Path-14

109 34 1
                                    

"Kerja bagus, Eir. Kau mengantar arwah penasaran ke Upside Down. Alam baka akan menghitung ini dan memberi utra..."

Senya berhenti berbicara karena aku tidak mendengarkan pujiannya, asyik memelototi telapak tangan seolah ada emas batangan menempel di sana. Jam menunjukkan pukul sebelas malam (Upside Down dan dunia nyata punya rentang waktu sama).

"Apa yang kau pikirkan sampai sebegitu seriusnya?" tanya Attia, menepuk bahuku.

Nah, aku harus jawab apa? Aku ingin tahu kenapa aku bisa memurnikan Rosania yang terjerumus bisikan iblis--sebelas duabelas dengan Roh Jahat--padahal kemampuan spesialku hanyalah penyembuhan biasa.

"Begitu, ya?" Attia mengangguk-angguk. Aku tidak sadar kalau dia menyentuh lenganku. "Eir, kurasa kekuatanmu bukan sekadar menyembuhkan luka. Tapi lebih."

Wajahku memerah. "Jangan asal membaca ingatanku, Kak Attia! P-pikirkan privasiku!" Sedetik kemudian, berhenti mengomel. Aku batal marah. "Lebih? Dalam konteks apa?"

"Hmm." Attia melirik kursi. "Misalnya..."

Aku dan Senya melotot melihat Attia ringan tangan menghancurkan kursi itu dalam sekali pukulan seperti mematahkan ranting tipis. Apa yang dia lakukan?!

Attia menunjuk kursi yang berderai itu dengan dagunya, melipat tangan ke dada. "Sekarang cobalah. Pakai kekuatanmu."

Hah? Apa dia sedang melawak? Bukan begitu cara kerja kemampuanku. Itu hanya berfungsi pada sebuah luka, bukan pada benda hancur. Aku seorang penyembuh, bukan montir ataupun ahli mekanik.

Tapi, yah, itu cuma kursi kayu. Sepertinya aku terlalu melebih-lebihkan kalimatku.

Mau tak mau tanganku terjulur ke kursi yang patah. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Attia, namun tak ada salahnya melakukan apa yang dia perintahkan.

Senya yang tadinya ingin mengamuk pada Attia, mendekat untuk menonton lebih HD. Dia tertarik dengan eksperimen ini.

Pats!

Cahaya hijau menerangi kedai es krim untuk sesaat membuat silau mata. Seiring menghilangnya cahaya, kursi kayu yang kupak oleh pukulan mengerikan Attia, kembali utuh seperti baru dibeli.

Kok bisa? Aku mengucek kedua mata, memastikan sekali lagi. Benar! Aku tidak salah lihat! Kursi itu terlihat baru seakan memperbaiki diri secara otomatis.

"See?" Attia menatapku intens. "Itu bukan penyembuhan biasa, tapi mengembalikan sesuatu ke bentuk semulanya."

Hebat! Ternyata tidak hanya berlaku ke manusia, melainkan juga efektif ke benda mati. Kalau ada ponsel rusak, mobil bekas, perkakas elektronik yang tidak terpakai lagi, aku bisa makin kaya kalau kuperbaiki!

K-kekuatan ini... lumayan cheat ya? Aku ingin bersyukur atas keberuntunganku.

Senya menyikut pinggang Attia yang berdiri dengan anteng. "Ufu~ Seperti yang diharapkan dari seorang Lady pintar--"

Matanya terbelalak. Di detik berikutnya, Attia langsung membekap mulut Senya, menatap dingin. "Jangan bicara apa pun."

Aku mengerjap. A-apa itu barusan?

.

.

Perasaan, akulah yang begadang semalam. Tapi kenapa justru Roas dan Hunju yang kantung matanya menyerupai panda?!

"Astaga. Jam berapa kalian tidur semalam, heh?" tanyaku, sedikit bersimpati.

"D-demi mencari nama hantu Siswa Tak Bernama, begadang bukan masalah besar!" kata mereka dengan suara mengantuk. Sangat sulit menemukan nama seseorang yang sudah meninggal sepuluh tahun lalu.

[END] Indigo HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang