Path-13

123 34 0
                                    

Aku benar-benar mampus kali ini.

Mana kutahu Pangeran Martin masih berkeliaran di pedalaman Itya, terlebih malam-malam begini. Apa benar dia ingin mencoba melakukan sesuatu berbau tabu?

Apa yang dia pikirkan? Dia itu Putra Mahkota lho! Harusnya dia duduk manis dan belajar politik di istananya, bukan malah keluyuran di tempat yang ambigu.

"A-anda barusan... tiba-tiba muncul dari mana?" Jantungku mencelus melihatnya berdiri, menyambar gagang pedangnya yang terikat di pinggang. Menatap tajam. "Katakan, siapa anda sebenarnya? Tak ada manusia bisa muncul tiba-tiba seperti itu."

Tenanglah wahai jantungku! Ingat, aku dilarang membeberkan keberadaan Upside Down atau pekerjaanku sebagai Keeper.

"Sejak awal, saya sudah curiga pada anda. Dimulai dari anda berbohong ada assassin menyerang kusir-kusir itu. Orang awam pasti akan percaya, namun saya tidak. Mustahil manusia biasa mampu merusak pohon seolah mematahkan pensil lemah."

Wah... Seperti yang kuharapkan dari seorang pangeran. Pemilihan kata-katanya bijak dan tidak menyinggung siapa pun. Dia juga bicara sopan padaku padahal dia sudah mencurigai lawan bicaranya.

"Dugaan saya benar. Mungkinkah anda..." Matanya berbinar penuh harap. Sendu.

Ini kesempatanku! Aku meradak maju ke depannya saat dia lengah barang sedetik, memegang kepalanya. "Tidur," kataku.

Efeknya bereaksi cepat. Pangeran Martin pun terkulai pingsan. Aku membantunya bersandar supaya tidak terjatuh.

Nice! Teknik membuat orang tertidur ini sangat berguna! Syukurlah aku bisa menguasainya dalam rentan waktu dekat.

"Haah~ Andai aku bisa menghapus ingatan juga, aku takkan kena masalah!" desahku, beranjak bangkit dari posisi jongkok. Aku menutup kepalaku menggunakan tudung jubah. "Lagi pula ini kali terakhir kami bertemu. Selamat tinggal, Yang Mulia."

Saat itu aku tidak tahu, lebih tepatnya aku lupa, kalau Risica tak bersama beliau.

*

"APA?! TERJADI HAL SEPERTI ITU?"

Paman Evre mengendalikan tanganku untuk memukul kepalaku sendiri. "Kenapa kau berteriak di tengah hutan, heh? Kau mau mengundang hantu... Ah, kau indigo."

Sakit juga. Aku mengusap kepala--roh Paman Evre sudah merasuki tubuhku. Aku takkan berteriak seperti itu jika yang dikatakan Paman Evre adalah kebohongan. Tapi aku tidak yakin beliau berbohong.

Aktivitas Longak di pelosok Itya memang sudah terkenal di Tora dari dulu seperti budaya. Tak sedikit warga di Kota Melawa pergi ke sana untuk minta disembuhkan daripada ke rumah sakit yang mahal.

Mereka memuja dukun penyembuh itu sebagai Saintess membuatku ingin tertawa.

Paman Evre bilang, orang-orang yang disembuhkan oleh dukun yang diduga Saintess (versi zaman kini) itu, benar jika penyakit mereka sembuh. Kehebatannya bukan sekadar rumor semata.

Tetapi, setelah Paman Evre mengawasi orang-orang yang sembuh itu dalam seminggu, mereka semua mati kecelakaan.

"Bagaimana bisa mereka sama-sama tewas dalam kecelakaan yang berbeda? Aku yakin itu bukan kebetulan, Paman Evre."

"Ya, awalnya aku juga berpikir demikian. Aku dan Mikaf begadang tiga hari tiga malam mencari informasi. Tapi kecelakaan itu benar-benar tidak berkaitan, Eir. Ini seperti... mereka menerima sebuah karma."

"Apa mungkin ini berhubungan dengan kematian yang melonjak drastis di Itya?" Aku teringat perkataan dari Pak Maxel.

"Huh? Dari mana kau tahu?"

[END] Indigo HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang