1

120 11 1
                                    

"Kita harus meningkatkan prestasi para siswa dalam tahun ajaran baru ini. Ikuti semua perlombaan, uang pendaftaran akan ditanggung sekolah, biarkan mereka memiliki banyak pengalaman. Saya tahu kalau mereka punya potensi."

"Sekolah kita harus bisa bersaing dengan sekolah luar dan saya yakin kalau kita bisa. Kekompakan bapak dan ibu dibutuhkan disini. Jangan bingung masalah apapun, insyaallah saya akan menyiapkan apapun yang dibutuhkan bapak dan ibu asal para siswa juga dibantu."

Semua kepala yang hadir di rapat mengangguk otomatis. Titah kepala sekolah yang tidak bisa diganggu gugat dan memang tidak ada yang ingin menyelanya. Rapat dilanjutkan dengan agenda ke depan yang akan mulai padat.

Salah satu sekolah desa yang hampir setengah gurunya berasal dari kota tidak masalah untuk selalu dituntut menjadi lebih baik setiap tahunnya. Tujuan mereka sama, hanya ingin anak-anak bisa mengenyam pendidikan sampai tingkat lebih tinggi, tidak berhenti di SMP atau SMA.

"Bu Alina, mohon bantuannya untuk terus memberikan semangat anak-anak agar bisa melanjutkan ke perkuliahan, dan mulai di data siapa saja yang sudah fix ingin kuliah."

Alina mendongakkan kepala lalu mengangguk mendengar perintah Pak Andi. Pekerjaan yang tidak berubah setiap tahunnya, ya ia wali kelas 3 dan pekerjaannya tidak hanya mendata siswa yang ingin kuliah, tapi juga membantu para siswa yang kebingungan menentukan masa depannya. Ada yang memilih kuliah, bekerja maupun menikah dan Alina tidak masalah dengan keinginan mereka, ia menghormatinya. Sebisa mungkin ia akan memberikan jalan tengah yang terbaik bagi mereka tentunya.

"Kita akan membantu mereka dan sebisa mungkin kita membantu mereka mencari beasiswa," itu kalimat berasal dari wakil kepala sekolah nya.

Alina mengangguk, ia sangat paham masalah perkuliahan ini. Membantu mereka mendaftar perkuliahan, mencari beasiswa, mengantarkan untuk ikut tes, memberikan semangat apapun yang terjadi lalu mengantarkan mereka ke kampus yang jadi tujuannya. Tidak, Alina tidak bekerja sendirian, ia bekerja dengan tim nya, yang memang bertugas untuk bagian perkuliahan. Sedangkan bagi siswa yang ingin bekerja, sebisa mungkin kita akan membantu mencarikan mereka loker.

Azka yang duduk tidak jauh dari Alina memberikan tanda untuk mengecek handphone nya. Alina yang menyadari itu mengangguk dan memberikan tanda kalau ia akan membukanya setelah rapat selesai.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit lagi sampai Pak Andi menyelesaikan rapat dan membubarkannya. Alina langsung mengecek handphone dan mengerutkan dahi tidak mengerti saat ada kalimat temani aku malam ini dekat cafe rumah kamu. Ia menoleh pada Azka dan melihat pria itu kembali mengetikkan sesuatu.

Alina kembali melihat chat dari Azka, aku mau ketemu seseorang dan aku butuh kamu untuk bantu aku. Kamu tahu sendiri kalau aku orangnya suka gugup. Dan Alina tahu kalau sahabatnya itu akan bertemu dengan seorang perempuan.

Oke. Hanya itu jawaban Alina dan ia menemukan Azka memberikan nya dua jempol membuat Alina tertawa kecil. Setelahnya ia kembali sibuk dengan beberapa catatan kecil mengenai tugasnya. Alina tidak pikun tapi ia terkadang lupa dengan sesuatu.

"Kamu sama Azka itu ga pacaran?"

Alina menoleh dan menemukan Dikta sudah berdiri di sampingnya. Mereka berada di parkiran sepeda, berniat untuk pulang. Pak Syaiful yang sudah menaiki sepeda motor, melambaikan tangan kepada keduanya. Alina dan Dikta membalasnya. Sepeninggal Pak Syaiful, Alina lalu menoleh ke arah Dikta dan berkata, "Aku sama Azka hanya teman, Pak."

Dikta memicingkan matanya membuat Alina ikut memicingkan mata. Masalahnya adalah si Dikta ini matanya sudah sipit dan semakin ia memicingkan matanya, yang ada malah seperti garis lurus. Alina menyerah duluan membuat Dikta tersenyum meremehkan, "Gitu aja lemah."

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang