Path-19

107 32 0
                                    

"Sepertinya ada yang harus kita bicarakan secara pribadi, Putra Mahkota Martin."

Pemuda itu tersenyum--tahu betul kami sedang dikerubungi guru-guru di sekolahku. "Apa yang kau katakan, Eir? Bukankah sudah kubilang, di tempat ini aku gurumu bukan seorang pangeran."

Sekarang dia berlagak bodoh? Kalau saja dia bukan penerus raja, kalau saja dia bukan pangeran...! Aku pasti takkan segan-segan padanya. Aku memaksakan senyumku yang tampak menyeringai.

"Ini soal undangan yang anda berikan dengan spesial ke kelas saya, Wahai Pangeran Pertama. Jika anda melakukan itu demi berkontakan dengan saya, jangan libatkan orang lain. Tidak pernah saya mendengar kerajaan mengundang warga golongan menengah ke pesta perayaan."

"Hahaha! Jangan terlalu kaku, Eir. Kita kan sudah di zaman modern bukan zaman milenial atau apalah. Kau sepertinya kebanyakan membaca manhwa historical."

Dia meng-copy paste kalimatku?! Aku baru tahu Pangeran Martin punya sisi tengil begini. Umurnya sudah 26 tahun, kan? Dia jelas sudah melewati masa pubertas.

"Lagi pula..." Aku kembali menatapnya. "Pribadi aku menyukai kelasmu. Mereka menyimak ajaranku sungguh-sungguh. Ini bukan semata-mata agar aku tetap berhubungan denganmu saja, Peaceful."

Entah dia sengaja atau tidak, dia mengaku ingin menjaga relasinya denganku. Aku menatapnya malas. Respekku padanya menghilang. "Rasanya saya beneran ingin menghapus ingatan anda deh, Pangeran."

"Eir."

Aku terdiam mendengar suara pikiran Senya berdengung. Satu hari setelah aku dan Pak Kematian menangkap Iblis 666, baru sekarang dia menghubungiku?

Baiklah, coba kita simak alasan apa lagi yang akan mereka buat. Transaksi Toko Keeper bermasalah, KEBETULAN ada Roh Jahat beraksi di Upside Down, waktu pemindahan ke dunia nyata tidak cukup. Aku sudah kenyang dengan alasan mereka.

Sekali saja, aku ingin mereka jujur--

"Roh Jahat level 8 lolos dari Upside Down saat kami mengepungnya dan sedang menuju Ibukota Melawa. Pergilah ke sana."

Lengang sejenak.

Pangeran Martin mulai menaikkan satu alis ke atas, bingung kenapa aku tidak keluar-keluar dari ruang guru.

Aku tergelak pelan. Serius? Tidak ada kata maaf dan Senya langsung memberitahu koordinat Roh Jahat. Mereka sebenarnya menganggapku apa sih. Kacung? Aku juga punya kesabaran! Siapa yang bisa tahan disuruh-suruh tanpa diberi bantuan?!

"Maaf Bibi Senya, tapi aku sibuk." Sudah saatnya aku bersikap tegas. "Pelajaran akan segera dimulai. Kalian bisa datang--"

"Tangkap Roh Jahat itu atau kau dipecat."

Suara Attiana membuatku seketika kecewa. Dia mengatakan itu dengan intonasi nada dingin seakan aku tidak punya pilihan untuk menolaknya. Perintah mereka harus kulakukan jika masih ingin jadi Keeper.

Aku tersenyum pahit. "Baiklah..."

Aku belum boleh kehilangan pekerjaan ini. Setidaknya sampai aku punya pekerjaan paruh waktu lagi di dunia nyata.

.

.

Bum! Bruak!!!

Dinding melesak lima meter oleh Roh Jahat yang tergantung oleh pukulanku. Kepul debu menghalangi jarak pandang, tapi tidak mengapa. Aku masih bisa melihat sosoknya yang terbatuk-batuk.

"B-budak surga sialan! Aku dengar kau belum genap sebulan menjadi Keeper. Kenapa kau sudah sekuat ini, bocah?!"

Aku mengedikkan bahu. "Entahlah," kataku tanpa ekspresi. "Ini demi uang recehan."

Mengalahkan dan mengantar Roh Jahat ke UD tidak lagi menyenangkan bagiku. Aku mengerjakannya tanpa merasakan sensasi apa pun. Untungnya keberadaan Roas dan Hunju menghibur hatiku yang sakit tak lebih dianggap sebagai pesuruh.

Mereka selalu saja punya seribu cara untuk membuatku tersenyum dan tertawa, membuatku lupa pada masalahku.

"Makan yang banyak, Eir! Kau terlihat kurus akhir-akhir ini. Apa seberat itu jadi pahlawan hantu?" tanya Roas serius.

Aku manyun. "Aku hanya indigo biasa."

"Ngomong-ngomong bagaimana kabar hantu Siswa Tak Bernama? Kau bilang dia hilang, apa dia sudah pergi ke surga?"

Nah, itu dia persoalan kedua yang harus kuurus secepatnya Aku menatap kursi kosong di sampingku. Suasananya terasa berbeda karena hantu malang tak ingat namanya sendiri itu sudah tidak ada. Kelas kami tidak lagi dijuluki kelas angker.

Apa benar dia sudah pergi ke alam baka?

Tiba-tiba Roas dan Hunju berhenti melangkah. Mau tak mau aku mengikuti sebelum aku membentur punggung Roas.

"Kenapa kalian berhenti? Kita kan belum..."

Paling tidak ada lima mobil Bentley hitam mengkilap berbaris di depan apartemen tempat aku tinggal. Semua mobil memakai semacam lencana atau bendera Tora yang langsung menyadarkanku bahwa mereka...

... Bangsawan kerajaan.

Roas dan Hunju bersembunyi di balik punggungku, menarik-narik tasku. "A-apa yang kau perbuat, Eir, sampai bangsawan besar mau bertemu denganmu?!"

Aku melotot. Ini kan bukan apartemen milikku. Aku tinggal di unit 457. Mungkin saja orang-orang ini ingin bertemu orang lagi, bukan aku. Kenapa mereka langsung menyimpulkan aku berbuat kesalahan?

Pintu mobil paling tengah dibukakan oleh bodyguard. Aku, Roas, dan Hunju melongo melihat siapa yang keluar dari sana. Kami bergegas membungkuk hormat.

Dia adalah Putri Mia.

"Siapa di antara kalian yang bernama Eir Peaceful?" tanya pengawalnya galak.

Aku menelan ludah. Jadi mereka betulan mencariku? Dalam rangka apa? Aku tidak ingat mencari masalah dengan bangsawan.

Ingatanku berputar ke lady-lady di toko butik yang aku kupingi obrolannya.

Aku mengacak rambut. Mereka balas dendam sebegitunya? Inilah mengapa aku benci terlibat dengan Nona Bangsawan!

"Hahaha! Kasion, kau menakuti mereka. Kan sudah kubilang bicara lembut, kan?"

Tertawanya Putri Mia membuat suasana lebih rileks. Aku mengangkat kepala. Fiuh! Akhirnya bisa bernapas normal.

"Tanpa dicari tahu pun..." Putri Mia menatapku, tersenyum. "Kau lah orangnya. Eir Peaceful. Apa tebakanku salah?"

Aku meneguk saliva yang kering. "B-benar, Tuan Putri, s-saya Eir Peaceful."

"Maaf jika saya tidak sopan," Hunju nekat menyela, "tapi ada urusan apa tokoh sepenting anda mencari sahabat saya? Apa Eir melakukan sebuah kesalahan?"

Putri Mia menarik diri. "Ya ampun! Aku sudah bersikap tak sopan! Pertama-tama, kalian berdirilah terlebih dahulu."

Kami bertiga pun berdiri.

"Maaf atas kedatanganku yang tiba-tiba, Tuan Eir, namun aku butuh bantuanmu. Ada desas-desus yang mengatakan kau sosok ajaib yang mampu menyembuhkan."

Roas dan Hunju menoleh kayak robot ke arahku. Aku sih mengalihkan muka. "E-eh? Mana ada desas-desus konyol seperti itu. I-ini kan dunia nyata bukan fantasi."

"Tidak!" Putri Mia menggebu-gebu. "Aku percaya dan yakin sekali karena aku mendengarnya dari sahabat terdekatku."

"S-sahabat? J-jangan bilang..."

"Benar! Risica menceritakan semuanya!"

Kalau aku kabur, aku akan jadi buronan. Hunju dan Roas kena imbasnya. Kalau aku memakai kupon teleportasi (masih tersisa dua lembar), aku akan mengekspos diriku ke banyak individu dan jadi buronan. Kalau aku pura-pura bodoh, kurasa Putri Mia bukan seseorang yang bisa kutipu.

Risica sialan! Aku berjanji akan menghapus ingatan wanita tak tepat janji itu!!




[END] Indigo HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang