Chapter 3 - Rotasi

6 1 0
                                    

Seperti kebanyakan anak pada umumnya, meskipun penampilanku tidak menarik, cara pandangku cukup unik. Ada banyak hal yang kusukai tapi tidak diketahui banyak orang. Aku lebih suka hal-hal dari era yang lama seperti lagu lawas, artis lawas, bau buku lama, folktale dari negeri-negeri yang jauh, sejarah kebudayaan Islam, mitolog Yunani, dan berbagai hal yang semuanya mengagungkan kekuatan setiap penciptaan yang ada di alam. Sesuatu yang tidak lagi bisa disentuh, tidak pernah dapat disentuh, dan memang sudah seyogyanya tidak mungkin disentuh. Hal-hal semacam itu selalu membuat senyumku merekah dan Wulan selalu usil meledekku, "kenapa lagi, nih, anak? Senyum-senyum sendiri.. Naksir cowok lu, ya?"

"Dasar anak aneh, cowok melulu pikirannya. Ada yang lebih asik tau." Ejekku.

"Apa?" Tanyanya.

"Nih, kalo kata mitologi Yunani, ada makhluk supernatural yang tinggalnya di dalem pohon, lan. Mereka tuh sejenis golongan khusus dari kaum nimfa yang lahir di pohon tertentu dan itu pasti pohon khusus. Kerennya lagi, ini makhluk punya hubungan yang erat banget sama pohon tempat tinggalnya, jadi kalo pohonnya mati, otomatis ni makhluk bakalan mati juga. Makanya, si makhluk ini nih sama dewa-dewa Yunani bakalan ngehukum siapa aja yang menyakiti pepohonan. Nama makhluknya unik deh, Hamadriad. Mantep, kan?" Jelasku panjang lebar.

"Hm, mantep juga. Boleh tuh kalo mereka ada di sini, jadi gak bakalan ada orang yang berani lagi nebang pohon sembarang, ngegundulin hutan gak bertanggungjawab sampe bikin banjir perkampungan."

"Lu tau gak, sih? Rumah nenek gua, kan, di Banten ya, nah, di Banten tuh banyak banget hutan yang ditebangin abis, sa, buat buka lahan jalan ke arah tambang. Sialan banget, kan? Makanya sekarang tiap tahun rumah nenek gua pasti banjir kalo ujan deres atau longsor yang gawat gitu deh, tau gak sih lu? Longsor kaya gempa bumi gitu, tapi pemerintah diem-diem aja padahal ya kalo kata gua mah itu harusnya yang nebang-nebang sembarangan harusnya dipenjarain soalnya bikin rugi banget anjrit!" Emosi kawan baikku satu ini memang beda tipis dengan tisu paseo Rp1.500, apapun isu buruk yang menyangkut lingkungan, ia pasti langsung meledak. Mungkin ini salah satu alasan kenapa kami berdua sangat akrab selain karena faktanya teman sebangku bisa jadi seakrab itu seperti saudara kandung.

Sambil terus nyerocos, kami terus asik membahas hal-hal menyebalkan yang kami tahu dari televisi, koran pagi milik bapak Wulan, atau isu hangat dari mulut ke mulut. Mulai dari membahas isu lingkungan, sampai permasalahan keluarga kami, hingga gosip hangat soal mantan sahabatku, Kamilia.

Tidak banyak orang yang tahu mengapa kami berdua tidak bersahabat lagi, padahal keakraban kami jauh lebih lekat daripada keakrabanku dengan Wulan. Bahkan sampai hari ini pun aku lupa alasan di balik perpisahan kami yang memutus tali persahabatan paling manis dalam hidupku. Setiap kali mengingatnya bahkan hingga hari ini, ada rasa aneh di dalam dadaku, sedih bercampur penyesalan dan sedikit rasa kesal yang aku tidak tahu apa alasannya. Karena kami masih anak-anak saat itu, hal-hal yang memberikan penekanan emosi mendalam bisa jadi bentuk rasa sedih yang lebih mudah dilupakan daripada diobati. Dan itu berlaku pada cerita persahabatan termanis yang kumiliki bersama Kamila.

Aku tidak pernah mengingat kemarahanku dan alasan mengapa kami berpisah, namun tidak juga bisa kulakukan seandainya kami harus sedekat dahulu. Meskipun begitu, Kamila selalu menjadi anak berusia 13 tahun yang paling kusayangi. Di usia paling aneh yang semua orang pernah lalui, aku sangat menyayangi Kamila seperti anakku sendiri, hahaha aku tahu ini terdengar aneh. Persahabatan kami memang seaneh itu, dimulai dari hal-hal yang tidak bisa diduga hingga akhirnya kami bersahabat seakrab ibu dengan anak gadisnya yang beranjak remaja. Namun, sayangnya saat itu aku juga baru saja beranjak remaja sama seperti dirinya.

Emosi kami tidak terduga dan masalah bisa datang dari mana saja. Aku tidak siap saat itu untuk bisa terus menjaganya hingga masa kelulusan, karena pada akhirnya aku sendiri yang memutuskan untuk meninggalkan Kamila seperti anak ayam ditinggal mati induknya. Aku tidak tahu seberapa besar rasa sedihnya saat itu, membayangkan dirinya berjalan di koridor kelas sendirian dan melihat betapa cepatnya aku berubah sedingin es Antartika kepadanya. Oh, kadang hidup bisa jadi begitu menyeramkan bagi anak-anak yang tidak tahu cara menyampaikan perasaan, kita bisa saja menyakiti orang lain bahkan diri sendiri. Hurt people hurt people, aku mulai mengerti arti dari frasa aneh itu karena mengingat Kamila membuat hatiku terluka, meskipun kutahu, di waktu yang lain mungkin aku juga terluka karena sikapnya, tapi memikirkan rasa sakit sahabatku di usia yang begitu belia sangat menyakitiku, meskipun bisa saja sebenarnya ia pun tidak peduli sama sekali, hanya aku.

NILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang