18. blind

165 34 0
                                    

"Lo pernah sadar dan bertanya kenapa sekalipun Ibu nggak pernah lirik lo sebagai Sabrina Ayyana, nggak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo pernah sadar dan bertanya kenapa sekalipun Ibu nggak pernah lirik lo sebagai Sabrina Ayyana, nggak?"

Yang ditanya menggeleng pelan.

"Mungkin lo bakal marah kalo kalian dibilang anak kembar."

Pagi sekali Garin mengajak Sabrina untuk keluar rumah setelah semalaman gadis itu mengurung diri, seolah ingin mengasingkan dari segala sesuatu yang membuatnya muak. Ibu sudah berusaha menyajikan menu sarapan kesukaan Sabrina hanya untuk mengajak anaknya bicara sebentar, tapi yang namanya kesal diabaikan secara terus-menerus —gadis itu jadi lost interest dengan keluarga.

Namun kakak yang satu ini, berhasil menculik Sabrina sehingga mereka bisa berdiri disini. Diantara batu nisan tertata rapi, sementara Garin sibuk membersihkan dedaunan yang hampir memenuhi gundukan tanah itu.

Kaira Ayyana. Sabrina meneguk ludah dalam-dalam saat melihat nama pada papan batu nisan.

"Kayaknya lo juga bakal lebih kaget kalo tau fakta tentang lo yang hampir mati kayak Kaira waktu itu," sambung Garin setelah selesai membersihkan dedaunan. Posisinya masih berjongkok, membuat Sabrina ikut berjongkok menatap batu nisan itu. "Dia ballerina keren. Ayah sering puji dia sesering mungkin. Ibu bakal masakin bekal sarapan, rela bangun pagi—karena Kaira sering bangun pagi." Garin tersenyum getir, pandangannya kemudian mengarah ke Sabrina. "Mata yang biasa lo gunain buat melihat dunia, dulunya milik Kaira."

Sabrina sempat tertegun beberapa detik. "Kenapa gue nggak bisa inget satupun kenangan soal Kaira?"

Garin mengedikkan bahu. "Mungkin karena kecelakaan beruntun menimpa lo berdua, jadi semua kenangan soal Kaira bakal lenyap. Ditambah—Ibu-Ayah nggak suka pembahasan soal Kaira yang bakal nyakitin mereka tiap hari, makanya nama itu nggak pernah kesebut, dan peluang lo inget Kaira akan semakin kecil. Gue pas umur sebelas tahun emangnya bisa apa selain iya-iyain aja permintaan mereka? Sekarang gue baru sadar setelah merasa muak."

Karena semua terasa masuk akal ketika Sabrina baru menyadari tentang bagaimana sikap Ayah-Ibu saat bersamanya. Mungkin ada beberapa hal yang memang tidak seharusnya Sabrina tahu, dan berakhir menyakiti diri sendiri.

"Kak Garin."

"Hm?"

"Kata lo ... itu kecelakaan beruntun, ya?"

Garin mengangguk. "Iya, bener. Kenapa?"

"Siapa aja korbannya selain gue sama Kaira?"

Lelaki itu tampak terdiam sejenak. Sebelum akhirnya tersenyum tipis saat menemukan surai legam milik Sabrina. "Gue juga nggak tahu siapa aja, tapi yang jelas—gue ngerasa bersalah atas kecelakaan itu."

Pandangan mereka bertemu. "Lo keren. Lo Kakak paling keren sedunia, bahkan nggak ada yang bisa ngalahin kekerenan lo itu. Bakal gue hajar habis-habisan sama orang-orang yang nyakitin lo, meskipun itu Ayah atau Ibu. Sekarang lo nggak perlu jadi yang terbaik, cukup jadi diri sendiri aja."

[✓] Next ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang