delima juga sebenarnya wajar. Ia tiba-tiba tersadar di tempat aneh yang tidak ia kenal. Jadi respons pertamanya adalah waspada. Apalagi, pada dasarnya Delima bukan orang yang mudah menerima orang baru. Orang normal seperti Mbak Rina saja butuh waktu untuk meluluhkannya, apalagi orang tidak normal yang bisa mengeluarkan api? Sikap Api yang kelewat santai makin membuat Delima berprasangka. Bagaimana jika dia orang jahat yang menculik Delima ke tempat antah-berantah ini?

"Hey, aku cuma ngajak kenalan dan main lah! Kalau tak mau ya sudah! Tak perlu melihat aku seperti orang jahat begitu!" Api tersinggung. Amarahnya mulai tersulut. Netranya memancarkan percikan api. Ia masih berusaha berbicara baik-baik. "Aku datang ke sini untuk menyelamatkan power-sphera. Tadinya aku mau tanya apa kau tahu sesuatu?"

Akan tetapi, Delima menulikan telinga. Ia tidak mau mendengar penjelasan apapun dari orang jahat di depannya. Rasa takut mendorongnya melakukan perlawanan dengan melempar tanah dan rumput---satu-satunya benda yang bisa ia raih---ke arah orang di depannya.

Diperlakukan sebagai penjahat seperti itu, Api terbakar. Sudah pasti ia merasa tertekan. Tubuhnya panas bahkan mampu menguapkan keringat. Dibalasnya serangan anak perempuan itu dengan serangan pula. Tidak berniat menyakiti, memang. Nahas, tak sengaja bola-bola apinya mengenai perempuan itu. Satu membakar ujung dress-nya, satu lagi membakar lengannya.

Delima terjatuh, tangannya panas akibat terbakar. Maka ia mulai menangis kencang. Seraya tetap memancarkan aura permusuhan. Ia harap orang jahat itu cepat menghilang.

Mendengar tangisan Delima, kucing hutan berwarna hitam kabur lebih dulu. Api makin tertekan. Meski ia sadar, ia juga punya kesalahan. Egonya mengarahkannya untuk pergi dan mengacuhkan anak perempuan menyebalkan yang menangis keras itu. Salahnya sendiri kenapa tidak mau diajak bicara baik-baik.

Karena keasyikan menangis, Delima tidak menyadari kepergian Api. Delima juga tidak menyadari anomali yang terjadi pada tubuhnya. Serangan bola-bola api seharusnya menyisakan luka bakar di lengannya. Namun, tidak. Sel-sel tubuhnya beregenerasi dengan cepat, menyembuhkan luka sebelum terasa. Dengan sifat Delima yang keras kepala, butuh waktu untuk menyadari kemampuan itu. Pun Delima tidak sadar, sesuatu yang berbahaya mengintainya.

Dalam pelariannya, Api dihantui resah. Barangkali, inilah yang disebut rasa bersalah. Setelah cukup jauh melangkah meninggalkan perempuan menyebalkan itu, Api menoleh ke belakang. Yang benar saja, bagaimana bisa ia meninggalkan anak perempuan yang lebih kecil darinya sendirian di tengah hutan? Begitulah, ia memutuskan untuk kembali. Kendati lahir dari perasaan tertekan dan merepresentasikan sisi kekanak-kanakan, Boboiboy Api tetaplah Boboiboy, sang pahlawan galaksi.

Api menghancurkan, Delima menyembuhkan. Perjalanan mereka masih sangat panjang. 

7 Students in GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang