3

5 2 0
                                    

Malam ini bulan bersinar begitu terang, langit tak membiarkan selapis awan untuk hadir menampakan diri. Dingin terasa sebab angin berhembus sedikit kencang. Di ruang tengah Freya dengan pakaian tidurnya yang hangat tengah menonton acara di salah satu saluran tv. Sendiri, hanya acara tv, selimut yang menutupi badan juga secangkir teh menemani.

Sejak Freya mendorong tubuh Milo tadi pagi, gadis itu belum kembali berbicara bahkan bertemu dengannya, pesan yang Milo kirimkan tak kunjung dibalas, panggilan Masuk pun diabaikan sebab dia tengah malas, malas berurusan dengan pemuda yang menurutnya kelewat baik itu. Meski mata indah Freya menatap layar tv, namun fokusnya ada dalam benak, dia tak benar-benar memperhatikan adegan yang sedang dilakukan artis dalam film.

Tok! Tok! Tok!

Hingga lamunannya kabur sebab seseorang datang dengan mengetuk pintu rumah. Freya berjalan ke arah ruang tamu dan mengintip dari jendela, melihat siapa yang mengetuk. “Apa?!” tanya Freya dengan nada tak suka saat matanya bertaut dengan milik Milo, gadis itu mendelik. Milo tak dapat jelas mendengar suara Freya sebab mereka berada di ruang yang berbeda, namun gerak bibir gadis itu dapat Milo baca.

Bukan Freya tak suka pada Milo, namun ia tak suka cara Julia yang menurutnya terlalu semena-mena pada Milo. “Boleh masuk?” tanya Milo halus, ia tahu Freya masih marah, pastinya pasal kejadian pagi tadi. Sebenarnya Milo ingin Freya sendiri untuk menenangkan diri tapi terlalu lama sendiri juga tak menjamin Freya akan baik-baik saja, itulah alasan mengapa Milo datang.

Freya memutar bola matanya kembali, gadis itu secara terpaksa membukakan pintu, lalu masuk ke dalam rumah, membiarkan pintu terbuka dengan Milo yang masih tegak berdiri. Hal itu secara tak langsung memberi isyarat pada Milo bahwa dia diperbolehkan untuk masuk ke dalam. Freya kembali duduk di sofa ruang tengah, sedangkan Milo masuk dan berjalan menuju dapur.

Lama Milo di dapur, Freya tak peduli, dia tidak sedang ingin bicara saat ini, meski tak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Milo saat itu sedikit membuat Freya tenang. lagipula memang sudah biasa jika Milo menganggap rumah Freya seperti rumahnya sendiri. “Tadi siang obatnya diminum ga?” tanya Milo yang tengah berjalan seraya membawa nampan dari dapur.

Freya mengangguk dengan tatapan yang masih sama, lurus tak bermakna. “Tapi ga makan?” Milo bertanya untuk memastikan, berharap dugaannya salah. Milo duduk di samping Freya.

Kali ini Freya hanya menatap layar tv, tak berani menatap Milo. Freya melakukan kesalahan, dia akui dirinya salah. “Tinggal 4 bulan lagi Mol, abis gitu kamu ga perlu minum obat lagi.” Freya mulai menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut. Kebiasaan buruk Freya yang selalu membuat Milo khawatir adalah dia tidak pernah makan jika dirinya tengah marah.

“Aku sayang sama kamu, aku cuma pingin kamu sehat, biar Mama ga larang kita buat hujan-hujanan lagi. Kamu suka hujan-hujanan kan? Ingat ga kapan terakhir kali kita hujan-hujanan? udah hampir 4 bulan. Aku mau kamu sehat biar kita bisa bebas lagi” Freya tak mengatakan apa-apa, tapi ia tahu betul apa maksud dari ucapan Milo. “Makan ya."

“Tapi…” Freya menggantungkan ucapannya. “Kan memang ga ada hujan Milo!” Freya menggerutu setelah ingat bahwa dari semenjak dia diharuskan minum obat, hujan sama sekali tak turun.

Milo menatap Freya lekat, membeku, alasannya bisa saja tak diterima Freya. namun hal tersebut berhasil membuat Freya terkekeh dan memeluk Milo. “Meski kamu bego, aku sayang kamu kok Milo.” ejek Freya yang masih terkekeh.

Tak dapat dipungkiri hal tersebut berhasil membuat perut Milo terisi penuh oleh kupu-kupu meski diawali dengan kalimat yang mengecewakan. “Aku juga sayang kamu Molaku cintaku.” Milo membalas pelukan Freya yang kemudian ia lepaskan. “Makan dulu oke, bunda udah buat nasi sama ayam goreng spesial buat yang lagi bete.” Freya menyeringai, kali ini senyum indah Freya sudah kembali hadir di wajah cantiknya. “Aku suapi.” Tawar Milo.

To The Fat Cute Boy I Ever MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang