4

40 7 2
                                    

Headline berita pagi ini tidak terlalu membuat Abi terkejut tapi tidak dengan Alina yang beberapa kali merasa tidak habis pikir dengan kelakuan manusia. Penyelidikan polisi mengenai korupsi dan nama beberapa orang yang juga ikut terseret membuat Alina kembali berkata, "Gila ya kelakuan orang kaya."

Kania yang melihat anaknya masih sibuk melihat berita langsung mendekat, "Kamu ga mau berangkat sekolah?"

"Bentar lagi, Ma."

"Papa sudah berangkat loh."

"Gapapa, aku kan naik sepeda motor."

Alina menjawab perkataan ibunya masih dengan tetap melihat televisi.

"Om Dikta sudah berangkat sejak sepuluh menit yang lalu loh, Alina."

Alina terhenyak lalu segera beranjak, "Kok mama ga kasih tahu aku?"

"Kan Mama sudah kasih tahu kamu."

"Om Dikta juga tumben ninggalin aku begitu saja, ga asik emang jadi Om."

Kania mendengus lalu berucap, "Kamu sudah dipanggil Om Dikta beberapa kali tapi masih sibuk sama berita."

Alina tidak bisa membantah, ia tahu kalau dirinya salah memang. Ia buru-buru mengambil kunci sepeda motor dan menyalakannya.

"Jangan ngebut, sayang nyawa," ingat Kania karena ia masih ingat kebiasaan Alina yang selalu ngebut kalau sudah diujung tanduk.

"Iya, Ma," jawab Kania diikuti dengan suara sepeda motor yang melaju. Kania menatap Alina sendu, anaknya tidak pernah berubah, sama seperti dulu tapi entah kenapa Kania menginginkan hal lain dari Alina.

Membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit bagi Alina untuk sampai di sekolah. Ia memarkir sepeda motor miliknya lalu dengan tergesa berjalan ke arah ruang guru.

"Telat kan?"

Alina menoleh lalu menemukan Pak Dikta berdiri di depan lemari buku, menatap ponakannya yang sedikit berantakan lalu melambaikan tangan untuk mendekat, ia memberikan kaca kecil dan menyuruh Alina melihat tampilannya.

"Kamu yakin ponakan saya?"

"Maksudnya?"

"Ga ada cantik-cantiknya sekali. Masih cantikan istri saya."

"Ini karena om ninggalin aku."

Pak Dikta tertawa, "Kamu sok sibuk dengerin berita pagi, biasanya juga nontonnya Upin Ipin lewat YouTube, segala pakai nonton berita lewat televisi."

"Ya kan biar keliatan kayak wanita-wanita berintelektual tinggi gitu loh, Pak."

Bu Ami yang baru saja datang langsung berkata, "Kalau kamu bukan berintelektual tinggi tapi berinteraksi tinggi. Keramahan kamu sudah diacungi banyak jempol."

Pak Dikta dan Pak Andi yang saat ini ada disana langsung tertawa. "Ibu ih, saya jadi diketawain nih."

"Karena interaksi kamu yang tinggi itu mangkanya saya nyuruh kamu buat nemenin Pak Abi tempo hari." Kali Ini Pak Andi yang berbicara membuat Alina mendadak menjadi jumawa.

"Bubar, bubar, Alina jadi kepedean nantinya. Ayok mulai ngajar saja."

...
...
...

Pukul empat sore, seharusnya Abi sedang bertemu clien di salah satu restoran hotel untuk membahas beberapa hal, tapi sekarang ia sedang duduk di salah satu cafe cukup terkenal dimana semua orang sedang menatapnya dan orang di depannya-Nindita. Siapa yang tidak kenal dengan model ternama di kota ini? Hampir semua orang mengenalnya.

Abi tidak perlu mengangkat kepala untuk mengetahui kalau semua pengunjung cafe sudah memotret mereka sedari tadi. Ia mendengus dan tidak suka karena kemungkinan besar untuk kesekian kalinya ia akan menjadi headline di berita gosip.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang