Path-17

100 33 0
                                    

Dingin. Suhu di sini tidak normal. Dingin sekali padahal dua puluh obor berdiri tegak menghangatkan tempat ini.

Yah, mungkin bagi orang normal tidak merasakan apa pun, namun aku lah yang kedinginan! Rosania dan Amilya tidak berbohong. Kerumunan hantu ditawan oleh iblis yang menjerumuskan Rosania dan penampakan mereka tidak terlihat.

Tapi, yang lebih mengagetkan itu adalah keberadaan Putra Mahkota Martin.

"Ini mengejutkan," ucap Risica, terkekeh. Dia dikurung di sel sebelahku. "Apa yang anda lakukan di sini, wahai Pangeran?"

Pangeran Martin diam tidak menjawab.

Nenek-nenek tua yang membiusku dan Risica datang. Dia melewati bilik penjara besi, berhenti di sel Pangeran Martin. Beliau langsung berdiri. "Kau ternyata tidak menepati janjimu, Nyonya Saintess."

Huh? Jadi dia dukun yang mengaku-ngaku sebagai Saintess itu? Apa-apaan ini. Kukira dia wanita muda berparas cantik.

Oops! Aku meroasting tanpa sadar.

"Cinta itu buta. Tidak saya sangka hal itu juga berlaku pada anda, Putra Mahkota. Rela mengotori takhta, menginjakkan kaki ke wilayah pamali. Ah, atau anda berniat memberikan kursi Putra Mahkota ke adik anda yakninya Pangeran Andrew? Tetapi, saya dengar pangeran kedua menderita penyakit misterius sehingga tidak cocok menjadi penerus Raja Andreas. Bahkan tak ada yang tahu ada di mana tak saat ini."

"DARI MANA KAU TENTANG ANDREW?!" gerung Pangeran Martin. Tidak ada satu pun yang tahu kerajaan menyembunyikan keberadaan Pangeran Andrew karena itu adalah rahasia negara dan pihak kerajaan.

Duh. Apakah tidak apa aku mendengarkan berita nasional begini? Lagian Pangeran Martin retorik ah. Tentu saja Saintess Tua itu tahu semua informasi dari iblis.

"Ironis. Kenapa sekarang anda berlagak sok peduli padanya, heh?" Saintess Tua itu tersenyum miring. "Jika anda benar-benar menyayanginya, seharusnya anda mencari saya untuk menyembuhkan penyakitnya. Bukan justru meminta tolong menemukan arwah wanita yang anda cintai."

"Hahaha... AHAHAHAHA!"

Tawa lengking Risica membuat atmosfer tegang menjadi ambyar. Ukh! Sebenarnya apa-apaan situasi ini?! Aku merasa telah terlibat dengan sesuatu yang besar.

Baik! Sudah kuputuskan. Begitu Saintess abal-abal itu memanggil iblis, aku akan segera menangkapnya dan menghubungi Paman Evre serta yang lain lalu enyah dari sini. Biar Pangeran Martin mengurus masalahnya dengan Risica sendiri. Toh, aku tak ada kaitan dengan problem mereka.

"Haah... Sepertinya firasat majikanku tidak meleset." Risica menatap tajam Pangeran Martin yang sigap memasang ekspresi datar. "Kau tidak bisa melupakan mantan kekasihmu yang meninggal saat pandemi dan melakukan segala hal untuk bertemu kembali dengan Lady Chaivele."

"Bahkan kami berdua belum benar-benar akan dijodohkan. Itu masih proposal. Kenapa Putri Mia sudah bersikap seolah aku tunangannya dengan mengirimmu memata-matai kegiatanku?" katanya dingin.

Aku menyimak. Jadi siluet Lady yang kulihat di ingatan Risica adalah Putri Mia.

Angin berembus tiba-tiba, memadamkan seluruh api obor. Aku memeluk badan. Udaranya lebih dingin dari yang tadi. Jangan-jangan iblisnya sudah datang...?

"Ahh! Akhirnya anda datang, Tuanku yang Agung!" Saintess Tua bersimpuh di depan tugu batu bertingkat. "Hamba telah menangkap tiga jiwa baru untuk anda."

Pangeran Martin dan Risica berhenti berdebat, terperangah menyaksikan sosok monster yang muncul seperti asap di atas batu. Aku sendiri ikut merinding. Itukah iblis 666? Tampilannya seperti seseorang yang dilumuri oli pekat. Baunya busuk kayak bangkai daripada bau Roh Jahat.

[END] Indigo HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang