CHAPTER 17

81 53 87
                                    

Happy Reading!



"Kau yakin itu ide yang bagus?"

Rafael melirik ke arah putranya yang tengah asyik menyantap pizza. "Ini kesempatan yang bagus untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai tujuan Dexter. Bagaimana menurutmu, Mike? Apa kau setuju dengan rencana Dad?"

Kecepatan Michael mengunyah dengan konstan melambat ketika sang ayah melontarkan pertanyaan tersebut. "Itu terdengar seperti ide yang bagus. Tapi bagaimana jika rencana kita tak berjalan seperti yang kita harapkan?"

"Kau tidak perlu memikirkan itu," ujar William--salah satu sahabat Rafael. "Aku yakin ayahmu akan menemukan jalan keluarnya."

Rafael tersenyum mendengar balasan tersebut.

Jasper menjejalkan sisa pizza di tangannya dan menyikut lengan Michael. "Berapa banyak yang sudah kau makan, Nak?"

"Tiga, bagaimana denganmu, Paman?" balas Michael.

"Lima," Jasper menjawab dengan nada bangga. "Jika kau bisa mengalahkanku, aku akan memberimu $500."

Seringai Michael melebar. "Setuju."

Baik Rafael dan William hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan konyol keduanya. Michael dan Jasper saling menjejalkan satu demi satu potongan pizza tersebut ke mulut mereka. Michael melihat tantangan itu sebagai sebuah kompetisi. Meski $500 bukanlah jumlah uang yang banyak baginya, Michael akan tetap berusaha untuk menang. Ia tidak ingin kalah dari pamannya.

"Aku menang!" sorak Michael ketika Jasper mengakui kekalahannya karena terlalu kenyang setelah menghabiskan sepuluh potong pizza.

Pada akhirnya, Jasper hanya bisa merenungkan akibat dari perkataannya. Pria itu terlihat tidak rela ketika dia menyerahkan lima lembar pecahan seratus dolar pada keponakannya.

Michael meraih uang itu, namun sang paman tampak memeganginya dengan erat-erat. Pemuda berambut ikal itu berusaha menarik lembaran uang tersebut dari genggaman Jasper, hingga akhirnya uang itu terlepas dari cengkraman sang paman.

"Terima kasih, Paman Jace," ujar pemuda itu sambil menepuk saku jaketnya setelah mengantongi uang tersebut. "Senang berbisnis denganmu," kata Michael dengan nada jahil. Seakan tak juga merasa kenyang, dia meraih satu potong pizza terakhir dan menghabiskannya.

Rafael berdehem untuk menarik kembali perhatian keduanya. "Michael. Jace. Fokus," katanya dengan nada memperingatkan.

Sisa kejahilan di wajah Michael pun meluntur. Pemuda itu kembali memasang wajah seriusnya, mendengarkan dengan saksama penjelasan serta rencana yang disusun ayahnya.

ㅤㅤ
"Absolutely not."

Michael melirik ayahnya, lalu berjalan mendekati ibunya. Pemuda itu menyentuh lengan sang ibu yang tengah berdiri memunggunginya. "Mama," bujuk Michael. "Aku akan baik-baik saja, aku berjanji."

Wanita paruh baya itu mendesah keras-keras, jengah dengan kekeraskepalaan putranya. "Micha." Ia berbalik untuk memandang putranya. "Kau tidak mengenal pria itu sebaik Mama mengenalnya, Nak. Dia pria yang berbahaya! Dia bisa saja menyakitimu! Dexter pasti memiliki maksud terselubung! Bukankah Mama sudah bercerita padamu mengenai keburukannya di masa lalu? Kenapa kau malah ingin pergi bersamanya?"

"Itulah kenapa kami membuat rencana ini, Pumpkin," Rafael menyahut. Ia menyentuh pundak istrinya, dan memberinya remasan lembut untuk menenangkan wanita itu. "Marlo akan melacak keberadaan Michael selama dua puluh empat jam."

"Itu tidak cukup!" seru ibu Michael. Wanita itu mengguncang lengan Rafael, seakan berharap itu bisa menyadarkan suaminya. "Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Michael dan kita tak ada di sana untuk mencegahnya?"

Ghost Of The Past [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang