19) yang Menjadikannya Berbeda

23 2 0
                                    

oOoOo

Aru mematung beberapa saat sebelum akhirnya menyadari sepenuhnya apa yang tengah terjadi di antara keduanya. Fiko baru mengatakan sesuatu yang belum pernah Aru dengar sebelumnya dari pria manapun.

Fiko tahu, Aru butuh beberapa saat untuk memproses apa yang ia katakan. Lagipula, ini terlalu mendadak. Bahkan dirinya sendiri, tidak berpikir untuk mengatakannya di hari ini, di atap sekolah pada malam hari bersama sinar rembulan.

"Kamu ... menyukaiku?" Aru menanyakan pertanyaan, yang dirinya sendiri sudah tahu apa jawabannya.

"Kamu sudah mendengarnya," jawab Fiko, lemas. "Ini memang terdengar konyol, mungkin begitu. Aku juga tidak tahu apa alasannya aku mengatakan ini padamu." Mata Fiko kembali menatap Aru. "Tapi, aku tidak ingin sekedar kamu hanya mengetahuinya."

"Apa maksudmu?"

Mata Fiko beralih ke arah rembulan, seakan tidak berani menatap Aru saat ingin mengatakannya. "Aku ingin sesuatu. Kamu ... mengerti hal itu kan? Seperti sebuah penawaran untuk saling memiliki komitmen satu sama lain. Memiliki sebuah status, hubungan, seperti itu.

"Ini begitu mendadak, kamu bisa mempertimbangkannya sebelum mengatakan iya atau tidak. Aku bisa menunggumu, sampai kapan pun. Tapi tolong, katakan iya atau tidak jika kamu sudah merasa siap. Aku butuh kepastian," paparnya, dengan nada serius.

Aru mengerti arah pembicaraan ini. Tapi, ia ingin mendengar semuanya langsung dari Fiko tanpa berbelit-belit. "Maksudmu ... kamu ingin kita pacaran?"

"Bisa dikatakan, aku ingin memiliki hubungan denganmu, lebih dari sekedar teman satu kelas dan satu klub. Mungkin pernikahan terlalu cepat, aku ingin memulainya dari bawah, seperti yang biasa remaja seusia kita lakukan."

Gadis itu semakin dibuat terkejut, tanpa disadari, pipinya memerah. "Aku ... aku akan mempertimbangkannya."

"Seharusnya seperti itu," ujar Fiko, kemudian kembali menatapnya. "Besok, semoga kau berhasil." Setelah mengatakan itu, Fiko memutar tubuhnya dan berjalan menjauh dari Aru yang masih mematung di tempat.

"Kenapa?" Suara Aru, membuat Fiko menghentikan langkahnya. "Kenapa ... kenapa kamu bisa menyukai gadis sepertiku? Apa alasannya?" Aru berbalik, memandangi Fiko yang memunggunginya.

Tanpa berbalik Fiko menjawab, "Memangnya perlu alasan untuk itu?" Pria itu akhirnya menoleh, menatap Aru yang menaruh harapan penuh pada jawabannya. "Tidak ada alasan tertentu." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Fiko berlalu begitu saja.

Aru yang masih terpaku dengan apa yang terjadi, hanya diam mendengar semua itu dengan telinganya. Ia masih tidak menduga, tapi inilah kenyataannya. Pria yang nampak tenang dan serius itu, bisa mengatakan semua itu dengan lancar dan mudah.

Awalnya, Aru mengira bahwa pria itu hanya bercanda. Tapi dirinya tahu sendiri, bahwa Fiko bukanlah seseorang yang suka bercanda, terlebih lagi jika itu menyangkut hal-hal yang dianggap serius. Gadis itu berjalan ke arah pintu, dan kembali ke perpustakaan untuk menyusul teman-temannya yang sudah terlelap dalam mimpi mereka.

oOoOo

Anggota klub bahasa Inggris tiba di tempat tujuan mereka satu jam sebelum perlombaan pertama di mulai. Mereka duduk di sebuah bangku panjang di taman dekat salah satu gedung kampus. Banyak orang berlalu lalang dengan atribut sekolah yang berbeda-beda.

Seberang JendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang