Path-08

136 39 0
                                    

"Apa yang kau lakukan, Eir?! Kenapa Lady tadi bisa pingsan olehmu? Kalau kau sudah bosan hidup, jangan ajak-ajak kami dong!"

"Sumpah, aku tidak berniat begitu!"

Aku, Hunju, dan Roas sedang melarikan diri dari kejaran para ksatria pelindung lima Lady di butik. Sekali ditangkap, tamat sudah. Aku tak tahu hukuman apa yang akan mereka beri.

Padahal Attia, Evre, atau yang lain belum mengajariku teknik membuat seseorang tidur. Entah karena apa (mungkin panik) aku tanpa sengaja meng-trigger teknik itu.

Pak Kematian Maxel dan anggota Keeper melarangku menggunakan kekuatan di dunia nyata demi menjaga rahasia Upside Down. Meski aku ingin memakainya, ksatria-ksatria itu terlihat bangkot. Mengesampingkan kekagumanku—mereka belum pensiun padahal sudah berumur—aku enggan melukai mereka.

Bagaimana kalau sekali pukul mereka lewat? Ya ampun, aku akan menjadi pembunuh.

"Ayo!" Roas memimpin jalan. Kami bergegas masuk ke sebuah taksi yang kebetulan sedang berhenti. "Cepat pergi, Pak!" desak Roas.

"Mau ke mana, Anak-anak?"

"Tancap gas saja dulu! Alamatnya nanti!"

Tanpa bertanya dua kali, Sang Sopir pun menginjak pedal gas. Taksi melenting mulus ke jalan tol, meninggalkan ksatria-ksatria yang berdecak sebal. Menendang batu kerikil.

Fiuh! Kami bertiga menghela napas panjang. Untuk sementara kami selamat, tapi untuk ke depannya tidak tahu. Para Ksatria itu takkan tinggal diam karena pengganggu Lady mereka berhasil kabur. Ini hanya masalah waktu.

"Hahaha! Kalian mengiseingi bangsawan, ya?" celetuk Pak Sopir, tertawa renyah. "Jangan terlalu tegang, Anak-anak. Ini bukan pertama kali ada rakyat yang mengganggu bangsawan. Taksi saya sudah berkali-kali mengangkut penumpang seperti kalian. Lari dari ksatria."

Aku menatap Pak Sopir lewat kaca spion di tengah mobil. Wajahnya cerah, seakan tidak peduli siapa yang beliau bawa. Aku tersenyum. "Paman orang yang baik," kataku keceplosan.

Tawa Pak Sopir semakin lebar mendengar perkataanku. "Senang mendengarnya, Nak!"

Langit mengeluarkan aurora warna-warni. Aku melihat pantulannya dari kaca mobil. Menelan ludah, aku menurunkan kaca untuk melongok.

Awan putih melingkar membentuk spiral. Dari tepinya keluar cahaya aurora, tanda pintu perbatasan Tora dan Upside Down terbuka.

Ah, sial. Kenapa harus sekarang? Kenapa roh jahat harus keluar di saat aku masih bersama teman-temanku dan Pak Sopir? Bad timing!

"Eir! Apa kau sudah melihat langit?" Suara Senya mendengung di telingaku. "Dia level 7."

"Level 7 lagi?!" Aku berseru tertahan. Baru tadi pagi aku berhadapan dengan roh jahat...

"Dia mengecoh kami. Tadinya kami pikir dia level 3, ternyata dia belum memakan 4 jiwa yang dia tangkap dan berhasil lolos ke Tora."

Aku menatap Hunju dan Roas yang mengobrol dengan Pak Sopir tentang betapa galaknya ksatria yang mengejar kami tadi, mengecilkan volume suara. "Di mana lokasinya, Kak Attia?"

"Provinsi Itya. Di sekitar ibu kota Kulipa."

Astaga! Aku berseru dalam hati. Itya itu kan ada di bagian selatan Tora. Akan membutuhkan waktu lama untuk pergi ke sana. Sebelum aku tiba, roh jahat itu pasti sudah membunuh belasan orang. Belum soal biaya perjalanan.

"Datanglah ke Upside Down sekarang."

Tidak terdengar lagi suara telepati Senya. Aku menepuk punggung kursi Pak Sopir. "Paman, saya berhenti di sini. Roas, kau yang bayar."

[END] Indigo HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang