TIDAK PATAS UNTUKMU

749 29 4
                                    


Tio's POV

Aku terduduk, melamun dibawah pohon besar yang berada ujung halaman rumah nenekku yang besar. Hari ini, hari dimana mama dimakamkan. Kami sekeluarga memutuskan untuk memakamkan mama di kota asalnya.

Dari jauh aku melihat Raya, beberapa kali dia tersenyum saat membantu keluargaku dalam menyambut tamu. Sejak hari itu, dimana mama meninggal, Raya selalu berusaha untuk tetap di sampingku. Dia menggenggam tanganku seharian ini, saat dimana peti mama ditutup dan dimakamkan. Raya selalu memperhatikanku, seolah ia sedang merawatku yang tengah terpukul. Dia bahkan menyuapiku, saat aku tidak mau makan. Mengusap punggungku saat aku mulai bersedih.

Semua yang Raya lakukan saat ini, membuatku merasa tidak pantas untuk memilikinya.

Tiba-tiba aku ingin sekali menertawai diriku.

Bagaimana bisa aku berpikir akan memilikinya? Aku tidak pantas untuknya. Selama ini yang aku berikan padanya hanya kesedihan dan kekecewaan.

Saat aku tak menyukainya, aku selalu membuatnya sedih dan merasa tidak diperhatikan. Bahkan saat aku menyukainya pun, aku tidak sanggup untuk muncul dihadapannya. Aku tidak berani memperjuangkannya, merasa bahwa dia pasti akan menolakku dan aku terlalu takut untuk hal itu. Lagi-lagi, seperti pengecut.

Sering kali aku berpikir, bahwa aku tidak bisa membahagiakannya karena apa yang selama ini dia terima. Bertahun-tahun aku menyakitinya, tapi tidak ada satupun hal yang aku lakukan untuk menyembuhkannya. Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh, menyayanginya dalam diam dan berusaha untuk melindunginya.

Semua keluargaku menyukainya, mengatakan bahwa aku sangat beruntung. Memang, aku sangat beruntung sampai-sampai hal ini membuatku takut. Aku lebih rela ketika diriku yang harus merasakan sakitnya ketika ia dekat dengan laki-laki lain. Daripada aku yang harus menyakitinya.

Sekarang, aku bahkan tidak tahu, apakah air mata ini untuk Mama atau Raya?

~

"Raya, lihat aku sebentar?"

Aku menarik tangan Raya yang sibuk menata barang diatas tempat duduknya. Kami di Kereta, menuju pulang ke rumah setelah beberapa hari berurusan dengan pemakaman dan surat.

Raya menolehkan badannya sambil menarikku untuk duduk.

"Maaf.." Kataku lirih

Raya mengernyit, rupayanya dia bingung dengan apa yang aku katakan tadi.

"Kenapa? Kalau soal mama, aku membantu karena mama orang yang sangat baik padaku Tio"

Aku menggeleng sambil menunduk. Rasanya aku tak sanggup, aku merasa tidak pantas berada dihadapannya saat ini.

"Maaf sudah pernah menyakitimu." Kataku kemudian

Bahu Raya terlihat turun, dia paham mengenai arah pembicaraanku. Terdengar bahwa Raya menghela nafas kecil lalu menyamankan badannya.

"Kalau aku bilang tidak masalah itu salah. Sejujurnya semua itu berpengaruh banyak untukku, dan.." Raya terdiam sejenak "Itu sangat menyakitiku."

Setelah kupikir-pikir, aku tidak pernah menanyakan padanya apa yang terjadi dan apa saja melukainya. Meskipun jawabannya butuh berhari-hari untuk dijabarkan, aku tetap ingin tau apa yang begitu menyakitiya.

"Jelaskan padaku Raya, aku mau dengar semua unek-unek, amarah, kesedihan, penderitaan..."

"Tio, sejujurnya perasaanku saat itu, lebih ke marah. Aku marah pada diriku yang begitu bodoh. Aku marah pada diriku yang memaksakan diri untuk terus menyukaimu. Aku marah pada semua harapan yang ku tanamkan sendiri dalam pikiran. Aku begitu bodoh, karena selalu ada buatmu sedangkan kamu tidak pernah berharap kehadiranku. Aku marah karena meski sudah tahu jawabannya, aku tetap berharap kau akan berubah. Semua harapan dan ekspektasi yang terlalu tinggi untukmu, yang tidak pernah bisa ku gapai. Aku malu, karena begitu bodoh."

Hatiku seolah tertancam ribuan anak panah saat ini.

"Tidak Raya, kamu tidak bodoh, aku yang bodoh karena hanya melihat satu kemungkinan. Terobsesi pada tempat yang salah."

"Tidak, kau bisa mengatakan itu karena kau menyukaiku sekarang. Aku bahkan tidak tahu apakah itu rasa bersalah atau suka."

"Maaf.." aku mengambil tangan Raya dan mendekatkan pada jantungku. Aku ingin dia tahu bahwa detak seperti ini yang terjadi saat bertemu dengannya. Bahkan saat mendengar namanya atau melihatnya dari kejauhan saja mampu membuatku salah tingkah.

Raya terdiam, seolah tidak percaya dengan apa yang dia rasakan. Mungkin ia tidak pernah tahu bahwa rasaku sedalam ini sekarang.

"Aku tidak tahu apakah perjuanganku sama denganmu. Aku sadar selama ini sudah menyakitimu, bahkan mungkin jauh lebih menyakitkan dari apa yang aku pikirkan. Tapi aku ingin kamu tahu, bahwa rindu yang sangat menyiksa ini aku alami saat tidak melihatmu. Sakit yang begitu menyiksaku ketika melihat kamu dekat dengan yang lain. Rasanya tidak sanggup untuk melepasmu, aku bahkan tidak mau mengikhlaskanmu pergi. Tapi disisi lain aku merasa tidak pantas untuk mendekatimu. Aku tahu luka yang aku torehkan selama ini terlalu dalam untuk dimaafkan. Terkadang aku ingin bersifat masa bodoh untuk bisa memilikimu Raya. Aku benar-benar tersiksa hanya bisa melihatmu dari jauh. Aku berjanji akan mencintaimu lebih dari waktumu memperjuangkanku dulu." Ucapku sambil melihat mata Raya yang terlihat bingung.

"Aku tidak mau kamu terpaksa menerimaku, aku hanya ingin memberitahumu bahwa ada aku yang selama ini selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Aku ingin kamu tahu bahwa setiap hari aku merindukanmu. Tapi, kamu layak untuk mendapatkan yang lebih baik dariku, Raya. Jangan pikirkan aku. Aku akan menjadi laki-laki yang selalu melindungimu dari jauh dan berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Masuk kerja adalah hal menyenangkan karena aku bisa melihatmu. Meski tidak bisa mengobrol langsung, cukup melihatmu baik-baik saja sudah membuatku bahagia. Aku tau ini aneh, tapi entah sejak kapan aku merasa bahwa kamu adalah tanggungjawabku."

"Tioo.. sejak kapan?" Raya bertanya sambil mengusap rambutku.

"Sejak awal, saat kau meninggalkanku. Duniaku serasa runtuh saat itu, aku tidak berani datang ke kampus karena takut melihatmu dengan yang lain. Aku tahu aku pengecut, bajingan dan lain sebagainya karena begitu tidak tahu diri. Aku tidak pantas menerima kebaikanmu sekarang Raya. Kenapa kamu begitu baik padaku?"

"Aku tidak pernah bisa marah padamu, Tio. Kamu tahu itu, bahkan saat dulupun aku tidak pernah bisa benar-benar membencimu. Katakan aku bodoh, entah bagaimana, setiap bangun pagi amarah yang sebelumnya meletup menjadi padam sendiri. Begini rasanya menjadi dewasa." Raya tersenyum manis. Melihat senyumnya membuatku tiba-tiba ingin menitihkan air mata. Aku begitu merindukannya selama ini, angan-angan untuk memilikinya bahkan tak pernah berani kurealisasikan. Kini, dia ada di depanku dengan sejuta kebaikan yang masih sama seperti dulu.

Aku hanya bisa diam sambil merasakan sentuhan tangannya lembut mengusap air mataku. Pertama kalinya, aku menangis di depannya.

"Maaf Tio, aku tidak pernah menyangka kamu akan seperti ini. Aku pikir kamu menjagaku selama ini karena merasa bersalah. Aku baru tau dari Alm. Mama saat terakhirnya."

"Kau baik padaku karena rasa bersalah, Raya?" aku berharap Raya akan menjawab iya.

"Tidak, aku hanya merasa harus menjagamu. Apalagi setelah mama tidak ada."

Jawaban Raya membuatku semakin meneteskan air mata. Aku menunduk dan menagis dalam diam. Dengan mendadak dirinya memelukku dan mengusapkan air mata dipipiku.

"Aku bersyukur, aku menjadi orang paling beruntung karena ada kamu disampingku Raya."

"Mari perbaiki semuanya, Tio"

Dengan berani aku berkata, "Kau tidak akan pernah ku lepas Raya, jadilah milikku untuk selamanya dan temani aku. Aku akan berusaha selalu ada, menjagamu, melindungi dan memberimu segala yang kamu."

Raya melepaskan pelukannya, memasang muka juteknya. Jantungku berhenti, sepertinya aku terlalu terburu-buru karena begitu ingin memilikinya.

Tiba-tiba Raya tersenyum manis dan mengusap rambutku, membisikkan sesuatu ditelingaku "Lamarannya di tempat yang lebih layak dong. Masa di kereta, nanti ulangi lagi ya setelah kamu persiapkan semuanya."


Yey, bukan lagi To Be Continued yaaaa.

Aku cuman mau bilang, terima kasih sudah Voment ~

Ayooo, jangan lupa Voment!

Rencananya, masih rencana sih, bakalan ada versi perjuangan Tio di Story lainnya. Ada yang mau ga? hehehe

CARAKU MENINGGALKANMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang