BAB 27: Heboh

15.9K 1.5K 199
                                    

Esoknya, Eleena berusaha fokus menyelesaikan desain dan bahan untuk meeting dengan Pak Ari nanti saat suara panik dari Devi, Intern Graphic Designer yang akhir-akhir ini menjadi 'kepercayaan' Tari dibanding dirinya, membuat semua orang di balik biliknya masing-masing menoleh ke asal suara. Bahkan, ada yang sampai berdiri dari kursinya demi melihat pemandangan dengan jelas.

Eleena, yang memang menempati bilik tidak jauh dengan ruangan Tari pun dapat melihat secara nyata apa yang sedang menggelitik rasa penasaran orang-orang saat ini. Sang atasan tampak sedang menangis sambil berjalan cepat mendahului Devi yang berusaha mengejarnya.

Sesaat Tari masuk ke ruangannya dan tidak membiarkan Devi masuk, perempuan berkacamata itu pun berbalik badan untuk kembali ke mejanya. Keputusan yang tentu saja membuatnya mendadak diserbu orang-orang di lantai tersebut akan pertanyaan mengenai Tari.

Mendengar penjelasan Devi, Eleena pun sontak tertegun di tempat saat tahu bahwa Abi adalah penyebabnya. Lelaki itu memanggil Tari ke ruangannya untuk memberi "peringatan" akan sistem yang sang Art Director terapkan dalam divisinya.

Devi memang tidak membawa-bawa nama Eleena di dalamnya, tapi ia sudah cukup tahu diri kalau semua ini bermula dari pembicaraannya kemarin dengan Abi.

Tangan Eleena yang saat itu sedang memegang pen pad pun mengepal kuat meskipun tidak sampai meremukkan benda malang tersebut. Enough! Dirinya benar-benar kesal dengan Abi kali ini.

Dengan gerakan kasar, Eleena bangkit dari posisinya sampai kursi rodanya terdorong dan membentur kursi rekan yang duduk di belakangnya. Tindakan yang membuat siapa pun semakin terkejut karena Eleena menunjukkan ekspresi marah. Bagaimanapun, perempuan itu tidak pernah menampilkan emosi demikian di hadapan publik.

Tidak peduli, sungguh tidak peduli pandangan orang, Eleena hanya menuruti kata hati yang bahkan bertolak belakang dengan logika. Perempuan itu melangkah panjang ke arah lift untuk menemui Abi. Sayangnya, di sana ia hanya bertemu dengan Anita yang mengatakan Abi sedang tidak berada di ruangannya. Meski begitu, tidak butuh berputar-putar untuk Eleena sampai bisa berpapasan dengan sosok menjulang tersebut.

"ABI!"

Lantai tersebut seketika langsung terasa senyap. Suara ketikan, clicking mouse, obrolan, dan lain sebagainya, berhenti dalam sekejap. Hanya tersisa suara printer yang masih berjalan tanpa bisa dihentikan mendadak. Walau demikian, tidak menjadi penghalang bagi semua orang mendengar apa pun yang Eleena sampaikan dengan suara yang tidak kecil!

Di tempatnya, Abi yang sedang berbicara dengan seorang lelaki berdasi yang diduga merupakan manajer keuangan pun terkejut. Bukan hanya karena kemunculan Eleena yang tampak murka di lantai finance, tapi juga panggilannya yang tanpa menggunakan embel-embel "Pak" di hadapan banyak orang.

Dengan napas memburu, Eleena menghampiri Abi yang sudah mampu menyingkirkan ekspresi keterkejutan di wajahnya dengan langkah panjang dan penuh amarah. Jangankan manajer keuangan di samping Abi yang kini menganga melihatnya, kehadiran seluruh makhluk sampai jin tak kasat mata di lantai itu pun tidak mampu mengalihkan perhatian Eleena yang sudah terlanjur kesal. Dunia terasa seperti tinggal berdua saja.

Dan itu bukan makna yang romantis untuk sekarang!

"Jangan keterlaluan dong jadi orang! Kamu boleh marah sama aku, tapi nggak usah bawa-bawa tim aku!"

Sebelah alis tebal Abi terangkat. "Maksudnya?"

"Ngomong apa kamu sama atasan aku?! Sebelum ada kamu di sini, kantor ini adem ayem rasanya." Eleena mendengus keras. "Kamu mau balas dendam, kan, karena aku ninggalin kamu tanpa kabar di Phuket? Kamu ke sini buat manfaatin hal itu, kan? Kalau emang begitu, cukup antara kita aja! Nggak usah bawa-bawa yang lain!" tuduhnya, bukan tanpa alasan. Sejak nama "Elga" disebut-sebut oleh Abi tempo lalu, Eleena tahu ada yang belum 'selesai' di antara mereka.

Sunrise in PhuketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang