Path-12

117 35 0
                                    

Di beberapa kali kesempatan, aku pernah menjelaskan sedikit tentang Tora. Negara beriklim tropis yang memiliki sistem pemerintahan monarki konstitusional. Raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

Untuk menembus ilmu pengetahuan dan menentang hukum alam, para peneliti Tora melakukan proyek besar-besaran yaitu menciptakan alat yang bisa memutar waktu dan itu berhasil setelah membuang triliunan utra plus waktu puluhan tahun.

Tetapi, tidak ada yang mau mencobanya karena takut terjebak dalam paradoks dan berakhir membahayakan diri sendiri.

Maka dari itu mereka "bermain aman" dengan menyebarkan brosur pencarian relawan. Mereka mencari manusia untuk dijadikan kelinci percobaan, memastikan fungsional mesin waktu tersebut.

Lalu kenapa pamflet usang ini ada di rumah mantan atasan ibuku? Apa beliau tertarik atau memang seorang volunter?

Ukh, aku tak mengerti. Beginilah nasib punya kepintaran tapi hanya setengah.

"Lepaskan aku, budak surga sialan! Apa kau tidak kenal siapa aku? Sebelum mati, aku seorang bangsawan! Jaga sikapmu!"

'Kursiku' yang bergoyang mengaburkan lamunanku. Latarnya sekarang di Upside Down. Sepulang sekolah aku datang kemari dan kebetulan bertemu Roh Jahat. Langsung saja aku mengejarnya tanpa harus menunggu briefing dari Senya.

"Oi, Paman Bangsawan, kau tak bisa membawa kekuasaanmu saat kau mati."

Entah kenapa sensasi menangkap dan bertarung dengan Roh Jahat di Upside Down dan di dunia nyata jauh berbeda. Di sini kekuatanku seolah digenjot ke tingkat maksimal hingga aku leluasa sat sat set.

Aku menyeret Roh Jahat yang terus mengoceh tentang kejayaannya selama hidup ke markas Keeper (sekalian aku mau cuci mulut dengan es krim). Aku belum diberitahu cara menyucikan jiwa jahat. Biarkan yang lain mengurus sisanya.

"Bibi Mikaf, aku datang menangkap roh—"

"Bagaimanapun Eir masih muda, Evre. Dia masih anak-anak. Aku khawatir tubuhnya tak sanggup menahan beban 'perasukan'."

Bibi Mikaf dan Paman Evre? Apa yang mereka bicarakan? Mereka terlihat gusar.

Aku menempelkan telinga ke daun pintu.

"Bukankah kau juga memikirkan hal sama denganku? Ini sudah lewat sepuluh tahun, jelas mereka akan mengadakan ritual Totayam lagi. Buktinya kematian drastis yang menimpa Itya belakangan ini. Aku harus menyelesaikan masa laluku sebelum bereinkarnasi. Sama sepertimu dan Attia."

Apa?! Napasku tercekat. Mereka mau bereinkarnasi? Memangnya itu mungkin—

Pintu terbuka, menampilkan sosok Attia yang menatapku datar. Mampus! Aku ketahuan menguping percakapan mereka.

"Lho, Eir, sejak kapan kau datang? Wah! Kau membawa Roh Jahat! Makin hari kau makin hebat saja deh, Eir," seru Mikaf menyelamatkan situasi yang dingin.

Ughhhh!! Aku merasa bersalah. Lihatlah, Evre, Attia, dan Mikaf (berusaha santai) terlihat canggung. Mataku berputar-putar bingung. A-apa yang harus kulakukan di keadaan awkward ini? Bicaralah, mulutku!

"A-anu...! Aku minta maaf sudah—"

"Mikaf dan Evre butuh bantuanmu, Eir," potong Senya sebelum aku menggenapkan permintaan maafku. Atmosfer dingin bukannya mengendur justru makin dingin.

"Senya, tutup mulutmu—"

"Aku sudah gemas dengan tindak-tanduk kalian selama dua hari ini!" sela Senya, menatap geram Mikaf dan Evre. "Berhenti menyembunyikan masalah kalian dan bilang pada orangnya langsung! Eir belum tentu akan menolak permintaan kalian. Kalian lihat sendiri, dia anak yang baik."

[END] Indigo HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang