- 20 - next chapter

306 38 5
                                    

"Let's break up

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Let's break up."

Langkah itu mundur, memberi jarak. Mungkin karena terlalu kaget, atau hal lain yang segalanya terlalu tiba-tiba. Sabrina menggeleng pelan, mencoba menelisik netra Yohan dan berharap ada setitik kebohongan dari cara bicaranya barusan.

Namun, justru senyum getir Yohan mampu segalanya terasa lebih jujur. Senyum kecewa. Senyum patah hati. Senyum yang kelewat jahat jika diganti tangisan.

"Kenapa?"

Karena jika Sabrina ikut tersenyum, dirinya sakit hati.

"Kenapa lo lebih milih mengakhiri hubungan disaat gue bener-bener buka hati buat lo?"

Kalimat Sabrina yang satu ini, membuat hati Yohan ikut tersayat.

"Gue...," Tangan Yohan terkepal sempurna, tatapnya dialihkan entah kemana, "... gue nggak bisa."

"Gue bahkan bisa atur waktu buat ketemuan, kok. Bahkan gue rela—"

"SAB, UDAH. CUKUP!"

Yohan benar-benar meninggikan vokal suara, menatap Sabrina dengan nyalang tetapi hatinya tetap berantakan. Bahkan sudut matanya sudah keburu ditimpa bulir-bulir air kelewat samar. Bibirnya gemetar, takut.

Sabrina sempat termangu beberapa detik, kemudian langkahnya maju—mengikis jarak. Namun Yohan malah mengambil langkah mundur—seolah dirinya enggan menyakiti Sabrina lebih dalam lagi.

Merasa diperlakukan seperti itu, lantas Sabrina mendecih pelan. Meraup wajah sepersekian detik, frustasi. "Lo pasti punya alasan yang lebih logis, Han."

Pasti. Pasti ada alasan.

"Gue anter lo pulang. Bentar lagi hujan."

Namun bukan jawaban ini yang Sabrina maksud. Bukan alasan hujan ataupun ingin pulang, Sabrina hanya ingin mendapat jawaban yang jelas. Sabrina tidak suka dibuat bingung oleh lelaki di hadapannya ini—karena Sabrina sudah keburu jatuh cinta.

Dan jatuh cintanya membuat Yohan merasa sesak.

"Ayo."

Yohan sudah berbalik, mendahului Sabrina yang masih terpaku dibelakang. Mengawasi langkah lelaki itu yang perlahan kian menjauh.

Sabrina mendengus miris. "Brengsek!" Gadis itu segera mencopot sendal miliknya, kemudian dilemparkan ke kepala Yohan sehingga lelaki itu terhenti dan mengusap kepala yang habis dilempari. "Gue benci sama lo, Han."

Usai berteriak, Sabrina berjalan mendahuluinya. Melupakan sendal, patah hati, atau Yohan. Pergi meninggalkan apapun yang membuatnya kecewa.

Yohan terdiam, menyaksikan langkah gadis itu semakin jauh seiring hujan mengguyur kota Jakarta. Seolah semesta juga ikut kecewa dan patah hati.

Lalu kalau sudah begini, Yohan harus bagaimana?

Akan kelewat jahat jika Yohan turut menggandeng tangan yang sudah lama tidak digenggam. Akan kelewat jahat jika Yohan menyuruh Sabrina berteduh karena hujan bisa membuatnya sakit, meskipun dirinya sudah tahu bukan hujan yang membuat Sabrina sakit —tetapi dirinya sendiri.

[✓] Next ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang